PERDEBATAN RAJA MILINDA
Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads
     

PERDEBATAN RAJA MILINDA - Ringkasan Milinda Panha 
oleh BHIKKHU PESALA 
ALIH BAHASA: 
Kaliyani Kumiayi, SE 
Dra. Sujata Lanny Anggawati 
Dra. Yasodhara Wena Cintiawati 
EDITOR: Bhikkhu Uttamo 
BIRO PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN 
SANGHA THERAVADA INDONESIA 
VIHARA SAMANGGI JAYA, JL Slamet Riyadi No. 21. Blitar - 66113, 
Telp./Fax.: 0342- 82616 

KATA PENGANTAR 
Agama Buddha di Indonesia semakin dikenal masyarakat. Hal ini 
menjadikan umat Buddha banyak memperoleh pertanyaan dari 
orang-orang di sekitarnya mengenai Agama Buddha. Ada pertanyaan yang dengan 
mudah dijawab, tetapi tentu saja banyak pula pertanyaan yang cukup memusingkan 
sehingga kadang kala kita harus menunda memberikan jawaban yang 
memuaskan kepada si penanya. 
Kesulitan dalam menjawab pertanyaan dapat timbul karena 
kurangnya pengertian kita sendiri mengenai Agama Buddha. 
Buku PERDEBATAN RAJA MILINDA ini diterbitkan dengan maksud 
untuk membantu umat Buddha menambah wawasan tentang Agama Buddha dan 
memberikan pokok-pokok jawaban atas pertanyaan yang paling sering ditanyakan mengenai 
Agama Buddha. Para simpatisan Buddhis juga dapat mempergunakan buku ini 
sebagai awal perkenalan dengan Ajaran Sang Buddha. 
Usaha penerbitan buku ini dapat terlaksana karena bantuan para 
sponsor dan donator yang dengan rela memberikan sebagian hasil jerih 
payahnya untuk pengembangan Buddha Dhamma di lndonesia serta para penerjemah 
yang telah dengan tekun serta 
hati-hati menerjemahkan buku ini dari bahasa Inggris ke dalam 
bahasa Indonesia agar isi buku ini dapat dibaca dengan 
enak dan lebih mudah dimengerti oleh segenap lapisan pembaca. 
Semoga dengan jasa kebajikan yang dilakukan oleh semua pihak 
yang terlibat dalam persiapan, penerbitan dan juga penyebaran buku ini 
dapatlah membuahkan kebahagiaan lahir dan batin untuk Anda dan seluruh anggota 
keluarga Anda. Semoga semua mahluk berbahagia. 
Blitar, Kathina 2539 / 1995 
TTD 
Uttamo Bhikkhu 
Kepala Biro 

PENDAHULUAN 
Milinda Panha merupakan buku kuno muktabar tentang Buddhisme 
yang benar-benar dianggap tinggi sehingga dimasukkan oleh orang 
Burma di dalam kitab suci Pali Canon. Di dalam buku Palinya dikatakan bahwa 
percakapan antara Raja Milinda dengan Nagasena terjadi 500 tahun setelah 
Sang Buddha parinibana. T.W. Rhys David, penerjemah yang terhebat untuk 
buku-buku Pali, menganggap buku ini sangat bagus. Beliau mengatakan, 
"Saya berani mengatakan bahwa 'Pertanyaan Milinda' ini jelas 
merupakan karya terbaik untuk prosa India; dan benar-benar buku terbaik di 
kelasnya dipandang dari sudut kesusastraan, yang telah diproduksi di 
negara manapun juga." 
Gaya Milinda Panha sangat mirip dengan dialog Platonik, dimana 
Nagasena memainkan peran sebagai Socrates dan menang berdebat dengan 
Raja Milinda dalam sudut pandang Buddhis, karena penalarannya yang sehat dan 
perumpamaannya yang pas. Si pengarang memang tidak dikenal, 
tetapi hampir dapat dipastikan dia dahulu hidup di India barat laut atau 
di Punjab, karena dia sama sekali tidak menyebutkan suatu 
tempat di India bagian selatan Sungai Gangga. Dan ini didukung oleh keterangan 
yang ada tentang raja Menander, raja orang-orang Bactria yang dikenal 
sebagai Milinda. Banyak yang diketahui tentang Raja Menander. Sejumlah besar 
mata uang koinnya telah ditemukan di daerah yang luas di bagjan India 
utara, sampai sejauh Kabul di sebelah Barat, Mathura di sebelah Timur serta 
Kashmir di sebelah Utara. Gambar di koinnya seringkali merupakan seorang 
laki-laki muda, atau kadang-kadang juga seorang laki-laki yang sangat 
tua. Plutarch mengatakan, "Menander adalah seorang raja yang 
terkenal karena keadilannya, dan sangat dekat dengan rakyanya. Sehingga pada 
waktu dia meninggal, yang terjadi, di suatu camp, berbagai kota berebut 
untuk memiliki abunya. Pertengkaran itu diselesaikan dengan kesepakatan semua 
wakil dari kota-kota itu untuk membagi reliknya, dan kemudian 
mereka mendirikan monumen-monumen untuk mengenang Sang Raja". 
Satu penemuan yang diterbitkan belakangan ini menulis tentang 
harta kekayaan Mir Zakah yang mengkonfirmasikan kepemimpinan Menander di 
Ghazni dan daerah-daerah sekitarnya di lembah Kabul sebelah utara (ada 521 
mata uang Menander dalam harta peninggalan itu). Penemuan Attic 
Tetradrachm Menander akhirnya menyelesaikan spekulasi itu. Dia pasti telah 
memerintah di daerah Kabul. Di sebelah utara dia menduduki Hazara dan lembah Swat. 
Jadi Menander adalah satu dari raja-raja Yunani yang terus berada di Bactria 
melanjutkan kekuasaan Yunani yang didirikan oleh Alexander Agung, dan 
Menander adalah salah satu raja yang paling penting. Mungkin dia bertahta dari 
kira-kira 150 SM sampai 110 SM (jadi 
percakapan ini terjadi tidak lebih dari 400 tahun sesudah Sang 
Buddha parinibana). Strabo mengingatkan tentang kehebatan cara 
kerajaan Bactria mengembang keluar dari batas mulanya, dan dia secara kebetulan 
juga menyebutkan bahwa raja 
yang terutama bertanggung jawab untuk perluasan itu adalah
Demetrius dan Menander .. Tetapi dibanding Demetrius, Menander memberikan 
tanda yang jauh lebih dalam pada tradisi India. 
Menander merebut Delta Indus, peninsula Surastra (Kathiavar), 
menduduki Mathura di Jumna, menyerbu Madyamika (Nagari dekat 
Chitor) dan Saketam di selatan Oudh, serta mengancam ibukotanya, 
Pataliputta. Tetapi penyerbuan itu dipukul mundur dan Menander dipaksa kembali ke 
negaranya sendiri. Karena rakyat Bactria kemudian menjadi Buddhis maka 
dapat dipastikan bahwa raja Menander benar-benar adalah King Milinda 
yang diacu di dalam buku itu. Namun ada juga kemungkinan bahwa 
percakapan itu merupakan alat sastra yang digunakan oleh pengarang untuk 
menambahkan daya tarik pada apa yang pada mulanya merupakan exposisi doktrin 
Buddhis, dan merupakan sangkalan terhadap pandangan salah yang selama itu 
telah disebarluaskan oleh mereka yang memusuhi Buddhisme. 
Cerita pembukaan dalam Milinda panha yang berkenaan dengan masa muda 
Nagasena juga hampir identik dengan cerita tentang Mogaliputta 
Tissa muda yang diceritakan dalam Mahavamsa, Kronik Ceylon. Mogaliputta 
Tissa Thera hidup kira-kira 100 tahun sebelum Menander dan disebutkan dua 
kali di dalam teks (Miln. hal. 3,71) sehingga mungkin saja cerita inilah yang 
lebih tua. Tetapi, Mahavamsa ditulis jauh sesudahnya oleh 
Mahanama pada permulaan abad ke 4 M, sehingga cerita itu mungkin saja telah 
dipinjam oleh Mahanama dari buku Milinda Panha, yang pada waktu itu merupakan 
kitab suci yang diedit oleh Buddhaghosa. (Dalam Milinda Tika, uraian 
tentang Milinda Panha, dinyatakan bahwa beberapa syair dalam prolog dan 
epilog dalam Milinda Panha dikarang oleh Buddhaghosa). 
Dari percakapan yang dianggap terjadi antara Milinda dengan 
Purana Kassapa, Makkhali Gosala dan beberapa pertapa lain, jelas terlihat bahwa 
cerita perkenalan ini hanya karangan belaka, karena pertapa-pertapa 
ini sejaman dengan Sang Buddha. Cerita ini didasarkan pada Samanna Phala 
Sutta dari Digha Nikaya. Tetapi ada satu perbedaan yang patut dicatat. 
Di dalam Samannaphala Sutta, Pangeran Ajatasattu mengunjungi 
Sang Buddha tetapi tidak bisa mengenalinya; sementara dalam pendahuluan di 
Milinda Panha, Raja Milinda berkata tentang Nagasena, "Tidak perlu 
menunjukkan dia kepadaku". Jadi Raja Milinda tampak lebih tinggi daripada 
Pangeran Ajatasattu. 
BANGKITNYA KERAJAAN MAGADA 

Di dalam Mahaparinibbana Sutta, Sang Buddha meramalkan bahwa 
kota Pataliputta, yang dibangun persis sebelum kemangkatannya, akan 
menjadi kota besar. "Ananda, dari antara kota dan kota besar yang kini 
merupakan pusat komunikasi dan perdagangan suku Aria, kota yang baru ini akan 
menjadi kota terbesar yang disebut Pataliputta, suatu tempat di mana 
barang barang dibongkar, dijual dan didistribusikan. Tetapi 
kota ini akan mengalami bahaya banjir, api, dan pertikaian dari dalam" ( D. 
ii.87, 88 ). Kerajaan Magadha, yang beribukota Pataliputta (Patna modern), 
lama-kelamaan menjadi kota yang paling berkuasa di seluruh India. 
Di pertengahan abad ke 4 SM seorang Sudra bernama Mahapadma 
Nanda merampas tahta kerajaan Magadha dan menguasai kerajaan yang membentang 
dari Sungai Brahmaputra di sebelah timur sampai ke Beaz di sebelah Barat. 
Tetapi di seberang sungai Beaz ada beberapa kerajaan kecil. 
Pada periode yang sama itulah Alexander Agung menguasai Persia 
dan menyeberangi Hindu Kush untuk masuk ke Bactria (Afganistan 
Utara). Dibutuhkan waktu 2 tahun untuk menaklukkan daerah yang tidak 
ramah ini, tetapi waktu melakukan hal itu Alexander Agung mendirikan juga 
beberapa kota yang menembus jauh ke utara sampai ke Samarkand dan 
Leninabad (di USSR}. Ada juga kota lain yang telah diidentifikasikan di 
Charikar (sebelah utara Kabul). Setelah mendengar tentang sungai lndus, Alexander 
Agung kembali menyeberangi Hindu Kush pada tahun 327 SM dan terus 
mendesak ke Taxila (Takkasila) di sebelah timur. Tetapi ketika 
dia sampai di sungai Jhelum; dia dihadang raja Paurava yang mempunyai 
gajah-gajah perang. Bahkan para veteran Macakadonia-pun tidak mampu melawan musuh 
seperti itu. Maka Alexander terpaksa mundur sampai ke sungai Indus untuk 
kemudian kembali melalui Persia dimana dia meninggal di Babylon pada 323 SM. 
Walaupun demikian dia telah meninggalkan fondasi kerajaan 
Bactria dan telah menjelajah sungai Jhelum dan sungai lndus. 
Setelah kematian Alexander, Chandragupta, pendiri dinasti Maurya, dapat 
mengusir garnisun Yunani dari lembah Indus. Pada tahun 321 SM 
dia mengalahkan Nanda dan menguasai kerajaan Magadha dari 
ibukotanya Pataliputta. Penerus Alexander, Seleukos I Nikator, memimpin 
suatu expedisi melawan orang-orang India pada tahun 311 SM dengan harapan 
merebut kembali daerah. Punjab. Tetapi dia terhalang kekuasaan 
Chandragupta. Pada tahun 304 SM Seleukos dengan senang hati menandatangani 
suatu persetujuan dengan Chandagupta, dan memberikan anak 
perempuannya untuk dinikahi dan bahkan juga memberikan daerah-daerah yang luas, 
yang sekarang menjadi Baluchistan dan Afganistan, sebagai 
alat tukar untuk 500 gajah perang. Seleukos mengirimkan duta 
besarnya, Magasthenes, ke Pataliputta. Dilihat dari peninggalan 
tulisannya, kita mengetahui tentang besarnya pasukan dan kekuatan pertahanannya 
di sana. Chandragupta memerintah selama 24 tahun. Lalu anaknya, 
Bindusara, yang tidak banyak kita ketahui, memerintah selama 28 tahun sampai 
meninggalnya di tahun 269 SM. 
Pada saat kematian Bindusara, putra tertuanya sudah menjadi 
raja muda di Takkasila, sedangkan putranya yang kecil, Asoka, adalah raja 
muda di Ujjeni di sebelah selatan. Asoka bertempur dengan saudara lelakinya 
memperebutkan hak untuk bertahta dan saudara lelakinya terbunuh dalam 
pertempuran itu. Asoka kemudian menjadi penguasa kerajaan yang besar, dari 
Bengala sampai ke Afganistan. Walaupun demikian dia 
tetap masih belum puas. Tetapi setelah sembilan tahun bertahta, 
setelah pertempuran berdarah merebut Kerajaan Kalinga (Orissa), Asoka 
meninggalkan peperangan dan menjadi pengikut Buddhisme yang taat. Kaisar 
Asoka mengirimkan utusan-utusan bhikkhu ke daerah tapal batas 
kekaisarannya yang luas. Banyak prasasti Asoka yang telah diketemukan di 
Lembah Kabul yang ditulis dalam bahasa Yunani dan Aramaik. Dan 
dimana-mana, prasastinya menyebutkan bahwa dia telah 
berhasil menyebarkan Dhamma di Mesir, Siria, Macadonia, Yunani, 
Cyprus, Bactria, Kashmir, Gandhara, dsb. Mahavamsa mengatakan bahwa 
banyak utusan yang dikirimkan ke Kashmir, Gandhara, Bactria, Himalaya, Sindh 
(Gujarat). Prasasti pada tempat penyimpanan relik yang diketemukan dalam 
stupa-stupa Sanci menyatakan keberhasilan misi itu ke Pegunungan 
Himalaya. Sungguh disayangkan bahwa catatan-catatan stupa yang 
lain telah dirusak. Namun dapat kita pastikan keberhasilan misi ke Kashmir 
dan Gandhara, karena bahkan dijaman Sang Buddha-pun Takkasila 
merupakan pusat belajar yang terkenal. Mahavamsa juga mencatat bahwa pada 
peresmian Stupa Agung di tahun 157 SM, para bhikkhu datang dari Alasanda 
(Charika) di Yona (Bactria). 

BANGKITNYA KERAJAAN BACTRIA 
Setelah Asoka mangkat pada tahun 227 SM, kekaisaran Maurya 
mulai terpecah-pecah. Pada tahun 250 SM meletus pemberontakan dari 
kekaisaran yang didirikan oleh Seleukos, di bawah pimpinan gubernumya, Diodutus I. Kekaisaran itu terus berkembang di bawah penggantinya, Diodotus II dan 
Euthymus. Pada permulaan abad 2 SM, para penguasa Yunani dari 
kerajaan Bactria baru menyeberangi Hindu Kush dan mulai menyerbu India 
dari barat laut. Di antara raja-raja Yunani yang berkuasa sampai di 
sebelah selatan Kush, kelihatannya Apollodotus-lah raja yang pertama. Dua kali 
dia disebutkan berhubungan dengan Menander. Kekuasaan mereka 
berkembang ke barat daya sampai Ariana (Afganistan selatan) dan ke selatan 
sampai lembah Indus. 
Seperti yang sudah disebutkan di atas, Menander pasti telah 
berkuasa di lembah Kabul dan Swat dan pada suatu saat dia juga mencaplok 
lembah Indus. Sagala, kota yang disebutkan dalam Milinda Panha sebagai tempat 
dimana percakapan itu terjadi adalah kota kuno orang-orang Madra yang 
sampai di daerah itu kira-kira pada abad 6 SM. Sekarang kota itu disebut 
Sialkot, yang terletak di antara sungai Chenab dan Ravi, dekat perbatasan 
Kashmir. Di buku Milinda Panha halaman 83, disebutkan bahwa Kashmir berjarak 12 
Yojana (84 mil) dan bahwa tempat kelahiran Milinda adalah di pulau 
Alasanda, yang jaraknya 200 Yojana dari situ. Ada banyak kota yang didirikan 
oleh Alexander selama penaklukan itu, yang di antaranya mungkin merupakan 
tempat kelahiran Menander. A.K. Narain telah menyarankan kota yang didirikan di 
Charikar, tetapi jaraknya kurang dari 200 Yojana (1400 mil) dari 
perkiraan lainnya. Ataukah mungkin itu kota Alexandra yang terletak di Leninabad 
atau salah satu dari kota-kota Alexandra yang 
terletak lebih jauh lagi di barat? Bagaimanapun juga, dari bukti-bukti yang ada dapat kita 
perkirakan bahwa Menander lahir di Bactria tetapi dibesarkan di Ariana (lembah 
Kabul), dan bahwa tahun-tahun pertama pemerintahannya dia mengembangkan 
kerajaan ayahnya sampai ke lembah Indus dan lebih jauh lagi, untuk kemudian 
mungkin mendirikan ibu kota di Sagala. Tidak seperti Bactria 
yang banyak sekali dipengatuhi oleh kebudayaan Yunani, 
daerah-daerah baru ini sudah Buddhis. Pada waktu itu, Menander telah banyak 
dididik dalam tradisi Yunani tetapi juga telah mengenal Buddhisme. Tak pelak 
lagi Menander pasti sering menjumpai para bhikkhu yang hidup di kerajaannya. 
Walaupun demikian, kelihatannya agak tidak mungkin kalau 
pengetahuannya tentang doktrin Buddhisme cukup untuk dapat 
mengadakan dialog seperti yang ditulis dalam Milinda Panha. Di situ Milinda 
tampak memiliki pengetahuan yang luas tentang text yang ada. Saya berpendapat 
bahwa pengarangnya paling-paling telah bertemu sebentar dengan 
Menander, dan mungkin sekali dia mendasarkan karyanya ini pada tradisi dialog 
lisan. Kemudian dia menggunakan pengetahuannya sendiri yang luas untuk 
mengembangkan dialog itu menjadi karya yang panjang, yang dapat 
kita nikmati sekarang ini. Mungkin dia menggunakan dialog sebagai alat untuk 
menambah daya tarik pada risalatnya. Dan untuk menyenangkan hati raja 
Yunani itu, dia membuat Raja sebagai salah satu tokoh utamanya. 
Hipotesis ini mendapat dukungan dari terjemahan bahasa China 
yang hanya terdiri dari 3 bagian pertama yang hampir identik dengan text 
Pali dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, tetapi berbeda dalam 
cerita pendahuluannya. Dalam hal ini, kedua-duanya tidak tampak otentik.
PERBANDINGAN DENGAN TEXT CINA 
Sebagaimana telah ditunjukkan oleh V. Trenchner ketika dia 
menyalin text Pali di tahun 1860-an, dapat kita pastikan bahwa Milinda Panha 
yang asli tertulis dalarn bahasa Sanskerta karena permulaannya adalah 
"Tam yatha nusuyam" (demikianlah yang telah diturunkan), dan bukannya 
"Evam me sutam" (demikianlah yang telah saya dengar). Dan hal ini 
dipastikan oleh adanya terjemahan text ke dalam bahasa China, yang menunjukkan 
beberapa perbedaan yang patut dicatat, walaupun jelas sumbernya sama. 
1. Dalam tiga bagian pertama, versi China sama dengan versi 
Pali, dan ini menunjukkan bahwa empat bagian lain (Dilema, Pertanyaan yang 
Terjawab dengan Kesimpulan, Praktek Pertapa, dan Perumpamaan) merupakan 
tambahan kemudian. 2. Karya bahasa China, Nagasena-bhikkhusutra, mengambil nama 
sang bhikkhu; sementara karya bahasa Pali, Milinda Panha, mengambil nama sang 
raja. 3. Karya bahasa Pali mempunyai duabelas pertanyaan ekstra. 
4. Cerita-cerita kehidupan lampau Nagasena dan Milinda tidak 
sama. 5. Versi China tidak menyebutkan Abhidhamma; sementara hal itu 
sering disebutkan dalam versi Pali. 
6. Pada klasifikasi Bodhipakkhiya Dhammas yang sangat terkenal, 
penerjemah China melenceng dalam beberapa istilah, dan ini menunjukkan 
bahwa dia tidak terbiasa dengan text Pali. 
7. Versi Pali mengatakan bahwa binatang mempunyai akal tetapi 
tidak mempunyai kebijaksanaan; versi China mengatakan bahwa binatang 
mempunyai kebijaksaan tetapi hatinya berbeda. 
Walaupun ada banyak perbedaan kecil di antara dua text itu, 
hubungan yang erat antara perumpamaan-perumpamaan yang digunakan untuk 
menerangkan istilah yang didefinisikan, serta urutan pertanyaannya, membuat kita 
yakin bahwa keduanya adalah terjemahan karya yang lebih tua (mungkin dalam 
bahasa Sanskerta). 
Tetapi kita harus hati-hati menyimpulkan: yang mana yang lebih 
otentik. Bhikkhu Thich Mihn Chau, dalam usahanya membuktikan keantikan 
karya asli yang mendasari terjemahan China menyatakan bahwa karya itu 
ditulis segera setelah Sang Buddha mangkat. Beliau menunjukkan tidak adanya 
klasifikasi text ke dalam Vinaya, Sutta, Abhidhamma dan Nikaya, yang 
didefinisikan dengan baik baru pada Konsili Ke Tiga, sementara Menander baru lahir 
lebih dari 100 tahun setelah konsili ini. Jadi, jelas bahwa yang asli tidak 
dibuat sebelum abad pertama SM. Jangka waktu yang panjang sebelum 
terjemahan-terjemahan itu muncul pada sekitar tahun 400 M, merupakan waktu yang cukup 
lama untuk melakukan berbagai penambahan dan amandemen, atau penghilangan 
dan pengosongan. 
Melihat alasan-alasan yang telah disebutkan di atas dan fakta 
bahwa percakapan dalam Milinda Panha dikatakan terjadi kira-kira 500 
tahun setelah Sang Buddha mangkat, sementara Menander hidup paling tidak 100 
tahun lebih awal, maka kemungkinan besar Milinda Panha dikarang beberapa 
waktu setelah kematian Menander. Mungkin saja karya itu berdasar pada tradisi 
lisan dari percakapan yang benar-benar terjadi antara Menander dengan satu 
atau beberapa bhikkhu. 
Penerus Menander, Ratu Agathocleia dan Strato I Soter, 
melanjutkan tahta kerajaan sampai setidak-tidaknya 40 tahun setelah kematian 
Menander. Tetapi kehidupan mereka menyaksikan munculnya dinasti baru di India 
barat, yaitu dinasti Saka (Scythia) dan Yueh-Chih dari Asia tengah. Lalu era 
Bactria Yunanipun berakhir. 

PENYUSUNAN BUKU PALI 
Epilog mengatakan bahwa buku itu terbagi dalam 6 bagian dan 22 
bab yang berisi 262 pertanyaan, sementara 42 pertanyaan lagi belum 
diturunkan, jadi semuanya sebenarnya berjumlah 304. Tetapi sungguh sulit melihat 
bagaimana ini dihitung. Ada banyak ketidakcocokan hitungan dalam berbagai 
text, walaupun hal itu mungkin sudah dapat diduga karena karya itu 
sudah sangat tua. Sekarang ini hanya ada 237 pertanyaan. Dalam menomori bab saya 
mengikuti urutan text Pali-nya. Hanya saja saya telah memasukkan 7 bab 
terakhir ke dalam bab 17. 
Dalam edisi Milinda Panha ini, walaupun saya telah mengikuti 
susunan seperti dalam text Pali, banyak perumpamaan yang saya 
hilangkan. Dan yang panjang-panjang (walaupun indah) saya singkat, namun 
saya harap hal ini tidak merusak keindahan karya aslinya. Tujuannya adalah 
agar buku ini cukup padat dan lebih menarik bagi pembaca negara-negara barat 
yang sibuk. Buku ini adalah suatu ringkasan, bukan terjemahan, dan karena 
itu di sana sini saya menggabungkan beberapa alinea menjadi satu 
agar menjadi ringkas. Walaupun demikian saya tetap berusaha 
menyesuaikan maksud pengarang aslinya, yang merupakan penjelasan ajaran Sang 
Buddha dan uraian tentang beberapa konsep salah yang mungkin menyesatkan 
Referensi yang diberikan dalam catatan kaki adalah nomor 
halaman text Pali dari Pali Text Society. Dalam terjemahannya, nomor-nomor 
halaman ini diberikan dalam tanda kurung di bagian atas kiri, atau di dalam 
tubuh text pada buku Vinaya dan Jataka. 
Untuk membantu mereka yang ingin mengetahui kata Pali yang 
diterjemahkan (yang kadang-kadang berbeda dengan terjemahan 
Rhys Davids atau Miss Horner), saya sertakan kata-kata Pali di bagian APPENDIX. 
Saya juga telah menyusun daftar kutipan kitab suci yang diberikan 
pengarang Milinda Panha dan beberapa bacaan yang hanya terdapat di Milinda Panha, 
yang mungkin menarik untuk dipelajari lebih  lanjut. 
Bagi mereka yang belum terbiasa dengan terminologi Buddhis, 
saya telah menyertakan APPENDIX istilah-istilah Pali dengan penjelasan 
singkat mengenai maknanya. 


Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads