PERDEBATAN RAJA MILINDA
Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads
     

BAGIAN TUJUH BELAS 
KIASAN-KIASAN 
"Bhante Nagasena, apa sifat-sifat yang harus dimiliki seorang 
bhikkhu agar dapat mencapai tingkat Arahat?" 
1. Keledai 
"Seperti halnya, O Baginda, seekor keledai, di mana pun ia 
berbaring ia 
tidak akan beristirahat lama; demikian juga seorang bhikkhu 
yang berniat 
mencapai tingkat Arahat tidak akan beristirahat lama." 
2. Ayam 
"Seperti halnya seekor ayam yang bertengger pada saat yang 
tepat; demikian 
juga seharusnya seorang bhikkhu dengan cepat melaksanakan 
tugas-tugasnya 
setelah berpindapatta dan pergi ke tempat yang sunyi untuk 
bermeditasi. 
"Seperti seekor ayam yang bangun pagi; demikian juga seorang 
bhikkhu harus 
bangun pagi. 
"Seperti seekor ayam yang terus-menerus mengais tanah mencari 
makan; 
demikian juga seorang bhikkhu harus terus-menerus merenungkan 
makanan yang 
dimakannya dengan mengingat: 'Saya makan bukan untuk kenikmatan
dan bukan 
untuk keindahan melainkan hanya untuk meredakan sakit karena 
rasa lapar dan 
memungkinkan diri ini menjalani kehidupan suci. Dengan 
demikian saya menghentikan penderitaan'. 
"Seperti ayam yang meskipun mempunyai mata namun buta pada 
waktu malam; 
demikian juga seorang bhikkhu menjadi seolah-olah buta ketika 
sedang 
bermeditasi, tidak memperhatikan objek indra yang mungkin akan 
mengganggu 
konsentrasinya. 
"Dan seperti ayam yang meskipun diusir dengan tongkat dan batu 
tidak akan 
meninggalkan tempatnya bertengger; demikian juga seorang 
bhikkhu tidak 
meninggalkan perhatiannya walaupun dia sedang sibuk membuat 
jubah, 
membangun, mengajar, mempelajari kitab suci, atau apa pun. 
4. Panther betina 
"Seperti seekor panther betina yang begitu hamil tidak 
berpaling lagi kepada 
yang  jantan; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu. Setelah 
melihat 
penderitaan yang menjadi sifat kelahiran, seorang bhikkhu 
memutuskan untuk 
tidak memasuki kelahiran yang mana pun di masa yang akan 
datang. Hal ini 
telah dikatakan oleh Sang Buddha, O Baginda raja, dalam Dhaniya 
Sutta di 
Sutta Nipata: 
      'Setelah mematahkan belenggu-belenggu seperti banteng, 
dan seperti 
gajah yang telah mematahkan tanaman-tanaman jalar, maka tidak 
akan ada lagi 
kelahiran bagiku. Jadi, curahkan hujan, O awan, semaumu!' 
(Sn.v. 29) 
7. Pohon Bambu 
"Seperti pohon bambu yang berayun ke mana angin bertiup; 
demikian juga 
seharusnya seorang bhikkhu, fleksibel dan menyesuaikan diri 
pada Ajaran. 
10. Monyet 
"Seperti seekor monyet yang tinggal di pohon besar yang 
rindang, tertutup 
rapat oleh dahannya; demikian juga seorang bhikkhu harus 
tinggal dengan guru 
yang terpelajar, yang patut dihormati dan mampu membimbingnya. 
12. Teratai 
"Seperti teratai yang tidak ternoda oleh air di mana ia 
dilahirkan dan 
bertumbuh; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu tidak 
ternoda oleh 
sokongan, persembahan dan penghormatan umatnya. 
"Seperti teratai yang berada jauh di atas air; demikian juga 
seharusnya seorang bhikkhu berada jauh di atas keduniawian. 
"Dan seperti teratai yang bergetar terkena hembusan angin 
sepoi; demikian 
juga seharusnya seorang bhikkhu gemetar walaupun hanya berpikir 
ingin 
melakukun suatu yang jahat, karena melihat adanya bahaya dalam 
kesalahan 
yang paling kecil pun. 
20. Samudera 
"Seperti samudera yang melemparkan mayat ke pantai; demikian 
juga seorang 
bhikkhu harus menyingkirkan kekotoran batin dari pikirannya. 
"Seperti samudera yang meskipun menyimpan banyak kekayaan tidak 
akan 
mengangkatnya ke atas; demikiun juga seorang bhikkhu harus 
memiliki permata 
pencapaian tetapi tidak memamerkannya. 
"Seperti samudera yang berhubungan dengun makhluk-makhluk yang 
besar; begitu 
juga seharusnya seorang bhikkhu berhubungan dengan murid-murid 
yang hanya 
mempunyai sedikit keinginan, yang berbudi luhur, terpelajar dan 
bijaksana. 
"Seperti samudera yang tidak membanjiri pantainya; demikian 
juga seharusnya 
seorang bhikkhu tidak pemah melanggar sila sekalipun demi 
kehidupannya. 
"Dan seperti samudera yang tidak penuh meskipun semua sungai 
mengalir ke dalamnya; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya 
tidak pernah 
bosan mendengarkan Ajaran dan instruksi Dhamma, Vinaya, dan 
Abhidhamma. 
21. Bumi 
"Seperti bumi yang besar yang tidak tergoyahkan oleh 
barang-barang, yang 
baik maupun yang busuk, yang dilemparkan kepadanya; demikian 
juga seharusnya 
seorang bhikkhu tetap tidak tergoyahkan bila dipuji atau 
dicaci, didukung 
atau diabaikan. 
"Seperti bumi yang besar yang tidak berhias tetapi mempunyai 
aroma sendiri; 
demikian juga seorang bhikkhu seharusnya tidak dihiasi oleh 
parfum tetapi 
memiliki keharuman nilai-nilai kemoralannya.
"Seperti bumi yang tidak pernah lelah menyangga beban yang 
sangat banyak; 
demikian juga seorang bhikkhu tidak boleh lelah memberikan 
petunjuk, 
peringatan dan dorongan. 
"Dan seperti bumi yang besar yang tidak mempunyai rasa benci 
atau rasa suka; 
demikian juga seharusnya seorang bhikkhu tidak mempunyai 
kebencian dan 
kesukaan. 
22. Air 
"Seperti air yang secara alami tetap tenang; demikian juga 
seorang bhikkhu 
memiliki sifat tidak munafik, tidak suka berkeluh-kesah, tidak 
berbicara 
dengan maksud untuk memperoleh keuntungan, tidak berperilaku 
yang tercela, 
tetap tenang tak terganggu dan murni secara alami. 
"Seperti air yang selalu menyegarkan; demikian juga seharusnya 
seorang 
bhikkhu penuh dengun welas asih, selalu mencari yang baik dan 
bermanfaat 
bagi semuanya. 
"Dan seperti air yang tidak pemah mencelakakan siapa pun; 
demikian juga 
seorang bhikkhu bersungguh-sungguh berusaha, tidak pernah 
melakukan 
kesalahan yang menyebabkan pertengkaran atau perselisihan, 
kemarahan atau 
ketidakpuasan. Hal ini telah dikatakan oleh Sang Buddha dalam 
Kanha 
Jataka: 
     'O Sakka, raja seluruh dunia, sebuah pilihan kau nyatakan: 
     Tidak seharusnya ada makhluk yang dilukai untukku, 
     'O Sakka, di manapun, tidak di tubuh tidak pula di 
pikiran: 
     ini, Sakka, adalah doaku.' (Ja. iv. 14.PTS trnsl) 
27. Bulan 
"Seperti bulan yang berubah semakin besar dari hari ke hari; 
demikian juga seorang bhikkhu seharusnya meningkatkan 
sifat-sifatnya yang 
baik dari hari ke hari. 
30. Raja semesta 
"Seperti halnya raja semesta yang disenangi rakyatnya karena 
empat dasar 
ketenaran yaitu kemurahan hati, keramah-tamahan, keadilan dan 
sifatnya yang 
tidak memihak; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu yang 
disenangi oleh 
para bhikkhu dan umat awam. 
"Seperti raja semesta yang tidak mengijinkan para perampok 
berdiam di 
alamnya; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya tidak 
mengijinkan pikiran 
yang jahat, yang bernafsu atau yang kejam berdiam di dalam 
pikirannya. 
"Dan seperti raja semesta yang berkelana ke seluruh dunia 
memeriksa yang 
baik dan jahat; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya 
memeriksa dirinya 
dengan seksama dalam pikiran, perkataan dan perbuatannya. 
40. Gajah. 
"Seperti seekor gajah yang memutar seluruh tubuhnya ketika 
memandang 
sekelilingnya; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya memutar 
tubuhnya 
ketika memandang sekelilingnya. Tidak melihat ke sana sini 
melainkan 
mengendalikan matanya dengan baik. 
"Seperti gajah yang mengangkat kakinya dan melangkah dengan 
hati-hati; demikian juga seorang bhikkhu harus selalu waspada 
dan sepenuhnya 
menyadari gerak jalannya. 
46. Bangau India 
"Seperti bangau India yang dengan jeritannya memperingatkan 
orang akan nasib 
mereka yang akan datang; demikian juga seorang bhikkhu harus 
memperingatkan 
orang akan nasib mereka di masa mendatang dengan Ajaran 
Dhammanya. 
47. Kelelawar 
"Seperti kelelawar yang meskipun terkadang memasuki rumah orang 
dengan 
segera akan pergi; demikian juga seorang bhikkhu, meskipun dia 
memasuki 
rumah orang untuk berpindapatta, segera dia akan pergi. 
"Dan seperti kelelawar yang tidak merugikan bila mengunjungi 
rumah 
seseorang; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu. Ketika 
mengunjungi 
rumah orang dia tidak merugikan karena mudah dilayani dan penuh 
tenggang 
rasa melihat kesejahteraan mereka. 
48. Lintah 
"Seperti lintah yang menghisap sampai kenyang sebelum melepas; 
demikian juga 
seharusnya seorang bhikkhu teguh kukuh dalam objek meditasinya 
dan menghirup 
sepuasnya nektar kebebasan yang lezat. 
50. Ular batu 
"Seperti ular batu yang dapat bertahan hidup selama beberapa 
hari tanpa 
makan; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya dapat terus 
bertahan 
meskipun dia hanya menerima sedikit makanan. Hal ini telah 
dikatakan oleh 
Bhante Sariputta: 
'Tak peduli makanan basah atau kering yang dia santap, tidak 
pernah dia 
membiarkan dirinya makan kekenyangan. Pertapa yang baik 
meninggalkan 
keduniawian dalam kekosongan, dan tetap makan secukupnya saja. 
Jika dia 
hanya mendapat empat atau lima suap, biarlah dia minum air. Hal 
itu 
bukan masalah bagi orang yang pikirannya tertuju ke tingkat 
Arahat dan 
mencari ketenteraman.' (Thag. vv .982,983) 
60. Tukang kayu 
"Seperti tukang kayu yang membuang bagian kayu yang empuk dan 
hanya 
menggunakan bagian kerasnya saja; demikian juga seorang bhikkhu 
seharusnya 
membuang pandangan-pandangan salah seperti misalnya keabadian, 
kenihilan, 
jiwa adalah tubuh, jiwa adalah satu hal sedangkan tubuh adalah 
hal lain, 
semua ajaran sama baiknya, yang tidak terkondisi merupakan 
ketidak-mungkinan, tindakan manusia tidak ada gunanya, tidak 
ada kehidupan 
suci, ketika satu makhluk mati maka lahirlah satu makhluk yang 
baru, hal-hal 
yang terkondisi secara abadi ada, seseorang yang bertindak akan 
langsung 
mengalami hasil daripadanya, seseorang bertindak dan orang 
lainlah yang akan 
menerima akibamya, dan segala macam pandangan salah lainnya 
mengenai buah dari kamma (niat) dan kiriya (perbuatan). Setelah 
membuang 
segala macam jalan seperti itu, dia harus memahami ide tentang 
kekosongan 
(void) yang merupakan keadaan yang sebenarnya dari hal-hal yang 
terkondisi. 
61. Pot air 
"Seperti halnya pot air yang penuh tidak menimbulkan suara; 
demikian juga 
seharusnya seorang bhikkhu tidak menjadi banyak mulut meskipun 
dia tahu 
banyak. Hal ini telah dikatakan oleh Sang Buddha: 
    "Dengarkanlah suara air. Dengarkanlah air yang mengalir 
melalui celah 
jurang dan bebatuan. 
    Sungai yang kecillah yang menimbulkan suara yang keras. 
Sungai yang 
besar mengalir tanpa suara. 
Yang kosong bersuara dan yang penuh tenang. Kebodohan seperti 
sebuah pot 
yang berisi setengahnya; orang bijaksana bagaikan sebuah danau 
yang penuh 
air."(Sn. vv. 720, 721) 
Pada akhir perdebatan antara Sang bhikkhu thera dan raja ini, 
bumi yang 
besar ini bergetar enam kali, kilat menyambar di langit dan 
para dewa 
menaburkan bunga dari surga. Milinda dipenuhi oleh sukacita di 
dalam hatinya 
dan semua kesombongan lenyap dari dalam dirinya. Ia tidak lagi 
mempunyai 
keraguan tentang Sang Tiratana dan tidak lagi mempertahankan 
kekeras-kepalaannya, bagaikan kobra yang tidak lagi memiliki 
taring. 
Raja kemudian berkata, 'Sangat hebat, Yang Mulia Nagasena! 
Teka-teki yang 
pantas diselesaikan oleh seorang Buddha, telah 
Bhante selesaikan. Tidak ada yang seperti Bhante di antara para 
murid Sang 
Buddha, terkecuali Yang Mulia Sariputta. Bhante, maafkanlah 
segala kesalahan 
saya. Semoga Bhante sudi menerima saya sebagai murid, sebagai 
seseorang yang 
telah menemukan perlindungan selama hidupnya.' 
Dan sang raja, beserta para prajuritnya, menyokong Sang bhikkhu 
thera itu 
beserta sejumlah besar pengikutnya. Dia membangun tempat 
tinggal yang diberi 
nama Vihara Milinda. Dan di kemudian hari, Milinda menyerahkan 
kerajaannya 
kepada putranya. Setelah meninggalkan kehidupan berumah tangga, 
dia 
mengembangkan pandangan terang dan mencapai tingkat 
Arahat. 
KATA-KATA PALI DAN ISTILAH TEKNIS 
4 Buah Sang Jalan 
1. Pemenang Arus (Sotappana, tingkat kesucian pertama). 
Ketika mewujudkan nibbana untuk pertama kalinya, Sotapana telah 
menghancurkan 3 belenggu pandangan salah: percaya adanya 
pribadi 
(sakkaya-ditthi), percaya pada tata-cara dan ritual, dan 
keraguan. Dia tidak 
mungkin dapat melakukan kejahatan yang keji, dan seandainya dia 
melakukan 
suatu 
perbuatan jahat, dia tidak dapat menyembunyikannya. Dia 
terjamin pasti 
mencapai tingkat Arahat, paling banyak dalam 7 kali kelahiran. 
2. Yang Kembali Sekali (Sakadagami, tingkat kesucian kedua). 
Sakadagami ini telah menghilangkan sebagian besar kekuatan
belenggu nafsu 
dan niat jahat; dia akan dilahirkan di bumi paling banyak hanya 
1 kali lagi 
sebelum mencapai tingkat Arahat. 
3. Yang Tidak Kembali (Anagami, tingkat kesucian ketiga). 
Anagami ini telah sepenuhnya menghilangkan belenggu-belenggu 
nafsu dan niat 
jahat; dia tidak akan dilahirkan kembali di bumi tetapi akan 
mencapai 
tingkat Arahat di alam-alam yang lebih tinggi, di alam dewa 
atau alam Brahma. 
4. Arahat. 
Arahat telah menyingkirkan 5 sisa belenggu, telah 
menghancurkan semua kebodohan batin dan nafsu keinginan, serta 
mengakhiri 
semua bentuk kelahiran kembali. Dengan demikian dia mencapai 
tujuan akhir 
kehidupan suci. 
4 Cara hidup tanpa rasa takut (vesarajja) 
Sang Buddha berkata, "Saya tidak melihat alasan apapun yang 
dapat dipakai 
orang untuk marah terhadap saya dalam hal: 
1) telah sepenuhnya tercerahkan, 
2) banjir-banjir (asava) yang telah sepenuhnya dihancurkan, 
3) pengetahuan tentang penghalang kemajuan, 
4) pengetahuan Dhamma yang menuju ke penghancuran banjir-banjir 
(asava) itu.
5 Khandha Makhluk (fenomena pembentuk) 
Ketika kita mengatakan 'makhluk hidup', ini hanyalah suatu cara 
bicara 
konvensional. Yang mendasari konvensi ini adalah pandangan 
salah mengenai 
kepercayaan akan adanya pribadi (sakkaya ditthi), kekekalan dan 
adanya 
substansi. Tetapi, apabila kita periksa dengan lebih seksama 
apakah 
sebenarnya makhluk hidup atau orang itu, maka yang akan kita 
temukan 
hanyalah suatu arus fenomena yang terus-menerus berubah. 
Fenomena-fenomena ini dapat diatur dalam 5 kelompok: 
tubuh atau fenomena materi (rupa), 
perasaan (vedana), 
pencerapan (sanna), 
bentukan-bentukan mental (sankhara), dan 
kesadaran murni (vinnana). 
Ini hanya kategori, dan jangan menganggap bahwa 
kelompok-kelompok ini adalah 
sesuatu yang stabil. 

5 Halangan (nivarana) 
Nafsu, keinginan jahat, kelambanan dan kemalasan, keresahan dan 
penyesalan 
yang dalam, serta keraguan. 
Kekotoran-kekotoran batin ini disebut penghalang karena mereka 
menghambat 
perkembangan konsentrasi. 
8 Penyebab gempa bumi 
1. Bumi ini ditopang oleh air, air ditopang oleh udara, udara 
oleh ruang. 
Kadang-kadang angin besar bertiup kencang dan air tergoncang. 
Ketika air 
tergoncang, bumi tergoncang. (Air adalah elemen kohesi/kepaduan 
atau 
ketidak-stabilan, udara adalah elemen gerak. Elemen-elemen ini 
ada sekalipun 
pada batu karang yang leleh). 
2. Seorang pertapa atau dewa dengan kekuatan (bala) yang besar 
menyebabkan 
bumi bergoncang lewat kekuatan konsentrasinya. 
3. Ketika Sang Bodhisatta secara sengaja dan sadar meninggal 
dari Surga 
Tusita, dan terkandung dalam rahim ibunya, maka bumi besar ini 
bergoncang. 
4. Ketika Sang Bodhisatta secara sengaja dan sadar keluar dari 
rahim ibunya, 
bumi besar ini bergoncang. 
5. Ketika Sang Tathagata mencapai pencerahan tertinggi yang 
sempurna, bumi besar ini bergoncang. 
6. Ketika Sang Tathagata memutar roda Dhamma, bumi besar ini 
bergoncang. 
7. Ketika Sang Tathagata secara sengaja dan sadar melepaskan 
proses mental yang menahan kehidupan, bumi besar ini 
bergoncang. (Dengan 
kekuatan kesaktiannya beliau sebenarnya dapat memperpanjang 
kehidupannya, 
tetapi karena tidak diminta, beliau melepaskan kemungkinan itu 
dan 
mengumumkan waktu wafatnya) 
8. Ketika seorang Buddha meninggal dunia dan mencapai 
Parinibbana, bumi 
besar ini bergoncang. 
10 Belenggu (samyojana) 
Kamachanda (nafsu), byapada (maksud jahat), mana (kesombongan), 
sakkaya-ditthi (percaya adanya pribadi), vicikiccha (keraguan), 
silabattam 
(kemelekatan pada ritual dan upacara), ruparaga (nafsu akan 
keberadaan), 
issa (iri hati), macchriya (ketamakan), avijja (kebodohan 
batin). 
10 Kesempurnaan (Parami) 
Dana (kedermawanan), sila (keluhuran), nekkhama (meninggalkan 
keduniawian), panna (kebijaksanaan), viriya (semangat), khanti 
(kesabaran), 
Sacca (kejujuran), adhitthana (tekad), metta (cinta-kasih), 
upekkha 
(ketenang-seimbangan). 
18 Sifat Ke-Buddha-an (Buddhadhamma) 
1-3. Melihat segala hal: di masa lampau, kini, dan yang akan 
datang. 
4-6. Kebenaran dalam tindakan, ucapan dan pikiran.
7-12. Mantapnya hal-hal berikut ini sehingga tidak dapat 
dicegah oleh yang 
lain: kehendak, doktrin, hal-hal yang dihasilkan oleh 
konsentrasi, semangat, 
pembebasan dan kebijaksanaan. 
13-14. Menghindari: kesenangan atau apa pun yang dapat 
mengundang hinaan, 
serta perselisihan dan pertikaian. 
15. Maha tahu. 
16. Melakukan segala hal dengan kesadaran penuh. 
17. Melakukan semua hal dengan tujuan tertentu. 
18. Tidak melakukan apa pun secara memihak atau tidak 
bijaksana. 
32 Bagian Tubuh (untuk perenungan) 
Rambut kepala, bulu tubuh, kuku, gigi, kulit; daging, otot, 
tulang, sumsum tulang, ginjal; jantung, hati, jaringan, limpa, 
paru-paru; 
usus besar, usus kecil, mesentery (????), perut, tinja; empedu, 
lendir, 
nanah, darah, keringat; lemak padat, lemak cair, ludah, ingus, 
cairan 
synovic (???), air kencing, otak. 
Abhidhamma - berarti Ajaran yang lebih tinggi. Abhidhamma 
menggunakan metode 
analitis. Sementara khotbah-khotbah menggunakan bahasa 
konvensional manusia 
atau makhluk, Abhidhamma menggunakan istilah-istilah seperti 
'lima khanda 
manusia." 
Penyerapan (Jhana) - yaitu tahap-tahap konsentrasi mental yang 
dicapai 
dengan mengatasi 5 rintangan. Hasil dari keadaan-keadaan ini 
adalah 
kelahiran kembali di alam Brahma. 
Latihan keras (dukkarakarikam) - Ini adalah latihan-latihan 
pengendalian 
diri yang keras yang dijalankan oleh Sang Bodhisatta tetapi 
harus dibedakan 
dari latihan-latihan pertapa (dhutanga), yang walaupun sulit 
namun bukannya 
rendah dan bukan pula tidak menguntungkan. 
Arahat - Lihat 4 Buah Sang Jalan. 
Yunani Baktria (Bactrian Greek) - (Yonaka). Ada beberapa acuan 
untuk kata 
yonaka selain yang ada di dalam Milinda Panha. Sebuah prasasti 
di gua di 
Nasik, dekat Bombay, menyebutkan 9 Yonaka yang merupakan donor, 
dan 
Mahavamsa menghubungkannya pada bhikkhu-bhikkhu dari Yona, pada 
seorang Yonadhammarakkhita yang pasti merupakan seorang bhikkhu 
Yunani 
Baktria. 

Bhlkkhu - Biarawan Buddhis yang telah menerima pentahbisan yang 
lebih tinggi. 
Bodhisatta - Makhluk yang sepenuhnya mengabdi untuk mencapai 
pencerahan 
sempurna seorang Buddha. Untuk itu dia harus mengembangkan 
kesempurnaan-kesempurnaan (parami) selama berkalpa-kalpa. 
Pohon Bodhi - Pohon di mana Sang Bodhisatta menjadi seorang 
Buddha. 
Pohon Bodhi Ananda merupakan anak pohon dari pohon aslinya, 
yang dibawa 
Ananda ke Savatthi guna mengingatkan orang-orang akan Sang 
Buddha jika 
beliau sedang pergi. Sebatang anak pohon lain dikirim ke Sri 
Lanka oleh Raja 
Asoka dan masih dipuja sampai kini. 
Brahma - Seorang dewa atau makhluk agung yang berada dalam alam 
kehidupan 
yang terbebas dari hawa nafsu. 

Brahmacarin - Orang yang menjalani kehidupan kesucian. 
Brahmana - Seorang pendeta Hindu atau orang dari kasta itu. 
Cara (Prilaku Baik) merupakan penggenapan tugas-tugas: 
Imbangannya, sila 
adalah penahanan diri dari perbuatan salah. 
Jasa (punna) - Perbuatan-perbuatan baik yang merupakan landasan 
untuk 
kebahagiaan dan kemakmuran dalam lingkaran kelahiran kembali. 
Peraturan-peraturan yang Minor dan Kurang Penting- Pengarang 
Milinda Panha 
mengatakan bahwa peraturan-peraturan minor adalah pelanggaran 
karena 
tindakan salah (dukkata), sedangkan peraturan-peramran yang 
kurang penting 
adalah pelanggaran karena ucapan salah (dubhasita), walaupun 
dia mengakui 
bahwa 500 bhikkhu thera yang mulia tersebut tidak satu suara 
mengenai hal ini. 
Yang Tidak Kembali (Anagami) - Lihat 4 Buah Sang Jalan. 
Yang Kembali Satu Kali (Sakadagami) - Lihat 4 Buah Sang Jalan. 
Parinibbana - Kematian seorang Buddha, Paccekka Buddha atau 
Arahat. 
Patimokkha - 227 peraturan latihan yang diucapkan lagi oleh 
para bhikkhu 
pada upacara hari oposatha, setiap bulan baru dan bulan 
purnama. 
Masa vassa - Masa tiga bulan, dari Agustus sampai Oktober, di 
mana para 
bhikkhu tetap tinggal di satu tempat. Senioritas seorang 
bhikkhu diukur dari 
vassa atau jumlah tahun dia menjadi bhikkhu. 
Penalaran (Yoniso Manasikara) - Sering diterjemahkan sebagai 
"perhatian 
sistimatis". Artinya perhatian akan sifat-sifat yang mengikis 
kekotoran 
batin dan bukannya sifat-sifat yang meningkatkan kekotoran 
batin. 
Samana - Seorang pertapa, tidak harus Buddhis. 
Buddha soliter - Pacceka Buddha atau Buddha yang mencapai 
pencerahan tanpa 
bantuan seorang Buddha Maha Tahu. Tidak seperti Buddha Maha 
Tahu, seorang 
Buddha soliter belum sepenuhnya mengembangkan kemampuan untuk 
mengajar orang 
lain. 
Pemenang Arus (Sotapana) - Lihat 4 Buah Sang Jalan. 
Tipitaka - Kumpulan berunsur tiga, yaitu Sutta, Vinaya dan 
Abhidhamma; yang 
berupa khotbah, peraturan disiplin, dan filsafat - Lihat Kitab 
Suci Pali. 
Vedagu - digunakan dalam Milinda Panha dalam pengertian suatu 
jiwa atau 
sesuatu yang mengalami, yang melihat, mendengar, membau, 
mencicipi, merasa 
atau mengetahui. Ini juga merupakan julukan bagi Sang Buddha 
yang artinya 
'Yang Telah Memperoleh Pengetahuan." 
Vinaya - Enam dari Kitab Suci yang menangani disiplin-disiplin 
para bhikkhu 
dan urusan urusan pengaturan lainnya. 
Visuddhimagga - Suatu buku pegangan yang sangat berharga yang 
ditulis dalam 
bahasa Pali pada abad ke 3 M oleh Yang Mulia Buddhaghosa, yang 
menjelaskan 
latihan berunsur tiga: keluhuran, konsentrasi dan 
kebijaksanaan. 

TAMAT


Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads