|
Setia Dalam Hal Kecil
Waktu saya masih
di SMP, saya bersahabat dengan seorang pastor tua yang baik hati. Dia mengajak
saya menjadi misdinar. (Dia juga yang menjadi inspirasi dan akhirnya membantu
saya untuk masuk seminari.) Selain melayani di misa, saya juga ditugaskan
untuk memimpin doa “Malaikat Tuhan” sebelum misa mulai. Pada suatu saat, dengan
alasan yang tidak begitu jelas, saya melalaikan tugas saya. Sebelum misa mulai,
dengan penuh kebapaan dan tanpa kemarahan sedikit pun, si Pastor itu menegor
saya sambil berkata, “Tadi tidak ada doa Malaikat Tuhan?” Dan itu cukup
untuk membuat saya sadar akan kesalahan saya. Saya telah gagal melaksanakan
suatu tugas yang kecil dan begitu sederhana, dan saya telah mengecewakan seorang
sahabat yang saya sangat hormati dan cintai.
Sesaat dengan Tuhan
Ya Tuhan, bantulah saya supaya setia dalam hal-hal yang paling kecil sebagai
persiapan saya untuk kedatangan-Mu. Amin.
Sesaat dengan Firman
“Dan halnya sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya
dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan
tugasnya, dan memerintahkan penunggu pintu supaya berjaga-jaga”
(Markus
13:34).
(P.Noel,SDB)
Domba atau Kambing
Meja saya di
kantor kadang-kadang berantakan, tapi biasanya rapi (believe it or not!)
Salah satu cara saya untuk merapikan meja dan mengatur pekerjaan adalah dengan
mengelompokkan berkas dan tugas di tiga buah baki... yang satu untuk IN, satu
untuk OUT dan satu lagi untuk PENDING. Surat-surat atau berkas-berkas yang
saya terima itu langsung saya taruh di baki IN. Yang saya sudah baca atau
sudah saya tandatangani dan sebagainya, saya taruh di baki OUT. Yang saya
belum sempat urusin atau perhatikan, saya taruh di PENDING. Cukup sederhana
dan sangat biasa saja bukan?
Tuhan juga mempunyai cara untuk mengorganisir dan mengatur peristiwa
kedatangan-Nya pada akhir zaman. Setelah semua orang dipanggil dan dikumpulkan
di hadapan-Nya, Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang,
sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan
domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.
Pada saat itu, hanyalah dua pilihan: atau domba atau kambing... atau
IN atau OUT... tidak ada PENDING!
Jadi, karena Tuhan itu begitu rapi dan teratur, baiklah jika kita juga dapat
merapikan dan mengatur hidup kita masing-masing... atau kita ini
domba atau kambing... atau IN atau OUT...tidak ada
PENDING!
(P.Noel,SDB)
Kapan-Kapan
Teman saya
membuka lemari baju isterinya dan mengambil sebuah kotak yang dibungkus dengan
kertas yang istimewa. “Ini bukan kado yang biasa,” katanya sambil membuka
kotak itu. “Dia dapat baju ini dari saya waktu kami jalan-jalan di Amerika
sekitar delapan tahun yang lalu. Dia belum pernah memakainya... katanya dia
simpan untuk kesempatan yang istimewa. Sepertinya saat itu telah tiba....”
Dia menaruh kotak itu di atas tempat tidur bersama dengan baju-baju lain yang
dia akan bawa ke rumah duka. Isterinya baru saja meninggal. Dia berpaling kepada
saya dan berkata: “Jangan pernah menyimpan sesuatu untuk suatu kesempatan
yang istimewa. Setiap hari dalam hidupmu adalah saat yang istimewa!”
Mengapa hamba yang menyembunyikan talentanya di dalam tanah itu ditegur tuannya
sebagai hamba yang jahat dan malas? Sebab dia tidak bisa
mensyukuri kebaikan tuannya yang melimpahkan talenta dan berkat kepada
hamba-hambanya sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing! Dengan menyimpan
baik-baik talentanya, akhirnya dia kehilangannya! Itulah suatu kenyataan yang
merupakan misteri dan sekaligus teka-teki: What you don’t use, you lose.
Jadi karunia apapun yang kamu punya itu adalah talenta yang sangat berharga.
Nikmatilah... pakailah... bagikanlah! Jangan disimpan untuk suatu kesempatan
yang istimewa... sebab setiap hari dalam hidupmu adalah saat yang istimewa.
Bacalah buku itu yang sudah lama kamu ingin baca tapi tak pernah sempat karena
tunggu “kalau ada waktu.” Luangkanlah lebih banyak waktu untuk keluarga
dan anak-anak daripada untuk pekerjaan dan tak perlu tunggu untuk "minggu
depan.” Jawablah email itu yang sudah lama kamu terima dan tak perlu tunggu
untuk saat kamu “tidak terlalu sibuk.” Pakailah piring dan gelas khusus
yang disimpan di lemari itu walaupun tidak ada tamu khusus. Tak usah menyimpan
terus parfum istimewa untuk saat-saat istimewa; pakailah sekarang dan tiap saat
kamu mau! “Kapan-kapan” dan “suatu saat” bisa saja menjadi “tak
pernah!” Oleh karena itu, jika ada sesuatu yang pantas dan layak untuk
dinikmati, dipakai atau dibagikan... lakukanlah sekarang juga.
Saya tidak tahu apa yang isteri teman saya itu akan melakukan jika dia
mengetahui bahwa hari kemudian dia sudah tidak ada. Mungkin dia akan menelpon
keluarga dan teman-teman yang dekat. Mungkin dia mau meminta maaf, memaafkan...
berdamai. Mungkin dia mau mengajak suami dan dua anak mereka makan di restoran
favoritnya. Tentang hal itu, tak ada siapapun lagi yang bisa tahu. Itulah
hal-hal yang kecil yang kita akan sesali kita tak pernah lakukan, jika kita
mengetahui saat kita telah tiba.
“Jangan pernah menyimpan sesuatu untuk suatu kesempatan yang
istimewa. Setiap hari dalam hidupmu adalah saat yang istimewa!”
Dengan kata lain, jangan menyembunyikan talenta di dalam tanah! Setiap pagi
bangunlah dan katakanlah pada dirimu, hari ini luar biasa! Tiap hari,
tiap saat, tiap talenta, tiap berkat, adalah istimewa. Jika kamu terlalu sibuk
untuk menikmatinya dan kamu suka berpikir, “kapan-kapan deh, pada saat yang
istimewa, aku akan menikmatinya... memakainya... membagikannya,” ingatlah
bahwa ”suatu saat” itu sangat jauh... atau barangkali tak akan
pernah datang... (P.Noel,SDB)
Burung Gagak Cerdik dan Gadis-gadis Bodoh
Kali ini
saya ingin ceritakan dongeng perumpamaan tentang seekor burung gagak yang
kehausan. Saat itu musim panas dan ia terbang kian kemari mencari minum tetapi
sia-sia. Akhirnya ia menemukan sebuah buyung berisi air! Tapi sayang, hanya ada
sedikit air di dalam buyung itu sehingga paruhnya tidak dapat mencapainya. Jadi
apakah yang dilakukan burung gagak yang cerdik itu? Ia mulai memungut batu-batu
kecil dan memasukkannya satu per satu ke dalam buyung itu. Lama-kelamaan
batu-batu kecil itu menaikkan permukaan air di dalam buyung sampai si burung
gagak itu dapat meminum air dan memuaskan dahaganya!
Batu-batu kecil... minyak dalam buli-buli... mereka itu melambangkan
perbuatan-perbuatan dan sikap baik kita sehari-hari. Hidup kita dan tiap
perbuatan baik kita itu selalu berguna dalam perkembangan Kerajaan Allah di
dunia ini. Itulah caranya Tuhan merealisasikan rencana-Nya. Kita masing-masing
“memasukkan batu-batu kecil” – berpartisipasi dalam kegiatan lingkungan, setia
dalam doa keluarga, jujur di sekolah, bertanggung-jawab di tempat kerja,
mengunjungi teman yang sedang sakit, menasehati anak, mendoakan kebutuhan orang
lain. Tanpa minyak, pelita saja tak dapat memberi cahaya. Oleh karena itu, dari
sepuluh gadis di dalam perumpamaan Yesus,
lima di
antaranya bodoh!
Mungkin saja “memasukkan” sikap dan perbuatan baik kita itu sepertinya tak
terlalu berarti, namun lama-kelamaan, sambil batu-batu kecil itu menaikkan
permukaan air, Tuhan membangun Kerajaan-Nya sehingga rencana-Nya makin
terlaksana dengan baik. Sungguh berartilah kamu dan tiap perbuatan baik kamu!
(P.Noel,SDB)
Hamba
Waktu
Paroki kita merayakan Hari Ulang Tahun yang pertama, saya menerima telpon dari
Keuskupan. “Ini Pastor Noel ya? Bapak Uskup mau bicara.” Tiba-tiba saya
merasa grogi dan bingung. “Haah... Uskup?” dan dalam sekejap berbagai
pertanyaan melintas di dalam pikiran saya. “Cara manggilnya gimana ya? Bapak
Uskup... Bapak Kardinal... Yang Mulia... Your Emminence...Yang terhormat?”
Kemudian telpon saya disambungkan dengan telpon Bapak Uskup dan saya mendengar
suara beliau secara langsung, “Halo Pastor Noel, selamat Hari Raya Pelindung
Paroki ya!” Dan saya pun lupa tentang segala protokol dan gelar-gelar yang
beberapa detik sebelumnya sempat saya pikirkan. “Mo, makasih banyak ya,”
sahut saya secara spontan tapi tetap dengan penuh hormat dan sayang pada seorang
yang kita anggap sebagai gembala dan bapak rohani!
Yesus menasihati para rasul, dan kita juga, janganlah kamu disebut
“rabi”... janganlah kamu menyebut siapa pun “bapa” di bumi ini... janganlah pula
kamu disebut “pemimpin.” Hirarki dan pangkat di dalam Kerajaan Surga
tidak tergantung pada pengetahuan, keterampilan atau kekuasaan, tetapi pada
pelayanan! Di dalam Keluarga Allah, tidak ada seorang pun yang “Master,” tak ada
seorang pun yang mempunyai hak untuk menguasai yang lain, semua adalah saudara.
Dan bila wewenang dan kekuasaan pun harus dipakai, baik yang bersifat
kewarganegaraan maupun religius, itu sebenarnya adalah suatu bentuk pelayanan!
Sri Paus sendiri selalu disebut “servus servorum Dei” atau hamba
dari para hamba Tuhan.
Di saat ajal kita, semua gelar kehormatan yang dapat ditempelkan di belakang
nama kita itu hilang maknanya! Doktorandus, Cum Laude, Yang Terhormat, Kepala
Paroki, Ketua Seksi, Monsinyur, Yang Mulia dsb... semuanya tidak berarti
lagi. Hanyalah satu gelar yang kita harus harapkan semoga terdengar nanti oleh
kita, “Hai hamba-Ku yang baik dan setia! Masuklah
dalam Kerajaan Surga.” (P.Noel,SDB)
Kasih Kepada Allah
'Percekcokan
Yesus yang terus-menerus dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu
sebenarnya bukan soal kemampuan ahli-ahli Taurat untuk menafsirkan Kitab Suci,
atau ajaran-ajaran dan teori orang-orang Farisi tentang cinta kasih dan
kebangkitan. Tuhan Yesus sering bentrok dengan mereka sebab Dia bisa baca isi
hati manusia! Mereka itu sangatlah religius, tapi sayangnya itulah yang membuat
mereka begitu angkuh dan berani mengatur-atur hidup orang lain! Kelaliman itulah
yang Yesus berjuang melawan. Sikap ahli Taurat dan orang Farisi itu tidak
menghilang setelah Yesus kembali ke surga. Sampai sekarang kita sering cenderung
memisahkan cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama, padahal Yesus jelas
menyatakan keduanya tak terpisahkan: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah
hukum yang terutama dan yang pertama.Dan hukum yang kedua, YANG SAMA DENGAN ITU,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Pada suatu saat ada seorang pastor paroki yang ingin memulai tahun baru dengan
mengadakan retret untuk umat dengan tema INTI HIDUP KRISTIANI.
Reaksi dan tanggapan dari umat sungguh tak terduga. Paroki itu mempunyai begitu
banyak kelompok, seksi dan organisasi dengan agenda masing-masing. Jadi pada
saat pertemuan pertama di aula paroki untuk memberitahu rencana retret tersebut,
semua peserta sudah siap untuk bertanding dan ”berperang!” Pastor paroki memulai
pengarahannya dengan mengatakan bahwa inti hidup beriman itu adalah Kasih Allah,
Kasih yang selalu rela memaafkan, Kasih yang Tuhan ingin melimpahkan kepada
setiap orang secara cuma-cuma dan kita harus mencerminkan kepada sesama. Pada
saat tanya-jawab, suasana pertemuan sungguh menjadi seperti ”perang mini!”
Mengapa pastor tidak membahas masalah aborsi, ketaatan kepada ajaran Sri Paus
dan Gereja, pentingnya gerakan Pembaharuan Karismatik, kepedulian terhadap yang
miskin dan terlantar, kaum muda dan moralitas, keluarga berencana alamiah,
pentahbisan kaum wanita dan sebagainya. Kasih Allah itu sebenarnya terlalu
abstrak. Mengapa pastor tidak membahas masalah-masalah yang praktis dan lebih
relevan! Bla... bla... bla! Dia kembali ke pastoran dengan sedih dan sempat
memikirkan untuk membatalkan saja retret itu. Seminggu kemudian, jumlah orang
yang menjadi peserta retret itu hanya sekitar duapuluh orang, kebanyakan anak
muda dan mereka yang sudah lanjut usia!
(P.Noel,SDB)
Undangan
Seorang bapak
datang ke tempat pemangkas rambut. Si tukang cukur mulai menggunting rambutnya
dan karena memang sudah langganan maka mulailah percakapan yang seru diantara
mereka berdua. Mereka membicarakan banyak hal dan sesaat topik pembicaraan
beralih tentang agama dan Tuhan. ”Saya tidak percaya Tuhan itu ada!” kata
si tukang cukur. ”Mengapa kamu bisa bicara seperti itu?” tanya
langganannya. ”Begini, jika Tuhan itu memang ada, mengapa ada banyak orang
yang menderita, sedih, sesat dan terlantar? Saya sungguh tidak dapat
membayangkan Tuhan yang Mahakuasa dan Mahapengasih itu bisa membiarkan ini semua
terjadi!” Temannya itu sempat berpikir sejenak tapi tetap duduk diam saja.
Saat itu dia sedang tidak siap untuk berdebat.
Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan temannya pun pulang dengan rasa
puas akan hasil gunting rambutnya. Sambil berjalan di depan tempat pemangkas
rambut itu, dia bertemu dengan seorang pemuda yang rambutnya gondrong, berombak
kasar, kotor dan tidak terawat. Karena tiba-tiba dapat ”inspirasi” maka ia pun
balik dan masuk lagi ke tempat pangkas rambut tadi. Saat ketemu dengan si tukang
cukur, ia langsung berkata, ”Pak, tahu ngga... sebenarnya tukang cukur itu
tidak ada!” Tentu saja si tukang cukur itu tidak terima, ”Lho, kamu koq
bisa bilang begitu? Saya ada disini dan saya tukang cukur. Barusan saya
menggunting rambutmu!” ”Tidak,” sahut temannya, ”tukang cukur itu tidak
ada, sebab jika memang ada, mengapa ada orang-orang yang rambut gondrong dan tak
terawat seperti orang itu di luar?” Sambil ketawa, si tukang cukur itu
menjawab, ”Nah itu
kan salah mereka!
Saya selalu ada disini dan jika rambut mereka sampai panjang dan berantakan, itu
adalah karena mereka tidak pernah datang ke saya!” ”Itulah Pak!”
seru
temannya, ”Sama dengan Tuhan... sesungguhnya Tuhan itu ada, tapi orang tidak
mau mencari-Nya dan tidak mau datang kepada-Nya! Oleh karena itu, ada
orang-orang yang menderita, sedih, sesat dan terlantar!”
Yesus menggambarkan surga seperti ”makan-makan.” Perumpamaan-Nya berbicara
tentang suatu perjamuan besar. Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja,
yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Allah, bagaikan seorang
Raja yang merayakan pernikahan anaknya, mengundang semua orang ke meja-Nya. Dan
perjamuan-Nya bukanlah sesuatu yang biasa saja. Ini adalah suatu Pesta! Sebab
Allah kita adalah Allah yang Mahamurah, yang selalu memberi dengan
berlimpah-limpah, terus-menerus dan setiap saat.
Apalagi, pesta ini adalah Pesta Pernikahan. Allah itu Pengasih dan
Penyayang, yang jatuh cinta ”tergila-gila” dengan manusia! Sesungguhnya seluruh
sejarah hubungan diantara Allah dan kita adalah sebuah Kisah Kasih, A Love
Story. Setiap saat, terus-menerus, Allah berbisik kepada kita, Aku
mengasihi engkau dengan kasih yang kekal. Dan apa yang Tuhan meminta
dari kita, Perintah Pertama yang juga merangkul perintah-perintah yang lain itu,
adalah supaya kita juga mengasihi: Kasihilah Allahmu dengan segenap hatimu.
Sebenarnya Allah itu tidak rumit!
Tetapi kita ini bisa cuek dan sama sekali tidak peduli terhadap Tuhan. Teganya
kita! Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang
ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Tuhan
selalu ADA untuk kita, memperhatikan dan mengasihi kita setiap saat... kita ini
yang tidak mau mencari-Nya dan tidak mau datang kepada-Nya! Kapankah kita bisa
belajar menjadi sederhana dan tidak rumit seperti Allah? (P.Noel,SDB)
Janji Tuhan
Pada saat Perang
Korea, ada seorang Kristen dari Korea Selatan yang ditangkap orang-orang Komunis
dan dihukum mati dengan regu penembak. Tetapi komandan pasukan Komunis itu yang
masih muda mendengar bahwa tentara itu adalah pimpinan sebuah panti asuhan yang
memperhatikan anak-anak kecil, maka dia memerintahkan agar bukan tentara itu
yang dibunuh, melainkan anaknya! Kemudian anak tentara Kristen itu yang baru
berumur sembilan belas tahun dibawa kepadanya dan dibunuh di depan matanya
sendiri! Setelah beberapa tahun, komandan Komunis itu ditangkap oleh pasukan
keamanan PBB, dibawa ke pengadilan dan dihukum-mati. Namun tentara Kristen itu
memohon demi orang Komunis itu agar jangan dibunuh. Dia mengatakan bahwa Komunis
itu masih muda pada saat kejadian itu dan dia tidak tahu sebenarnya apa yang dia
lakukan. ”Serahkanlah dia kepada saya dan saya akan melatih dia,” katanya
kepada mereka. Permintaannya itu dikabulkan dan ayah ini menerima pembunuh
anaknya sendiri dan menaruh perhatian kepadanya. Oleh karena pengampunan dan
kasih yang dia telah terima dan alami, anak muda yang dulunya seorang Komunis
itu, bertobat dan dibaptis, dan akhirnya menjadi seorang Pendeta di gerejanya,
melayani Tuhan dan sesama! Itulah kekuasaan cinta kasih yang mau memaafkan dan
melupakan serta rela memberi kesempatan baru!
Anak-Ku akan mereka segani. Bukan suatu kebetulan bahwa kata-kata
yang memerdekakan itu sungguh untuk kita. Tuhan mengatakan hal yang sama juga
tentang kita: Anak-Ku akan mereka segani. Itu berarti bahwa apapun
ketidaksetiaan kita di masa lalu, dosa-dosa kita, penolakan kita yang berkali-kali
terhadap suara ”para nabi,” entah melalui hati nurani atau peristiwa-peristiwa
di dalam hidup kita – Tuhan tak pernah hilang harapan untuk kita! Anak-Ku
akan mereka segani. Masa lalu kita yang sudah lewat itu sungguh menjadi
”masa lalu” dan hanya itu saja! Di bawah tatapan Allah Bapa yang MahaPengasih,
kita mengalami suatu ”kemerdekaan” yang luar biasa... kita bisa bangkit dan
mulai lagi. Apabila Tuhan campur tangan, tak ada apapun yang dapat dianggap
mustahil, tak dapat diperbaiki atau tak dapat ditebus! Meskipun seandainya suatu
saat kita merasa begitu hilang harapan untuk keselamatan, Tuhan tetap mempunyai
keyakinan dan optimisme yang berdasarkan cinta abadi: Anak-Ku akan mereka
segani.
Bagaimana mungkin seorang bisa tetap tuli terhadap janji seperti itu? (P.Noel,SDB)
“Ya” Berarti Setia
Perayaan Hari
Ulang Tahun Pernikahan yang ke-50 sepasang kakek dan nenek baru selesai. Sambil
mereka mengikuti perarakan keluar dari gereja, si kakek berbisik kepada
isterinya, “Sayang, aku cinta padamu!” Oleh karena sudah lanjut usia, si
nenek ada masalah dengan pendengarannya. “Apaaa?” tanyanya sambil
mendekatkan kupingnya ke mulut suaminya. Dengan suara yang lebih keras, si kakek
berkata lagi, “Aku bilang... aku cinta padamu!” “Apaaaa?” si nenek yang
sudah budeg itu benar-benar kesulitan mendengarkan apa-apa! Beberapa kali lagi
terulang adegan yang sama. Akhirnya, dengan suara nyaring, si kakek berteriak di
kuping isterinya, “TADI AKU BILANG... AKU CINTA PADAMU!” Sambil tersenyum,
si nenek menjawab dengan suara nyaring juga, ”OH TIDAK APA-APA... AKU JUGA
SUDAH BOSEN PADAMU!”
Mengapa sebuah janji itu seharusnya diperbaharui berkali-kali? Sebab kita ini
manusia cenderung jenuh dan bosen! Duapuluh enam tahun yang lalu, saya dan
kawan-kawan mengikrarkan kaul pertama sebagai biarawan. Sejak saat itu, baik
secara pribadi dalam kesempatan tertentu maupun secara kelompok dalam retret
tahunan, kami selalu memperbaharui janji kaul itu. Saya ditahbiskan menjadi imam
pada tahun 1989. Setiap tahun dalam Misa Krisma pada Hari Kamis Putih bersama
dengan Bapak Uskup dan di depan umat, kami para imam yang hadir memperbaharui
janji imamat. Di gereja kita, setiap bulan pada hari minggu terakhir, di dalam
misa, ada beberapa pasangan suami-isteri yang merayakan HUT pernikahannya pada
bulan itu yang bersama-sama memperbaharui janji perkawinan mereka. Dan setiap
tahun, di dalam Misa Malam Paskah, sambil memegang lilin yang bernyala, kita
bersama-sama memperbaharui janji pembaptisan kita.
”YA” yang diucapkan untuk pertama kalinya di saat pengikraran kaul
atau di dalam tahbisan imamat, di dalam upacara pernikahan diantara kedua
mempelai dan di dalam upacara pembaharuan janji baptis di saat Malam Paskah itu
harusnya diikuti dengan ”YA-YA” yang lain, sebab jika tidak,
”YA” itu lambat laun akan menjadi ”TIDAK!” Sesungguhnya
hidup kita bagaikan rangkaian YA-TIDAK-YA-TIDAK. Kadang kita seperti anak
pertama di dalam perumpamaan Yesus... Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi
ia tidak pergi. Kadang kita sadar dan bertobat seperti anak kedua...
Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Maka yang
penting bukanlah ”YA” kita yang pertama, melainkan bagaimana kita
dapat memelihara dan mempertahankan ”YA” kita itu sampai akhir! (P.Noel,SDB)
Surga di Bumi
Bayangkan bahwa
kita meninggal dunia dan kita masuk surga – disitu kita sedang mengurus taman
bunga di depan rumah kita di Jalan Raya Hidup Kekal dan tiba-tiba kita melihat
di seberang jalan Pak Batibot, yang terkenal tak pernah ke gereja, punya
beberapa isteri muda dan wanita simpanan, tukang korupsi dan kolusi dan tak
pernah membayar pajak sampai dia mengalami serangan jantung untuk kedua kalinya
dan dia bertobat dan kembali ke jalan yang benar namun hanya untuk sekitar
setahun saja, dia meninggal setelah serangan jantung yang ketiga kalinya.
Kemudian kita berpikir di dalam hati kita, “Astaga,” (kan di surga ngga
boleh bicara tidak sopan) “bagaimana mungkin dia itu
bisa dapat rumah disini persis di jalan yang sama dengan saya? Aku
kan ke
gereja tiap minggu bahkan pada hari biasa juga. Aku selalu taat kepada Sepuluh
Perintah Allah yang aku hafal sejak Komuni Pertamaku. Aku tak pernah menipu
isteri dan keluargaku seumur hidupku. Bagaimana mungkin dia ada di sini bersama
dengan aku? Apakah yang aku dapat dengan menjadi patuh dan setia terus?”
Jawaban pada pertanyaan ini tercantum secara cerdik di dalam perumpamaan Yesus.
Yang kita dapat ialah sukacita dan kebanggaan bahwa KITA DAPAT PERGI DAN BEKERJA
DI KEBUN ANGGUR PAGI-PAGI! Inilah anugerah yang mengagumkan – Bonus besar!
Karena bisa datang ke Kebun Anggur pagi-pagi, maka kita dapat menikmati relasi
dekat dengan Tuhan SEKARANG INI sebelum kita meninggal. Kita sudah dapat Surga
di bumi!
Tapi apakah kita sungguh-sungguh melihat Hidup Kristiani kita seperti pergi ke
gereja tiap minggu, menerima sakramen-sakramen, terlibat dalam pelayanan dan
berbagai kegiatan di dalam gereja dan mentaati Perintah Allah sudah sebagai
Hadiah sendiri – ataukah kita melihat Hidup Kristiani kita, seperti para pekerja
di kebun anggur yang datang pagi-pagi, sebagai pekerjaan berat sepanjang hari
yang harus dibalas secara adil dengan upah? Jika kita menjadikan Hidup Kristiani
semata-mata kegiatan-kegiatan dan pekerjaan-pekerjaan yang harus diupah nanti,
kita akan selalu tak bahagia, merasa dibebani dan selalu marah seperti para
pekerja yang datang ke kebun anggur duluan dan mengeluh tentang mereka yang
datang belakangan.
Bekerja di Kebun Anggur itu adalah sekaligus Hadiah sendiri sebab jika kita ada
di Kebun, itu berarti Tuhan beserta kita. Sakramen-sakramen, pelayanan, Hidup
Kristiani itu memang menuntut pengorbanan – tetapi seperti setiap pekerjaan yang
luhur dan bermakna – ia juga mendatangkan kebahagiaan. Sesungguhnya itu
menjadikan bumi ini seperti surga. (P.Noel, SDB)
Tujuh Puluh Kali Tujuh
Pada suatu sore,
seorang putra menghampiri ibunya di dapur, yang sedang menyiapkan makan malam,
dan ia menyerahkan selembar kertas yang selesai ditulisnya. Setelah ibunya
mengeringkan tangannya, ia membacanya dan inilah tulisan si anak:
1. untuk memotong rumput, Rp 35.000
2. untuk membersihkan kamar tadi pagi, Rp 7.000
3. untuk pergi ke toko menggantikan mama, Rp 3.500
4. untuk menjaga adik waktu mama belanja, Rp 2.000
5. untuk membuang sampah , Rp 7.000
6. untuk rapor yang bagus, Rp 40.000
7. untuk membersihkan dan menyapu halaman, Rp 20.000
8. jumlah utang, Rp 114.500
Si ibu memandang anaknya yang berdiri disitu dengan penuh harap. Berbagai
kenangan terlintas dalam pikiran ibu itu. Kemudian ia mengambil bolpen,
membalikkan kertasnya, dan inilah yang dituliskannya:
1. untuk sembilan bulan ketika mama mengandung kamu selama kamu tumbuh dalam
perut mama, GRATIS
2. untuk semua malam ketika mama menemani kamu, mengobati kamu, dan mendoakan
kamu, GRATIS
3. untuk semua saat susah, dan semua air mata yang kamu sebabkan selama ini,
GRATIS
4. untuk semua malam yang dipenuhi rasa takut dan untuk rasa cemas di waktu yang
akan datang, GRATIS
5. untuk mainan, makanan, baju, dan juga menyeka hidung kamu, GRATIS, anakku
6. dan kalau kamu menjumlahkan semuanya, harga cinta sejati mama adalah GRATIS!
Ketika anak itu selesai membaca apa yang ditulis ibunya, air matanya berlinang,
dan ia menatap wajah ibunya dan berkata, ”Ma, aku sayang sekali pada Mama.”
Dan kemudian ia mengambil bolpen dan menulis dengan huruf besar-besar: LUNAS.
Manusia selalu cenderung memperhitungkan apapun... termasuk Cinta. Padahal
“ukuran” cinta kasih itu adalah “tanpa ukuran.” Suatu saat Yesus berbicara
tentang cinta kasih kepada sesama tanpa kecuali, seorang ahli Taurat bertanya
kepada-Nya, “Siapakah sesamaku manusia?” Dengan kata lain,
Siapakah yang termasuk orang-orang yang aku harus cintai? Sebab mereka
selalu menafsirkan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri
dengan “Kasihilah sesamamu manusia, yaitu sesama orang Yahudi, tapi kamu
tidak wajib mengasihi orang yang bukan sesamamu!” Maka Yesus pun
menceriterakan perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik supaya mengajar bahwa
cinta sejati itu tidak memperhitungkan risiko dan tantangan, dan tidak melihat
lagi musuh atau lawan.
Petrus juga memperhitungkan bagaimana dia harus menghadapi orang yang bersalah
kepadanya, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika
ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Dengan kata lain,
Haruskah aku memaafkan orang berkali-kali? Yesus menjawab, ”Bukan
sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali,” yaitu
bukan hanya banyak kali tetapi SETIAP KALI. Maka Yesus pun menceriterakan
perumpamaan tentang Pengampunan supaya mengajar bahwa kita harus selalu bersedia
memaafkan sesama sebab Tuhan Sendiri selalu rela mengampuni kita dan tidak
memperhitungkan lagi dosa kita!
Syukurlah Tuhan itu tidak seperti manusia yang selalu perhitungan! Sebab
bagaimana mungkin kita dapat membayar segala ”utang” kita kepada-Nya? Kasih-Nya
itu tulus dan merangkul semua tanpa kecuali... tanpa pamrih dan tak pernah
memperhitungkan apapun. Semakin kita hidup dalam kasih-Nya itu, semakin kita
sanggup mengasihi dengan sempurna dan memaafkan sesama yang bersalah kepada kita
sampai tujuh puluh kali tujuh kali! (P.Noel,SDB)
Kasihilah Dirimu Sendiri
Inilah sepuluh
anjuran untuk membantu kamu memperkembangkan dan memelihara gambar-diri yang
sehat. Bacalah pelan-pelan. Renungkanlah secara tetap.
1. Bencilah dosamu, tapi jangan pernah membenci dirimu.
2. Cepatlah untuk menyesali kesalahan.
3. Apabila Tuhan memberimu terang, berjalanlah di dalam terang-Nya itu.
4. Berhentilah mengatakan hal-hal yang buruk tentang dirimu sendiri. Tuhan
mencintaimu dan tidaklah benar jika kamu membenci sesuatu yang Dia cintai. Dia
mempunyai rancangan-rancangan yang indah bagimu, jadi kamu melawan-Nya jika kamu
berbicara secara negatif mengenai masa depanmu sendiri.
5. Janganlah takut untuk mengaku bahwa kamu telah berbuat kesalahan, tapi
janganlah selalu berprasangka bahwa kamulah yang salah setiap saat ada yang
tidak benar.
6. Jangan terlalu memikirkan apa yang sudah kamu lakukan, baik yang benar maupun
yang salah; itu sama dengan memikirkan terus diri sendiri! Pusatkanlah pikiranmu
kepada Kristus.
7. Jagalah dirimu sendiri secara fisik. Manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya apa
yang Tuhan telah berikan padamu demi tugasmu, tapi janganlah menjadi terobsesi
dengan penampilanmu.
8. Janganlah berhenti untuk belajar tapi jangan sampai ilmu itu membuat kamu
sombong. Tuhan memakai kamu bukan karena apa yang ada di dalam kepalamu
melainkan karena apa yang ada di dalam hatimu.
9. Sadarilah bahwa setiap talentamu adalah anugerah, bukanlah sesuatu yang kamu
ciptakan sendiri; jangan pernah merendahkan orang lain yang tidak sanggup
melakukan apa yang kamu dapat lakukan.
10. Janganlah meremehkan kelemahan-kelemahan dirimu...merekalah yang membuat
kamu tetap tergantung pada Tuhan.
(P.Noel,SDB)
Bila Aku Tak Mengerti
Pagi itu seperti
biasa si bapak pergi untuk bekerja, seorang eksekutif di suatu perusahaan. Dia
mengemudikan mobil kantornya melewati tempat-tempat yang biasa termasuk gereja
dimana keluarganya menjadi anggota yang aktif. Sesampainya di kantor, dia
bersama beberapa rekan kerjanya dipanggil ke ruang pertemuan untuk suatu rapat
darurat. Tanpa peringatan, perusahaannya memutuskan untuk menutup beberapa
departemen karena alasan penghematan dan masalah ekonomis. Cukup banyak pekerja
harus diberhentikan... termasuk dia sendiri!
“Jangan khawatir,” pimpinan berusaha untuk menghibur mereka, “kalian
akan menerima kompensasi yang cukup memuaskan.” Memang si bapak ini masih
muda dan lumayan berbakat dan kemungkinan untuk menemukan pekerjaan baru sangat
besar. Tetapi sambil dalam perjalanan pulang dia memikirkan terus tentang
bagaimana harus mulai lagi dari awal. “Tuhan, aku
sungguh tidak mengerti. Kami benar-benar mencintai tempat ini! Setelah
lima kali berpindah-pindah selama sepuluh tahun akhirnya kami menemukan
lingkungan dan komunitas yang cocok dan kami sangat mengharapkan dapat menetap
disini. Mengapa Tuhan membiarkan hal ini terjadi kepada keluarga kami...?”
Ada orang-orang yang berpikir bahwa jika mereka percaya kepada Tuhan mereka akan
bebas dari masalah, dan karena itu jika pencobaan datang, mereka langsung
mempertanyakan kebaikan dan keadilan Tuhan! Simon Petrus membutuhkan terang
ilahi untuk mengakui Yesus sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup,
Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu
kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Tanpa terang ilahi yang sama,
dia tidak mengerti mengapa Yesus harus menderita sengsara sampai wafat di salib!
Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan
menimpa Engkau.
Iman akan Tuhan tidak menjamin kesejahteraan dan kekurangan iman tidak menjamin
masalah. Sebab jika demikian, orang akan percaya kepada Tuhan terus hanya supaya
menjadi kaya dan merasa aman! Tuhan itu dapat menyelamatkan kita dari segala
penderitaan tetapi Dia juga bisa mengizinkan penderitaan itu datang kepada kita
dengan alasan yang tidak dapat kita pahami. Pada saat-saat yang penuh gejolak
itulah si jahat selalu berusaha membujuk kita untuk meragukan Tuhan!
Sesungguhnya penderitaan itu adalah misteri... misteri yang bukan untuk dipahami
melainkan untuk dihayati dan diterima dalam iman dan dengan terang ilahi. (P.Noel,SDB)
Yesus Di Rumahmu
Ada seorang yang
mengundang Tuhan untuk tinggal bersamanya di rumahnya yang besar. Pada saat
Tuhan datang, orang ini memberikan kepada-Nya kamar yang paling bagus di rumah
itu. “Yesus, kamar ini milik-Mu ya! Kau bisa tinggal disini sampai kapanpun
dan Kau bebas melakukan apapun dengan kamar ini. Pokoknya kamar ini dan segala
isinya adalah milik-Mu!”
Pada malam itu saat dia sudah istirahat terdengarlah suara ketokan yang amat
keras di pintu utama. Dia keluar dari kamarnya dan pada saat membuka pintu, dia
begitu kaget melihat iblis bersama dengan tiga setan yang lain! Mereka berusaha
untuk masuk dan menyerangnya. Tetapi dia melawan mereka sampai akhirnya dia
berhasil menutup pintu dan menguncinya. Capai dan lelah dia kembali ke kamarnya
sambil berpikir, “Ya ampun, aku setengah mati berperang dengan setan-setan
sedangkan Yesus tidur nyenyak di kamar yang paling bagus di rumahku! Ah ngga
apa-apa, mungkin Dia memang ngga dengar...” Kemudian ia pun tertidur.
Hari kemudian pada tengah malam tiba-tiba ada bunyi yang begitu keras seperti
mendobrak pintu utama! Dia segera keluar dari kamarnya dan ternyata di depan
rumah sudah ada belasan setan-setan yang berusaha untuk masuk! Dengan sekuat
tenaga dia melawan dan mengusir mahkluk-mahkluk kegelapan itu dan akhirnya
setelah bergulat selama tiga jam lebih dia berhasil menutup pintu. Sekarang dia
sungguh lelah habis! Ditambah lagi dengan rasa bingungnya karena sikap Tamunya
yang cuek, “Mengapa Tuhan tidak mau menolong saya? Mengapa Dia membiarkan
saya melawan setan-setan itu sendirian?” Karena capai tertidurlah ia di atas
sofa yang ada di ruang tamu.
Pagi-pagi hari berikutnya dia datang kepada Yesus untuk membicarakan masalah
yang terjadi pada dua malam terakhir itu. Setelah dia masuk ke kamar Yesus dia
langsung berkata, “Yesus, aku sungguh tidak mengerti. Dua malam terakhir ini
aku harus melawan setan-setan sendirian dan berusaha mengusir mereka dari rumah
sedangkan Kau tidur saja disini. Bukankah aku telah memberikan kepada-Mu kamar
yang paling bagus? Aku kira saat aku mengundang Kau tinggal bersamaku di rumah
ini, pasti Kau akan selalu memperhatikan aku dan melindungi aku. Aku telah
memberikan yang paling bagus kepada Kau. Apalagi yang harus kulakukan?”
“Hai anak-Ku,” Yesus berkata sambil menatapnya dengan penuh kasih dan
perhatian, “Aku sungguh mengasihimu. Aku melindungi semua yang kamu telah
serahkan pada-Ku. Saat kamu mengundang Aku untuk tinggal bersamamu, kamu memang
memberikan kamar yang paling bagus tetapi kamu juga menutupi pintu ke
bagian-bagian lain rumahmu! Aku telah melindungi kamar ini dan tidak ada setan
satupun yang dapat masuk kesini. Sungguh Aku telah menjadi Tuan kamar ini tetapi
bukan Raja rumahmu.” ”Maafkan aku, Tuhan,” dia berkata kepada Yesus.
”Ambillah seluruh rumahku ini... ini adalah milik-Mu! Aku ingin supaya Engkau
merajai seluruhnya!” Sambil berkata demikian, dia membuka pintu kamar
lebar-lebar dan bersujud di hadapan Tuhan.
Tuhan menginginkan seluruh dirimu... bukan sebagian saja! Dia akan menerima
apapun dan semuanya yang kamu serahkan pada-Nya, dan tidak lebih dari itu.
Apakah kamu sungguh rela menyerahkan segalanya kepada-Nya? ”Tetapi apa
katamu, siapakah Aku ini?” tanya Yesus kepada Petrus dan kawan-kawannya.
Siapakah Yesus bagimu? Seberapa besar bagian dari hatimu yang telah kamu
serahkan kepada Tuhan? Mungkinkah kamu menyimpan sebagiannya daripada Tuhan?
Kesediaan dan kerelaan kamu untuk menyerahkan segalanya kepada Yesus tergantung
pada jawaban kamu pada pertanyaan-Nya itu. “Engkau adalah Mesias, Anak
Allah yang hidup!” Jadikanlah Yesus Raja dan Tuhanmu dan biarkanlah Dia
yang berperang melawan serangan ribuan setan demi kamu! Dia selalu menang. (P.Noel,
SDB)
Imamat dan Project Pop
“Cinta
bagai teka-teki,
Muncul dalam banyak sandi,
Cobalah artikan dengan sepenuh hati.
Bisa saja sampai mati
Kita masih terus mencari,
Menemukan arti
Cinta adalah Misteri.”
Refren dari lagu Project Pop itu merupakan salah satu sumber renungan pribadi
saya saat mengikuti Misa Pentahbisan di gereja kita tanggal 15 Agustus ini.
Cinta adalah Misteri... sama seperti Imamat... Imamat adalah
Misteri.... Sebab Imamat itu berdasarkan Cinta... Cinta Tuhan kepada
seorang yang Dia pilih dan urapi sebagai Imam-Nya dan Cinta orang itu yang
menanggapi panggilan Tuhan dengan menyerahkan diri seutuhnya!
Peristiwa yang sangat istimewa itu mengingatkan saya akan pengalaman pribadi
pada saat ditahbiskan enambelas tahun yang lalu. Jika ditanya “bagaimana rasanya”
sudah menjadi imam, saya suka menjawab, “Senang sekali, seperti orang yang
begitu beruntung karena mendapatkan hadiah utama di lotere!” Padahal sama
sekali tak ada bandingannya antara menang lotere dan menerima Sakramen Imamat.
Menang lotere itu selalu ada unsur hoki atau keberuntungan alias tak sengaja;
sedangkan untuk seorang menjadi imam itu adalah seratus persen pekerjaan Tuhan
dan pasti disengaja! Dengan alasan yang hanya Dia yang tahu dan dengan cara yang
hanya Dia yang dapat menyusun, Tuhan memilih dan memanggil seorang dari antara
umat-Nya. Orang yang terpilih itu hanya dapat bersyukur, bekerjasama dan
berusaha untuk setia kepada Yang Memanggil. Dia adalah imam bukan karena dia ”beruntung,”
melainkan karena dia ”terberkati.”
Imamat adalah misteri... sama seperti Cinta... dan seperti halnya dengan setiap
misteri, ia bukan untuk dimengerti melainkan untuk dihayati! Orang yang
terpanggil itu hanya dapat berdoa di dalam hatinya:
”Aku ini adalah imam-Mu untuk selamanya. Tangan-Mu, ya Allah-ku, akan selalu
menaungiku dan tak akan pernah meninggalkanku. Apapun yang terjadi dalam hidupku
mulai saat ini jadilah ungkapan jawabanku kepada panggilan-Mu!”
(P.Noel,SDB)
Jaring Laba-laba
Waktu Perang
Dunia II ada suatu cerita tentang seorang tentara muda dan kawan-kawannya yang
sedang dikejar musuh. Mereka berlari-larian dan akhirnya pemuda itu terpisah
dari kelompoknya. Berlari dan berjalan tanpa tujuan yang jelas, tiba-tiba dia
berhadapan dengan sebuah gua. Karena musuh di belakangnya sudah makin dekat dan
juga karena dia sudah begitu lelah, dia memutuskan untuk bersembunyi disitu.
Cepat-cepat dia merangkak melalui jalan masuk yang kecil itu, dan di dalam
kegelapan dia mulai berdoa kepada Tuhan untuk menyelamatkannya dari bahaya. Dan
pada saat itu pula ia berjanji kepada Tuhan bahwa jika ia selamat, dia akan
menyerahkan dirinya dan melayani-Nya seumur hidup!
Sambil berdoa demikian, dia memperhatikan seekor laba-laba yang tiba-tiba muncul
dan mulai membuat jaringnya pas di jalan masuk gua itu! Sambil memandangnya, si
pemuda itu berpikir, Ya ampun, aku meminta Tuhan untuk pertolongan dan
keselamatan tapi Tuhan mengirim seekor laba-laba! Bagaimana seekor laba-laba
dapat menyelamatkan aku?
Makin dekat musuh yang mengejarnya, makin takutlah dia. Di dalam gua yang gelap
itu, dia bisa mendengarkan debar jantungnya sendiri sambil salah satu tentara
berdiri pas di depan gua itu dan mengintip ke dalam. Dia menyiapkan dirinya
untuk apapun yang dapat terjadi jika tentara itu mencoba masuk ke dalam. Namun
begitu kaget dia pada saat musuh itu mundur dari jalan masuk gua itu dan
berteriak ke arah kawan-kawannya, ”Tidak mungkin ada orang di dalam gua ini.
Sini ada jaring laba-laba yang masih utuh... jika tadi ada orang yang masuk
seharusnya ini langsung hancur! Ayo, jalan terus!”
Setelah beberapa tahun kemudian, pemuda itu memenuhi janjinya untuk menyerahkan
dirinya dalam pelayanan dan pewartaan Sabda Tuhan. Dia selalu bersemangat
memberi kesaksian tentang bagaimana dia mengalami keselamatan secara istimewa.
Barangkali tidak jauh dari pengalaman Simon Petrus dan kawan-kawan pada saat
perahu mereka diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal! Datanglah
Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Suatu tanda bahwa Dia
menguasai alam semesta... bahwa tidak ada yang mustahil bagi-Nya... dan bahwa di
saat yang paling kita butuh uluran tangan-Nya, pasti Dia hadir menguatkan dan
meneguhkan kita, “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”
Sesungguhnya dimana Tuhan berada, jaring laba-laba itu bagaikan dinding tembok.
Dimana Dia tak hadir, dinding tembok itu bagaikan jaring laba-laba. (P.Noel,SDB)
Gelang Mutiara
”Mom, pliiiis..
beliin donk,”
kata seorang anak kecil kepada ibunya saat melihat gelang mutiara di stand
aksesori. Ibunya bertanya kepada wanita yang menjaga toko berapa harga gelang
imitasi yang lucu itu. “Duapuluh ribu bu, import dari Korea,” sahutnya.
Sang ibu berpaling lagi kepada si kecil manis yang sedang memandangnya dengan
penuh harapan. “Ok sayang, minggu depan
kan
birthday kamu. Kalau kamu jadi anak yang baik, taat dan cepat bobo malam, nanti
Mama beliin ya.”
Beberapa hari
kemudian, pada hari ulang tahunnya yang ke-enam, dia dapat kado yang
dinanti-nantikan itu, gelang mutiara! Dia sangat suka pada gelangnya itu. Dia
memakainya dimana-mana, di Gereja, di sekolah, bahkan di tempat tidurnya juga!
Hanya pada saat dia sedang bermain baru dia melepas gelangnya itu. Mamanya
bilang jika kena keringat gelangnya bisa berganti warna.
Dia mempunyai ayah yang baik sekali. Setiap malam sebelum si kecil tidur, pasti
ayahnya datang ke kamarnya dan membacakan buku cerita untuk dia. Suatu malam
setelah selesai satu cerita, dia bertanya, “Nak, sayang ngga ama Daddy?” “Oh
tentu saja, aku sayang Daddy!” “Kalau begitu berikan kepada Daddy gelang mutiara
kamu ya.” “Hmm... jangan gelang saya Dad,” kata si kecil sambil tersenyum,
”tapi kalau Daddy mau, bisa ambil boneka saya yang bisa nyanyi itu.” “Ngga
apa-apa, nak,” kata sang ayah, “Daddy sayang kamu. Goodnight.”
Kemudian dia mencium anaknya.
Seminggu kemudian, setelah membaca buku cerita, dia bertanya lagi kepada si
kecil, “Nak, sayang ngga ama Daddy?” “Oh tentu saja, aku sayang Daddy!”
“Kalau begitu berikan kepada Daddy gelang mutiara kamu ya.” “Hmm... jangan
gelang saya Dad,” kata si kecil sambil tersenyum, ”ambil saja boneka
Barbie kesukaan saya oke.” ”Ngga apa-apa, sayangku,” kata ayahnya, ”tidur
baik-baik ya. Tuhan sayang kamu dan Daddy juga!” Dan seperti biasa dia
mencium anaknya.
Suatu malam, pada saat ayahnya masuk kamar, dia menemukan si kecil sedang duduk
di tempat tidur dan sepertinya sedang menangis. ”Ada
apa sayang?”
tanyanya kepada anak tercinta yang tidak mengatakan apa-apa
tetapi langsung mengulurkan tangan kepada ayahnya. Saat membuka tangannya itu,
ternyata dia sedang memegang gelang kesayangannya. ”Daddy, ini untuk Daddy!”
Airmatanya berlinang, sang ayah menerima gelang murahan itu dengan satu
tangan dan dengan tangan yang lain dia mengambil sebuah kotak kecil yang berisi
gelang mutiara yang asli dan memberikannya kepada si kecil!
Selama itu ternyata sang ayah sudah menyimpannya. Dia hanya menunggu saat si
kecil sudah rela menyerahkan gelang mutiara aksesori itu supaya dia bisa
memberikan gelang mutiara yang tulen dan asli! Sama juga dengan Allah Bapa kita.
Dia menunggu saat kita rela menyerahkan kepada-Nya apapun yang murahan dan tak
berguna di dalam hidup kita supaya Dia bisa memberikan harta yang benar-benar
indah dan berharga! Tuhan sungguh baik, bukan?
Apakah kamu masih berpegang erat pada sesuatu yang jelas Tuhan ingin kamu
lepaskan? Mungkinkah kamu masih berpegang pada sesuatu yang tidak benar,
kebiasaan-kebiasaan buruk atau cara hidup yang jauh dari Tuhan dan amat sangat
susah meninggalkannya? Memang apa yang ada di dalam tangan Tuhan kamu tidak
mengetahui, namun percayalah... Dia tak akan pernah mengambil apapun daripadamu
tanpa menggantikannya dengan sesuatu yang jauh lebih indah dan berharga! (P.Noel,SDB)
Dilarang Potong Rumput
Saya punya dua
pertanyaan untukmu.
Pertama, jika kamu kenal dengan seorang wanita yang hamil, yang sudah punya
delapan orang anak, ketiganya adalah tuli, keduanya adalah buta, satu adalah
catat mental dan ibu itu sendiri punya penyakit kelamin, apakah kamu akan
menganjurkan agar dia melakukan aborsi?
Bacalah pertanyaan berikut ini sebelum menjawab.
Saatnya untuk memilih pemimpin dunia yang baru, dan tinggal suara kamu
satu-satunya yang menentukan hasil. Inilah profil-profil dari ketiga calon yang
dapat dipilih:
Calon A : Dia suka bergaul dengan politisi-politisi korup dan sangat percaya
pada orang-orang peramal dan paranormal. Dia pernah punya dua isteri simpanan.
Dia juga perokok berat dan suka minum sampai mabuk-mabukan!
Calon B : Dua kali dia pernah dipecat dari tempat kerjanya, sering bangun siang,
waktu masih duduk di bangku SMA pernah ditangkap karena memiliki opium dan suka
minum alkohol setiap malam.
Calon C : Dia pernah aktif sebagai putera altar di gerejanya pada masa remajanya.
Dia vegetarian dan tidak merokok, kadang-kadang suka minum bir dan sebagai suami
tak pernah menipu isterinya.
Calon manakah yang akan kamu pilih?
Kejutan! Calon A adalah Franklin D. Roosevelt. Calon B adalah Winston Churchill.
Calon C adalah Adolph Hitler!
Dan jika jawaban kamu pada pertanyaan pertama adalah YA, maka kamu telah
”membunuh” Beethoven!
Pada saat tuan ladang itu ditanya oleh hamba-hambanya apakah mereka harus
mencabut lalang yang ditaburkan musuh itu, ia menjawab: Jangan, sebab
mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah
ke-duanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Sebenarnya rumput lalang
itu nampak persis seperti gandum. Warnanya sama dan bentuk serta daunnya mirip
sekali dengan gandum! Oleh karena itu, jika kita mencabut lalang itu, bisa saja
kita mencabut juga gandum bersama dengannya!
Manusia bagaikan lalang dan gandum yang hidup dan tumbuh bersama
di ladang yang sama. Tuhan membiarkan anak-anak si jahat itu untuk hidup dan
bertumbuh dengan harapan bahwa mereka akan bertobat dan ”menjadi gandum.” Tetapi
apakah mereka benar-benar akan berubah nanti? Hanya Tuhan yang tahu. Sementara
itu kita bagaikan gandum harus hidup dan bertumbuh bersama dengan lalang dengan
kesabaran dan toleransi yang berdasarkan iman dan optimisme bahwa Tuhan ada
rancangan yang indah bagi setiap anak-Nya. Dan janganlah kita menganggap diri
”lebih baik” dari yang lain, sebab ternyata gandum pun dapat berubah ”menjadi
lalang.” (P.Noel,SDB)
Batu, Bukit dan Tanah
Peringatan:
ceritera ini BUKAN bagian Injil!
Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Marilah ke tempat yang sunyi dan
beristirahatlah seketika!" Sebab memang begitu banyaknya tugas pelayanan mereka
sehingga makan pun mereka tidak sempat. Maka bersiap-siaplah mereka untuk naik
ke atas bukit dimana mereka bisa sendirian dan menikmati keheningan sejenak.
Kemudian Yesus berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam
perjalanan, kecuali sebuah batu, roti pun jangan, bekal pun jangan, uang dalam
ikat pinggang pun jangan. Maka setiap rasul itu mencari sebuah batu untuk dibawa
dan masing-masing mencari batu yang berukuran sedang. Masing-masing... kecuali
Yudas Iskariot yang mengkhianati-Nya. Ia mendapatkan sebuah batu kerikil dan
itulah yang dia bawa sambil berkata kepada yang lain, "Guru menyuruh kita
membawa batu, dan bukankah ini juga adalah batu?" Ketika mereka sudah berjalan
dan terutama saat mendaki bukit yang ternyata jalannya agak susah, batu yang
mereka bawa itu mulai terasa berat, namun dengan tekun mereka tetap berusaha.
Sementara, Yudas Iskariot itu dengan batu kerikil di kantongnya, naik turun
bahkan berlari-lari sambil menertawakan mereka: "Nah lihat, gara-gara kalian
membawa batu besar-besar seperti itu maka kalian bersusah-payah!" Pada saat
mereka sudah sampai ke puncak, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kepada-Ku,
kalian yang letih lesu dan berbeban berat... datanglah kesini, kalian yang
kelaparan... batu yang kalian bawa itu Ku-ubah menjadi roti sekarang juga!" Dan
terjadilah demikian, di depan mata mereka sendiri, para rasul secara ajaib
masing-masing mendapatkan roti yang sebesar batu-batu yang mereka bawa itu! Dan
mereka semuanya makan sampai kenyang. Semuanya... kecuali Yudas Iskariot yang
mendapatkan roti yang sekecil batu kerikil yang ia bawa itu!
Kita menuai apa yang kita tabur. Prinsipnya sama dalam hidup rohani kita: setiap
saat kita "naik ke atas bukit," Yesus menyuruh kita supaya "membawa batu."
Berdoa, merenung, menyepi itu bagaikan "naik ke atas bukit" supaya kita
sendirian dengan Tuhan. "Batu" yang kita bawa itu ialah kerinduan dan keinginan
kita untuk berjumpa dengan Tuhan. Jika besarlah kerinduan dan keinginan kita
untuk bertemu dengan Tuhan "di atas bukit" itu, maka besarlah "roti" yang kita
dapat, yaitu damai, kasih dan sukacita sebagai buah dari doa yang sejati!
Kita menuai apa yang kita tabur. Dan jika tanah yang kita cangkul dan pupuk itu
sungguh subur, benih yang ditabur kepadanya akan berbuah: ada yang seratus
kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.
Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar! Dengan kata lain, bawalah
selalu "batu" yang besar setiap saat "naik ke atas bukit" dan jadilah selalu
tanah yang baik dan subur, maka tuaian akan melimpah dan kita pun makan sampai
kenyang. (P.Noel, SDB)
Bagaikan Seekor Keledai
Sebagai imam
baru, saya pernah diundang untuk menjadi pembicara di salah satu Persekutuan Doa
yang terkenal dan jumlah anggotanya cukup banyak. Di depan gedung dimana "Life
in the Spirit Seminar" itu diselenggarakan, ada spanduk yang dibentangkan.
Disitu tertulis dengan huruf yang berukuran agak besar "JESUS IS LORD," tetapi
dibawahnya ada tulisan juga yang hurufnya agak lebih besar lagi, "SPEAKER: FR.
NOEL VILLAFUERTE SDB." Wow. jantung saya tiba-tiba berdebar dan ego saya
melompat-lompat! Apalagi pada saat saya melihat sekilas dari belakang panggung
betapa penuh sesak aulanya dengan orang-orang yang datang mau mendengarkan dan
melihat seorang pastor muda yang baru ditahbiskan! "It's showtime!" saya
berkata di dalam hati. Namun memang Tuhan itu selalu punya cara untuk menegor
dan menyadarkan anak-Nya yang sombong dan tidak tahu diri. Tiba-tiba entah
karena cuaca atau apa, suara saya hilang! Air putih, jus jeruk, vitamin C,
permen mint dan macam-macam obat lain lagi dimasukin di tenggorokan saya, tetapi
tak ada satupun yang bisa menolong! Suara saya tetap tidak keluar. Akhirnya,
karena acara tidak bisa ditunda lagi maka ada seorang pastor senior yang baik
hati yang menggantikan saya secara darurat! Sementara di pojok sebuah ruangan,
dengan kepala tertunduk, saya berdoa di dalam hati, "Maafkan hamba-Mu, ya
Tuhan, dan terima kasih! Aku mengerti apa yang Kau ingin sampaikan." Dan
saya mengambil keputusan pada saat itu juga: "Mulai saat ini nama saya tidak
akan pernah tampil lagi lebih besar daripada YESUS ADALAH TUHAN!"
Waktu Yesus masuk ke Yerusalem, seperti dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama, Ia
mengendarai seekor keledai. Saya mau ber-fantasi sedikit dan membayangkan
pengalaman serta perasaan si keledai itu. Pasti dia sangat bangga pada
Penumpangnya... ini bukanlah orang biasa... ini adalah Yesus dari Nazaret, Guru
yang terkenal di seluruh bangsa! Tetapi pada saat orang banyak yang sangat besar
jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan dan ada pula yang memotong
ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan, jantungnya mulai
berdebar dan egonya melompat-lompat! "Wow! Lihat semua perhatian dan
penghormatan yang orang banyak ini berikan kepada SAYA!" Baru dia sadar akan
kebodohannya pada saat Yesus itu sudah turun, dan orang berbondong-bondong
mengikuti-Nya kemana saja, sedangkan dia itu ditinggalkan dan tak diperhatikan
lagi!
Ternyata orang yang suka meninggikan diri dan menganggap diri lebih besar
daripada Tuhan tidak jauh beda dari seekor keledai! Oleh karena itu, Yesus
mengajak kita, Marilah kepada-Ku... dan belajarlah pada-Ku, sebab Aku ini
lemah lembut dan rendah hati. "Tuhan,
berikanlah kepadaku hati yang baru... hati yang lembut dan taat, serta kesadaran
bahwa aku ini hanyalah alat-Mu yang tak berguna bagaikan seekor keledai. Amin."
(P.Noel, SDB)
Lowongan Kerja
Pernahkah kamu
menolak undangan untuk menjadi lebih aktif dalam pelayanan di Gereja karena
merasa tidak sanggup atau tidak layak? Ada banyak alasan mengapa seharusnya
Tuhan tidak memilih kamu. Tapi tak usah merasa minder. Teman-teman kamu banyak!
Misalnya...
Musa berbicara dengan gagap.
Isteri nabi Hosea itu seorang pelacur.
Maria Magdalena berprofesi “kupu-kupu malam.”
Nabi Amos hanya seorang peternak dan pemungut buah ara hutan.
Daud pernah ada affair dengan isteri orang.
Salomo itu kaya-raya.
Zakeus pemungut cukai yang korup.
Abraham terlalu tua.
Daud terlalu muda.
Timotius mempunyai luka borok.
Petrus itu pengecut.
Paulus adalah seorang pembunuh.
Dan Musa juga.
Miriam (saudari Musa) itu tukang gosip.
Yunus lari bersembunyi dari Tuhan.
Tomas adalah orang yang bimbang dan tidak yakin.
Nabi Yeremias mengalami depresi sampai ingin bunuh diri.
Yohanes Pembaptis itu bawel dan cerewet.
Marta itu aktivis dan seksi repot.
Maria pemalas dan suka duduk saja.
Simson mempunyai rambut panjang.
Nuh itu pemabuk.
O iya, Simon alias Zelot itu darah tinggi dan cepat marah. Sama juga dengan
Petrus, Paulus... dan masih banyak lagi di dalam Kitab Suci! Tapi Tuhan tak
pernah memerlukan job interview jika mencari dan memilih pekerja-pekerja
di ladang-Nya. Dia bukan seperti seorang pengusaha yang mengupahi karyawannya
kemudian memecat semaunya, sebab Dia itu lebih sebagai Bapak daripada Bos bagi
kita! Dia tidak punya prasangka atau pikiran negatif terhadap siapapun... dan
Dia tak pernah menghakimi. Iblis berbisik, “Kamu tidak layak!” Yesus
berkata, “So what?... AKU layak.” Iblis berpaling ke belakang dan melihat
segala kegagalan kita. Tuhan berpaling ke belakang dan melihat Salib. Dia tidak
memperhitungkan kegagalan kita lima atau sepuluh tahun lalu. Bahkan tidak ada
catatannya sama sekali!
Di ladang Tuhan ada banyak lowongan kerja. Tuhan sedang mencari pekerja-pekerja.
Memang ada banyak alasan mengapa seharusnya Tuhan tidak memilih saya atau kamu.
Tapi jika kita sungguh mencintai-Nya dan kita sungguh merindukan-Nya, Dia akan
tetap memakai kita... siapapun kita dan darimana pun kita. Yang Dia pilih itu
menjadi orang yang begitu berharga di mata-Nya: Dan barangsiapa memberi
air sejuk secangkir saja kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku...
sungguh, ia tidak akan kehilangan upahnya. (P.Noel,SDB)
Takut Akan Tuhan
Dracula, The
Grudge, Jelangkung, The Exorcist, Amityville... semua film horor menggambarkan
betapa serem dan jeleknya iblis dan kehebatannya menyiksa dan membunuh manusia.
Hebatnya film itu tergantung sampai mana orang yang nonton itu gemetar ketakutan,
terbawa mimpi, bahkan terintimidasi! Lewat film horor, tradisi nenek moyang,
cerita-cerita hantu turun-temurun dan lain-lain, banyak orang dibikin secara
tidak langsung kagum sama iblis. Seolah-olah iblis itu begitu hebat kuasanya,
bisa mencabut nyawa orang, bisa muncul dimana-mana, bentuknya serem! Akibatnya,
banyak orang yang takut lewat kuburan, takut ke tempat gelap, ngga bisa tidur
sendirian dan gampang percaya pada tahkyul-tahkyul. Akhirnya orang jadi lebih
takut akan rupa dan manifestasi iblis dibandingkan takut akan Tuhan! Namun yang
mengherankan adalah kalau nyontek di skul berani, mencuri peralatan kantor
berani, menipu client atau customer berani, berbohong berani, berbuat dosa
berani.
Tidak sadarkah kita bahwa Tuhan ada dimana-mana dan melihat segala perbuatan
kita? Lupakah kita bahwa Tuhan bisa melakukan apa saja yang Dia inginkan,
termasuk soal nyawa kita? Dan janganlah kamu takut kepada mereka, yang
hanya dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; tetapi
takutlah Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.
Takut akan iblis itu membuat kita lupa akan Tuhan. Padahal sesungguhnya iblis
itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Tuhan! Seharusnya kita takut akan
Tuhan, jangan takut iblis! Disini ada setan... so what, gitu loh... tapi yang
pasti dan yang penting, disini ada Tuhan! (P.Noel,SDB)
Hari Gene Belum Makan?!
Ada seorang yang
membeli seekor burung kakatua. Karena katanya burung itu pinter alias bisa
ngomong maka harganya mahal bukan main! Tapi setelah hanya beberapa hari, dia
kembali ke pet shop untuk mengeluh, ”Burung ini tak pernah mengeluarkan satu
kata pun!” Maka orang dari toko itu menganjurkan, ”Coba beli cermin dan
masukin ke dalam kandang. Kadang-kadang jika burung itu melihat dirinya di
cermin ia mulai berbicara.” Dengan semangat dia membeli cermin dan pulang.
Hari kemudian dia datang lagi, ”Burung kakatua saya tetap diam saja!” ”Ah,
sekarang coba masukin tangga kecil,” kata si orang toko itu, ”mungkin
sambil si burung itu naik turun dia terangsang untuk berbicara.” Dan ia pun
memesan satu tangga kecil untuk sang kakatua.
Tapi hari kemudian dia kembali lagi ke toko, ”Ya ampun, gimana nih! Kakatua
saya tetap ngga ngomong apa-apa!” Orang toko juga mulai bingung. ”Hmm,
bagaimana kalau kamu coba kasih ayunan. Mungkin saja dia kurang bermain!”
Maka dia membeli juga ayunan.
Pagi-pagi hari kemudian dia datang ke toko lagi dengan kabar, “Burung kakatua
saya sudah mati!” ”Haah...” jawab si orang toko dengan terkejut, ”aneh
sekali! Tapi dia sempat ngga ngomong setidaknya sepatah kata sebelum mati?”
”Sempat juga sih,” sahutnya, ”sebelum mati dia ngomong, ’Toko itu jual
makanan ngga?!’”
Kerajaan surga sudah dekat. Artinya kehadiran Tuhan di antara kita.
Dan secara istimewa Tuhan hadir di tengah-tengah kita di dalam Ekaristi sebagai
santapan surgawi. Begitu pentingnya makanan untuk tubuh kita. Kita bisa
berlimpah dengan segala macam aksesori di dunia ini, tapi yang jelas tanpa
makanan kita mati! Ada makanan juga untuk jiwa kita. Namanya Ekaristi. Saya bisa
mendapatkan segala macam ”aksesoris” dari berbagai sumber... ziarah, novena,
devosi, kebaktian dan sebagainya... tetapi jika saya tidak makan dari meja
Perjamuan Tubuh dan Darah Kristus, saya akan mati!
Begitu banyak orang yang haus dan lapar akan Santapan Rohani itu! Ketika
Yesus melihat orang banyak yang mengikuti-Nya, tergeraklah hati-Nya oleh
belaskasihan.... Apakah saya termasuk orang yang banyak itu yang rindu
pada Makanan yang memberi hidup yang kekal itu? Ataukah saya terlalu sibuk
mencari terus dan menikmati ”aksesoris-aksesoris” sehingga lupa tentang apa yang
paling penting... makanan?! Kerajaan surga sudah dekat. Santapan
tersedia... dibagikan secara cuma-cuma... tidak perlu jauh-jauh. Jangan mati
kelaparan! (P.Noel, SDB)
Eskimo, Dosa dan Perjamuan
Menurut tradisi
dan adat, inilah caranya orang Eskimo membunuh seekor serigala.
Pertama, orang Eskimo itu melapisi mata pisaunya dengan darah binatang dan
membiarkannya untuk membeku. Kemudian dia menambahkan lapisan darah yang membeku
itu berkali-kali sampai pisaunya tak kelihatan lagi. Terus dia menaruhnya di
tanah dengan mata pisau di atas. Jika seekor serigala mencium bau darah itu, ia
mencari sumbernya, dan pada saat menemukannya ia menjilatnya dan mulai menikmati
rasa darah itu. Ia menjilatnya terus menerus sampai mata pisau itu tak
terlindung lagi. Ia makin menikmati dan makin agresif menjilat pisau itu
sehingga tidak sadar bahwa pisau itu telah melukai lidahnya sendiri. Ia juga
tidak menyadari bahwa ternyata yang ia sedang menikmati itu adalah darahnya
sendiri! Tidak lama lagi dan ia akan jatuh di salju mati secara mengenaskan!
Orang yang paling susah dibangunin adalah orang yang berpura-pura tertidur.
Orang yang paling susah diajak untuk bertobat adalah orang yang menikmati dan
hidup dalam dosa. Makanya orang-orang Farisi tidak memahami tingkah laku Yesus,
Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?
Jika kita menganggap diri kita benar, tingkah laku orang lain selalu akan tampak
salah bagi kita, dan setiap perbuatan baik mereka pun menjadi kesempatan bagi
kita untuk mengkritik dan menghina mereka. Kecuali kita membuka hati dan
membiarkan diri dijamah rahmat Tuhan, kita akan mati dalam dosa kita! Tragedi
yang paling besar bagi siapapun bukanlah jatuh dalam dosa melainkan menikmati
dan hidup dalam dosa itu!
Oleh karena itu Yesus selalu ada preferensi terhadap orang-orang berdosa dan
kepada merekalah Dia mengulurkan tangan, Ikutlah aku! Tapi ini
tidak berarti bahwa Dia membenarkan orang-orang berdosa. Tuhan hanya ingin
mengakui kehadiran kejahatan dan menyatakan bahwa Dia bersedia mengampuni –
sesungguhnya itulah misi-Nya, itulah alasan kenapa Dia datang ke dunia. Dialah
Juruselamat yang membawa penyembuhan rohani kepada setiap orang, setiap saat.
Dan berbahagialah kita jika kita termasuk orang-orang itu! Aku datang
bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.
Kini saatnya untuk pemeriksaan kesehatan rohani. Berapa banyak penyakit rohani
menular yang aku punya? Mungkinkah aku membutuhkan jamahan Tuhan yang
menyembuhkan? Sesungguhnya seberapa parah penyakit saya? Syukurlah orang-orang
sakit itu ada tempat di meja makan Tuhan! Dia sendirilah yang mengundang kita ke
perjamuan-Nya. R.S.V.P. (P.Noel,SDB)
Belajar dari Oma
Bagi kamu yang
merasa Misa Kudus atau Perayaan Ekaristi itu membosankan karena ”tidak
mendapatkan apa-apa,” aku mempunyai sebuah cerita dari seorang teman yang
barangkali dapat menjadi inspirasi.
Oma sedang menyambut cucu-cucunya pulang dari sekolah. Kebetulan anak-anak itu
sangat cerdas dan sering menggoda nenek mereka. Kali ini mereka sedang
membicarakan soal pentingnya atau tidak ikut misa, sebab mereka sendiri sering
malas ke gereja! ”Oma, apakah oma masih suka pergi ke gereja pada hari minggu?”
mereka tanya kepadanya. ”Tentu!” jawab nenek mereka dengan yakin.
”Trus apa yang oma dapat dari gereja? Apakah oma bisa memberitahu kami tentang
Injil minggu lalu?" ”Wah, oma sudah lupa. Oma hanya ingat bahwa oma menyukainya!”
”Lalu apa khotbah dari Pastur?” ”Hmm... oma ngga ingat juga. Oma sudah semakin
tua dan ingatan oma melemah. Oma hanya ingat bahwa Pastur itu telah memberi
khotbah yang memberi kekuatan. Oma suka khotbah itu.” Anak-anak itu makin
berani menggoda si nenek, ”He he he... oma, oma... apa untungnya pergi ke
gereja jika oma lupakan saja dan tidak mendapatkan sesuatu?”
Si nenek mereka terdiam oleh kata-kata itu dan ia duduk di sana termenung.
Anak-anak itu pun tampak menjadi malu. Kemudian si nenek berdiri dan keluar dari
ruangan tempat mereka semua duduk, dan berkata, "Anak-anak, ayo ikut oma ke
dapur." Ketika mereka tiba di dapur, dia mengambil tas rajutan dan
memberikannya kepada salah satu cucunya itu sambil berkata, ”Bawalah ini ke
wastafel situ dan isilah dengan air, lalu bawa kemari!” ”Oma... apa oma tidak
sedang melucu? Air di dalam tas rajutan...!” ”Oma serius koq,” jawab si
nenek, ”lakukan seperti yang kuperintahkan. Oma mau memperlihatkan sesuatu
kepada kamu.” Maka si anak berlari keluar dan dalam beberapa menit ia
kembali dengan tas yang basah dan meneteskan air. ”Lihat oma,” katanya,
”tidak ada air di dalamnya!” ”Benar,” kata si nenek, ”tapi lihatlah
betapa bersihnya tas itu sekarang! Anak-anak... kamu tidak akan pernah pulang
dari gereja ikut Misa, tanpa mendapatkan sesuatu yang baik, meskipun kamu tidak
mengetahuinya!” (P.Noel,SDB)
Perangkap Tikus
Seekor tikus
mengintip dari balik celah di tembok untuk mengamati seorang petani dan
isterinya membuka sebuah bungkusan. Siapa tahu ada makanan? Tapi dia begitu
terkejut, ternyata bungkusan itu berisi perangkap tikus. Si tikus itu lari
kembali ke rumah pertanian sambil menjerit memberi peringatan: "Awas,
teman-teman... ada perangkap tikus di dalam rumah!”
Sang ayam dengan tenang berkokok dan sambil tetap menggaruk tanah, mengangkat
kepalanya dan berkata, "Wah... sori ya, Mas Tikus, aku tahu ini memang
masalah besar bagi kamu, tapi buat aku sih ngga ada masalahnya! Jadi jangan buat
aku pusing." Tikus berbalik dan pergi menuju sang kambing, katanya,
"Ada
perangkap tikus di dalam rumah!” "Aduh, aku sungguh menyesal dengar kabar ini,"
si kambing menghibur dengan penuh simpati, "tapi tak ada sesuatu pun yang
bisa kulakukan kecuali berdoa. Yakinlah, kamu sentiasa ada dalam doaku, oke!"
Tikus kemudian berbelok menuju si lembu. "Oh... ada perangkap tikus...
jadi kamu dalam bahaya besar ya?!" kata lembu itu sambil ketawa. Jadi si
tikus itu pergi merasa begitu patah hati, kesal dan sedih, terpaksa menghadapi
perangkap tikus itu sendirian.
Malam itu juga terdengarlah suara bergema di seluruh rumah, seperti bunyi
perangkap tikus yang telah menangkap mangsanya! Isteri petani berlari pergi
melihat apa yang terperangkap. Di dalam kegelapan dia tak bisa melihat bahwa
yang terjebak itu ternyata adalah seekor ular beracun. Ular itu sempat mematuk
tangan isteri petani itu. Suaminya bergegas membawanya ke rumah sakit. Kemudian
dia kembali ke rumah dengan demam. Dan karena memang biasanya minum sup ayam
segar itu baik untuk orang yang sakit demam panas, maka petani itu pun mengambil
goloknya dan pergilah dia ke belakang mencari sang ayam untuk dipotong! Namun
penyakit isterinya berkelanjutan sehingga teman-teman dan tetangganya datang
menjenguk, dan dari jam ke jam selalu ada saja para tamu. Petani itu pun
menyembelih kambingnya untuk memberi makan kepada para tamu itu. Isteri petani
itu tak kunjung sembuh. Akhirnya ia meninggal, jadi makin banyak lagi
orang-orang yang datang untuk pemakamannya sehingga petani itu terpaksalah
menyembelih lembunya agar dapat memberi makan para pelayat itu! Ternyata jika
masing-masing hanya memikirkan diri sendiri, sebuah perangkap tikus dapat
menyebabkan seluruh rumah pertanian ikut menanggung risikonya.
Di Gunung Sinai, Tuhan menyerukan nama-Nya di depan Musa, Tuhan, Allah
penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya.
Dan di dalam Perjanjian Baru Yohanes memberikan ”definisi Allah” yang paling
tepat: Allah itu kasih. Jadi Tritunggal Mahakudus itu adalah
Keluarga Cinta Kasih, sebab ada Tiga Pribadi yang berbeda, namun mereka adalah
Satu sebagai Kasih! Oleh karena manusia adalah mahkluk yang diciptakan Tuhan
menurut gambar dan rupa-Nya, maka manusia juga mempunyai panggilan untuk semakin
”menjadi kasih.” Dengan berusaha terus untuk menyempurnakan Kasih itu di
tengah-tengah kita - mementingkan sesama daripada diri sendiri, memikirkan
keselamatan orang lain daripada memperalatkan mereka, menolong sesama tanpa
dipengaruhi prasangka, memperhatikan setiap orang sehingga tidak ada satupun
yang merasa sendirian – maka kita pun menjadi Keluarga Cinta Kasih. (P.Noel, SDB)
Ketakutan yang Melumpuhkan
Di salah satu
seminari, ada seorang Frater yang selalu berkeberatan untuk membawakan homili
renungan di depan komunitasnya pada saat ibadat doa. Dia tidak berani berdiri
apalagi berbicara di depan orang banyak! Selama ini dia berhasil untuk mencari
alasan dan diganti yang lain terus setiap saat gilirannya datang. Namun, pada
suatu saat, pastor pimpinannya tidak memperbolehkannya lagi untuk lolos.
“Kamu HARUS berkotbah minggu depan. Bagaimana mungkin kamu menjadi Imam jika
tidak berani berkotbah?” Dengan mengucapkan segala macam alasan si Frater
meminta dispensasi, “Romo, tolong... pliiis... aku siap melakukan apa saja...
hanya jangan suruh aku berkotbah di depan orang lain!” Akhirnya dia tetap
harus taat dan memberikan homili renungan pada hari minggu itu juga. Dengan
gemetar ketakutan, dia mengawali kotbahnya dengan bertanya kepada rekan-rekannya,
”Saudara-saudara, aahhm... apakah kalian tahu apa yang aku akan bicarakan
pada kesempatan ini?” Rekan-rekannya pun menggeleng-gelengkan kepala.
Kemudian dia melanjutkan, “Sama. Aku juga tidak tahu harus membicarakan apa
disini. Marilah kita bangkit berdiri untuk melanjutkan Ibadat kita!”
Bayangkan saja marahnya si pastor pimpinan itu! “Romo, maklum,” Frater
memohon kepadanya, ”aku benar-benar ngga bisa. Rasanya begitu takut mau
pingsan!” ”Tidak boleh,” pastornya menegaskan, ”kamu harus belajar untuk
berkotbah. Minggu depan adalah giliran kamu lagi ya!”
Saatnya untuk berkotbah datang dan seperti minggu yang lalu, dengan gemetar
ketakutannya tak berkurang sama sekali, dia bertanya lagi, ”Saudara-saudara,
aahhm... apakah kalian sudah mengetahui apa yang aku akan bicarakan pada
kesempatan ini?” Rekan-rekannya saat ini bersama-sama menganggukkan kepala.
Maka dia melanjutkan, ”Jika demikian aku tidak perlu berbicara lagi. Marilah
kita bangkit berdiri untuk melanjutkan Ibadat kita.” Tentu saja pastor
pimpinannya marah lagi! ”Tidak bisa diterima sikapmu! Kamu harus belajar
untuk berkotbah.” ”Tapi Romo aku sungguh tak sanggup... aku takut!” sahutnya
sambil memohon supaya dia dibebaskan dari kewajiban itu. Namun tetap dia
ditugaskan untuk minggu yang akan datang.
Pada saat dia menghadapi lagi rekan-rekannya di ibadat minggu berikutnya, rasa
takut dan gerogi makin bertambah! Lagi-lagi ia bertanya kepada mereka,
”Saudara-saudara, aahhmm... apakah kalian tahu apa yang aku akan bicarakan pada
kesempatan ini?” Saat ini ada sebagian yang menggeleng-gelengkan kepala
sedangkan yang lain mengangguk! Maka ia pun melanjutkan, ”Kalau begitu, yang
sudah tahu, silahkan memberitahukan kepada yang belum tahu! Marilah kita bangkit
berdiri untuk melanjutkan Ibadat kita.”
Para Rasul mengalami ketakutan yang sama menghadapi orang banyak setelah Yesus
naik ke surga. Cukup lama mereka sangat kewalahan bagaimana mewartakan Injil ke
seluruh dunia... sampai pada saat pertolongan Ilahi diberikan kepada mereka!
Pentekosta adalah hari dimana kita merayakan penganugerahan kekuasaan itu dari
atas, yang telah merubah para nelayan yang sangat ketakutan itu menjadi
pewarta-pewarta yang berdaya dan berani diutus ke seluruh dunia! Tanpa kuasa
dari Roh Kudus, para Rasul itu tidak sanggup berbuat apa-apa. Setelah pencurahan
Roh Kudus, kematian pun bukan halangan lagi untuk menjadi saksi Kristus!
Apakah misi kita di dunia ini? Langkah pertama untuk melaksanakan misi kita itu
ialah percaya bahwa kita bisa, sebab kuasa Roh Kudus memberdayakan kita
dan menghilangkan segala rasa takut. Saat kita bebas dari ketakutan yang
melumpuhkan itu, maka seperti para rasul, kita pun berani untuk diutus dan
memberi kesaksian akan perjalanan kita menuju ke surga! (P.Noel,SDB)
Hari Komunikasi Se-Dunia
Sejak kecil saya
suka nonton film koboi. Salah satu film yang saya masih ingat adalah tentang
seorang koboi yang tinggal di Meksiko dan terkenal sebagai perampok bank yang
hebat. Dia sering merampok bank-bank di Texas kemudian dia akan menyeberangi
perbatasan ke Meksiko dan pasukan keamanan dari Texas tentu saja tidak bisa
mengejar dia karena sudah diluar teritori! Suatu saat, anggota-anggota pasukan
itu nekat melanggar peraturan dan mereka menyeberang ke Meksiko supaya mencari
si penjahat itu. Akhirnya mereka menemukannya di suatu bar yang dia sering
kunjungi. Tapi si koboi Meksiko itu tidak bisa berbahasa Inggris maka mereka
meminta seorang petugas bar supaya menjadi penerjemah. Saat orang ini
menjelaskan kepadanya siapa orang-orang itu, dia langsung gemetar ketakutan!
Para anggota keamanan mengarahkan pistol-pistolnya kepada si penjahat dan
menyuruhnya supaya memberitahu dimana semua uang yang telah dia rampok itu
disembunyikan. ”Jika kamu tidak memberitahu sekarang juga, dimana semua uang
itu, kami akan tembak kamu!” Si petugas bar menjelaskan semuanya itu
kepadanya. Akhirnya dengan berbicara di dalam bahasa Meksiko, dia mengaku bahwa
semua uang itu telah dia simpan di salah satu sumur kering di sebuah kota kecil
di pedalaman. Mereka bisa menemukan harta itu dengan menghitung 99 batu dari
atas, lalu merobohkan dinding dan semuanya ada di baliknya! Maka si petugas bar
berpaling kepada pasukan dari Texas itu dan berkata di dalam bahasa Inggris,
”He he he... temanku ini orang berani. Dia bilang kalian semua adalah monyet dan
dia sama sekali tidak takut ditembak mati sekarang juga!”
Memang terjemahan yang tidak tepat itu, baik secara sengaja atau tidak, selalu
menyebabkan kekacauan dan kecelakaan. Padahal komunikasi yang sejati adalah
dasar dari keharmonisan dan ketertiban. Menjadi komunikator yang benar berarti
setia kepada kebenaran. Kebanyakan yang kita baca, dengar atau lihat adalah
informasi yang didapati dari tangan kedua. Kita harus selalu berusaha untuk
memastikan bahwa kita tidak hanya mendapatkan kebenaran, melainkan juga
mengkomunikasikan kebenaran itu kepada orang lain. (P.Noel,SDB)
Kasih Yang Nyata
Seorang ibu muda
sedang mengintipi lagi tetangganya dari jendela rumah mereka. Setiap hari dia
suka menyaksikan kebiasaan dari pasangan suami-isteri tetangganya itu: mereka
bergandeng keluar rumah, kemudian si suami akan merangkul si isteri sambil
menciumnya, dan sebelum masuk mobil, si suami akan berteriak, ”Daag sayang, I
love you!” Dan si isteri pun akan menjawab, “Love you too!” sambil
melambai kepadanya dengan “kissbye.” Setiap pagi rutin seperti itu. Suatu hari,
dia memanggil suaminya, ”Nah, lihat tuh...perhatikan baik-baik ya...” Dan
lagi-lagi ritual harian itu nampak di depan mata mereka, tetangga pasangan muda
itu bergandeng keluar rumah, si suami merangkul dan mencium si isteri, dan
sebelum masuk ke dalam mobil si suami berseru, ”Daag sayang, I love you!”
”Kamu lihat ngga yang tadi itu?” tanya ibu kepada suaminya yang masih
bingung kenapa diajak untuk mengintipi urusan tetangga. ”Ya, aku lihat.
Memang kenapa?” ”Nah, mengapa kamu tak pernah melakukan hal yang sama?”
Mendengar isterinya bertanya demikian, bapak ini tambah bingung! ”Aku ngga
bisa sayang,” sahutnya. ”Kenapa?!” ”Karena aku sama sekali tidak mengenal
wanita itu!” Isterinya dengan sebal dan frustrasi berteriak, ”Bego loe!
Maksudku mengapa kamu ngga pernah bersikap seperti itu kepada AKU... bukan
kepada wanita itu!”
Kasih itu lebih nyata dengan perbuatan daripada dengan perkataan. Yesus sendiri
berkata, Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.
Dua orang yang saling mengasihi selalu berusaha untuk saling membahagiakan
secara tulus. Mangapa demikian? Sebab inti cinta kasih sejati adalah kesatuan
hati dan pikiran. Jika hati dan pikiran seorang sungguh bersatu dengan hati dan
pikiran kekasihnya, dia selalu menginginkan apa yang kekasihnya itu inginkan
juga. Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang
mengasihi Aku. Jika hati dan pikiranku bersatu dengan hati dan pikiran
Yesus, aku akan menginginkan juga apa yang Dia inginkan.
Dan kasih seperti itu bukan sekedar perasaan-perasaan yang enak! Dasar cinta
kasih sejati itu bukanlah ketakutan melainkan ketaatan kepada kehendak-Nya!
Kasih seperti itulah yang merubah dan memperkaya hidup kita. Jika seorang
mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan
Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. Kasih...
Ketaatan... Kesatuan. Tak ada tempat lagi untuk ketakutan! Sebab ketakutan itu
melumpuhkan, sedangkan kasih itu memerdekakan; ketakutan itu membuat asam,
sedangkan kasih itu mempermanis; ketakutan itu melukai, sedangkan kasih itu
menyembuhkan; ketakutan itu menghindari sedangkan kasih itu mengundang.
Kau menaati kehendak Tuhan karena apa... ketakutan atau kasih? (P.Noel,SDB)
Sebenarnya Tak Hilang
Seorang
anak kecil yang mempunyai adik yang baru saja meninggal bertanya kepada ibunya,
adiknya itu telah pergi kemana? “Ke surga bersama dengan Yesus,” jawab
ibunya. Beberapa hari kemudian, sambil bercakap-cakap dengan seorang teman,
ibunya berkata, “Aku masih suka merasa sangat sedih karena kehilangan anak
bayi saya.” Anak kecil itu mendengarnya, dan mengingat apa yang ibunya
pernah mengatakan kepadanya, ia pun bertanya, “Mama, apakah sesuatu bisa
dianggap hilang jika kita tahu ia dimana?” “Tentu saja bukan, sayang.” “Kalau
begitu bagaimana mungkin Mama kehilangan Dede jika kita tahu dia sekarang
bersama dengan Yesus?” Ibunya tak pernah melupakan itu. Itu adalah kebenaran.
Di dalam Perjamuan Malam terakhir beberapa jam sebelum Dia ditangkap dan dibunuh,
Yesus mengetahui bahwa murid-murid-Nya pasti akan merasa kehilangan Dia. Maka
Dia menguatkan mereka, Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah,
percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal... Dan apabila
Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang
kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu
pun berada. Mereka tak pernah melupakan itu. Itu adalah kebenaran.
Sesungguhnya Kebenaran itulah yang memberi kekuatan dan penghiburan disaat kita
merasa telah kehilangan seseorang yang kita cintai. Ekspresi kita jika
menyebutkan nama orang yang sudah meninggal, seperti “saudara kita yang
telah berpulang ke rumah Bapa di surga” itu sangat tepat! Sebab kita
yakin bahwa rumah kita yang benar bukanlah di dunia yang fana ini, melainkan di
surga bersama dengan Yesus. Dan karena kita tahu dimana saudara kita itu berada,
maka bagi kita ia tidak hilang sama sekali! Kita tidak akan pernah melupakan itu.
Itu adalah kebenaran. (P.Noel, SDB)
Mengambil Risiko
Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.
Dengan kata lain, "memberanikan diri untuk mengambil risiko." Hari Minggu
Panggilan merupakan suatu momentum yang istimewa untuk merenungkan panggilan
mengikuti Yesus, dan secara khususnya, panggilan mengikuti Yesus dalam imamat
dan dalam hidup bakti.
Sesungguhnya kita mengambil risiko setiap saat.
Tertawa adalah mengambil risiko dianggap gila.
Menangis adalah mengambil risiko nampak sentimentil dan lemah.
Mengulurkan tangan kepada seseorang adalah mengambil risiko untuk menjadi
terlibat.
Membuka perasaan adalah mengambil risiko untuk membuka diri kita yang sebenarnya.
Menyerahkan pikiran kamu dan cita-cita kamu kepada orang-orang lain adalah
mengambil risiko kehilangannya.
Mengasihi adalah mengambil risiko tidak dicintai kembali.
Hidup adalah mengambil risiko mati.
Berharap adalah mengambil risiko putus-asa.
Mencoba adalah mengambil risiko gagal.
Tetapi mengambil risiko itu kita harus, sebab kegagalan yang paling besar di
dalam hidup ini adalah tidak mengambil risiko sama sekali. Orang yang tidak mau
mengambil risiko itu tidak berbuat sesuatu pun, tidak mempunyai apapun dan bukan
siapapun!
Hai Anak Muda yang membaca renungan ini... janganlah takut meninggalkan "daerah
nyamanmu" dan bertolaklah ke tempat yang dalam... Kapal yang ada
di dalam pelabuhan itu aman, tetapi ia dibuat bukan untuk itu! Beranikanlah
dirimu untuk mengambil risiko dan berlayarlah ke laut kehidupan yang penuh
dengan kesempatan untuk melayani sesama dan mengabdikan diri. Kamu akan
menemukan bahwa disitu ada kepenuhan dan sukacita yang tak seorangpun dapat
merampas daripadamu. Sesungguhnya paradoks yang dibicarakan Yesus akan menjadi
nyata dalam hidupmu: Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan
karena Injil, ia akan menyelamatkannya. (P.Noel,SDB)
Bukan Karena Suara Dari Kuburan
Saya menerima
pesan SMS, “Met sore P Noel, saya sedang melihat TV, misa pelepasan jenasah
Bapa Suci. Luar biasa. Spectacular. Saya sungguh bangga menjadi orang katolik.
Tuhan telah menunjukkan kemuliaan-Nya!” Saya menjawab, “Memang... dan itu
baru di bumi... bagaimana nanti kemuliaan yang kita akan saksikan di surga!”
Misa dan Upacara pemakaman Bapa Suci Yohanes Paulus II itu telah menunjukkan ke
seluruh dunia bagaimana Gereja Katolik itu telah bertumbuh berkembang menjadi
suatu Organisasi yang begitu mantap dan kokoh! Padahal semuanya ini mulai dengan
hanya sekelompok orang-orang sederhana dan tak berpendidikan yang dipimpin oleh
seorang Tukang Kayu yang bernama Yesus dari Nazaret! Apa sih yang mendorong dan
membuat para Rasul itu begitu berani beranjak dan pergi mewartakan Kabar
Keselamatan ke seluruh dunia?
Pada suatu malam ada seorang yang sedang mau pulang ke rumah dengan memotong
jalan melalui pekuburan. Kemudian karena dia tidak dapat melihat dengan baik
saking gelapnya, dia terpeleset dan jatuh ke dalam lubang kuburan yang kosong!
Dia berteriak, dia melompat, dia berusaha keluar tapi tidak berhasil. Tidak ada
seorangpun yang dapat mendengarkan panggilannya atau menolongnya. Jadi akhirnya
dia berpasrah duduk saja di suatu sudut dan menunggu sampai pagi. Beberapa jam
kemudian ada seorang lagi yang mengambil juga potong jalan yang sama dan jatuh
juga ke lubang kuburan yang sama! Dia berteriak, melompat dan berusaha keluar
persis seperti orang yang tadi. Tiba-tiba dari kegelapan lubang kuburan itu dia
mendengarkan suara yang berkata, “Hei teman, kamu tidak akan berhasil untuk
keluar dari sini!” Namun dalam sekejap dia bisa!
Dari pewartaan serta kesaksian sekelompok orang-orang yang sederhana dan tak
berpendidikan, Gereja ini telah bertumbuh berkembang menjadi Persekutuan Umat
beriman yang tersebar di seluruh dunia! Yang mendorong dan menyemangatinya
bukanlah suatu suara dari kegelapan kuburan melainkan Roh Kudus dari Yesus
Kristus yang telah bangkit! Rasul Petrus yang telah menyangkal-Nya tiga
kali dengan bersumpah diampuni dan dipulihkan dan tetap menjadi pimpinan pertama
Gereja ini. Para rasul dan murid-murid yang lemah dan ketakutan dikuatkan dan
diberdayakan menjadi dasar dan tiang Rumah Tuhan! Ratusan dan ribuan lagi
pengikut-pengikut Kristus telah berani menumpahkan darah sebagai martir demi
Iman yang dipeluk dan dipelihara dengan penuh keyakinan dan kesetiaan! Sungguh
kita bangga menjadi bagian dari tradisi dan sejarah Gereja ini... kita berjanji
untuk selalu setia dalam mewartakan Kabar Keselamatan bagi setiap orang,
didorong dan disemangati oleh Yesus yang telah bangkit dan telah keluar dari
kuburan-Nya, memimpin dan menyertai kita senantiasa sampai akhir zaman! Alleluya!
(P.Noel, SDB)
Tukang Sampah
Oleh
bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh
(I Petrus 2:24).
Pagi-pagi hari Jumat, aku memperhatikan seorang pemuda yang ganteng dan gagah,
berkeliling di kota. Dia menarik sebuah gerobak yang penuh dengan baju-baju yang
baru dan kain-kain yang bagus. Sambil berjalan dan menarik gerobaknya itu, ia
terus berseru, "Sampah! Baju bekas! Kain kotor! Tukar dengan yang baru!"
Aku berpikir di dalam hatiku, "Bagaimana mungkin? Pemuda ini tampak sangat
sehat dan pinter. Mungkinkah tak ada pekerjaan yang lebih pantas baginya
daripada menjadi tukang sampah seperti ini?" Karena penasaran, aku mulai
mengikutinya.
Beberapa saat kemudian, si Tukang Sampah bertemu dengan seorang wanita yang
sedang menangis secara histeris sambil menutup wajahnya dengan saputangan. Dia
begitu sedih dan putus-asa.
Si Tukang Sampah berhenti dan mendekati wanita itu. "Berikan kepadaku
saputanganmu dan aku akan menggantikannya dengan yang baru."
Dengan penuh perhatian, ia mengambil saputangan dari wajah wanita itu dan
memberikan kepadanya kain yang baru dan bersih. Kain itu kelihatan begitu
cemerlang sampai bercahaya!
Kemudian dia pergi dan berjalan lagi dengan gerobaknya. Sambil dia berjalan, ada
sesuatu yang aneh yang terjadi. Dia menutupi wajahnya dengan saputangan yang
sudah kotor itu dan dia mulai menangis secara histeris persis seperti wanita
tadi!
Sementara, wanita yang ditinggalkan itu nampak sudah tenang dan tak menangis
sama sekali lagi.
"Sampah! Baju bekas! Kain kotor! Tukar dengan yang baru!" Si Tukang
Sampah melanjutkan perjalanannya sambil aku mengikuti dari belakang.
Tidak lama kemudian, dia bertemu dengan seorang gadis yang kepalanya dibungkus
dengan pembalut dan rongga matanya kosong! Darah membasahi pembalut hingga basah
kuyup dan mengalir di pipinya. Sambil memandangnya dengan penuh kasihan, si
Tukang Sampah mengeluarkan sebuah pita rambut yang indah dari gerobaknya.
"Berikan kepada saya kain pembalut itu," katanya, "dan aku akan
menggantikan dengan pita rambut ini!" Gadis itu hanya bisa kaget, sambil si
Tukang Sampah mengambil kain pembalut yang berdarah dan membungkus kepalanya
sendiri. Dia menaruh pita rambut di kepala gadis itu dan aku begitu terkejut
dengan apa yang aku saksikan berikutnya! Luka-luka gadis itu ikut bersama dengan
kain pembalut dan dalam sekejap, darah mengalir di kepala dan pipinya!
"Sampah! Baju bekas! Kain kotor! Tukar dengan yang baru!" si Tukang
Sampah yang berdarah dan sedang menangis itu tetap berseru. Kemudian dia bertemu
dengan seorang bapak yang sedang duduk di pinggir jalan. Saat ditanya mengapa
dia menganggur saja dan tidak pergi untuk bekerja, ia menyahut, "Siapa sih
yang mau mengupahi seorang yang punya hanya satu lengan seperti saya?" Dan
ia memperlihatkan kepada si Tukang Sampah lengan bajunya yang kosong. "Kalau
begitu," kata si Tukang Sampah, "berikan jasmu kepadaku dan aku akan
menggantikannya dengan jasku." Jadi pada saat itu pun mereka bertukar jas,
dan aku sangat gemetaran melihat bagaimana kedua lengan si Tukang Sampah itu
ikut bersama dengan bajunya sehingga pada saat si bapak memakainya, tiba-tiba
dia mempunyai dua lengan yang kuat. Sedangkan si Tukang Sampah tiba-tiba jadi
punya hanya satu lengan saja! "Pergilah dan bekerjalah," katanya.
Setelah itu ia bertemu dengan seorang pemabuk yang berpakaian compang-camping
sedang tidur di jalan kecil dengan selimut yang terbuat dari potongan-potongan
kain kotor. Jelas bahwa dia sedang sakit. Si Tukang Sampah mengambil selimutnya
dan menggantikannya dengan selimut yang baru dan bersih. Selimut yang tua dan
kotor itu dia pakai sendiri!
Sekarang si Tukang Sampah sedang menangis secara histeris dan darah mengalir
dari kepalanya sambil dia tetap menarik gerobaknya dengan hanya satu lengan. Dia
berjalan sempoyongan seperti orang mabuk tetapi dia tetap maju terus. Aku
menangis sambil menyaksikan perubahan di dalam diri pemuda itu.
Akhirnya dia sampai ke tempat pembuangan sampah. Dia mendaki bukit sampah itu
dan sesampai di atas, dia menarik napas lega. Dia berbaring, kemudian menutupi
tubuhnya dengan selimut yang terbuat dari potongan-potongan kain kotor. Lalu dia
meninggal.
Aku menangis lagi sambil menyaksikan kematian itu. Aku menangis seperti orang
yang tidak punya harapan sebab aku telah mulai mencintai Tukang Sampah itu. Aku
menangis... dan menangis... sampai aku ketiduran.
Aku tidak menyadari bahwa aku telah melewati dua malam dalam keadaan tertidur.
Pada hari Minggu pagi-pagi buta, aku terbangun oleh terang yang begitu cemerlang...
begitu cemerlang, sehingga aku tidak bisa memandangnya secara langsung!
Namun aku menyadari bahwa ada suatu mukjizat yang telah terjadi. Si Tukang
Sampah ada di situ sedang melipat selimutnya. Dia telah bangkit dan hidup dengan
hanya satu bekas luka di dahinya. Selain itu dia sangat sehat. Sungguh tak ada
tanda satu pun kesedihan atau kesengsaraan dan semua baju bekas dan kain kotor
yang telah dia kumpulkan itu sudah menjadi bersih hingga bercahaya!
Aku mendekatinya dan sambil melepaskan seluruh pakaian dan bajuku yang tua,
jelek dan kotor, aku memohon kepadanya, "Pakaikanlah baju baru padaku.
Jadikanlah aku baru lagi."
Saudaraku, sudahkah kamu mempersilahkan Kristus yang telah bangkit memakaikan
baju baru pada dirimu? Ataukah kamu masih memakai baju yang dari dunia,
keinginan daging dan kejahatan? (P.Noel, SDB)
Litani Pastor Serba-Salah
Pernah dengar
Litani Pastor yang serba-salah?
Bila ia ditahbiskan terlalu muda, orang bilang: masih
bocah koq sudah disuruh jadi pastor.
Bila ia ditahbiskan sudah tua, orang bilang: dia jadi pastor
kan karena
ngga laku kawin.
Bila ia cukup ganteng, orang bilang: bego amat tuh cowok! Cakep-cakep koq jadi
pastor. Kenapa ngga kawin aja ya. Gue juga mau lho sama kamu?!
Bila wajah tidak mendukung, orang bilang: memang lebih baik jadi pastor aja,
daripada frustasi tidak ada yang mau.
Bila ia rapih berpakaian bagus, orang bilang: pastor koq seperti peragawan.
Bila ia berpakaian seadanya, orang bilang: sering tampil di muka umum koq ngga
bisa ngurus badan.
Bila ia naik mobil, orang bilang: pastor tak menghayati kaul kemiskinan.
Bila ia jalan kaki ngga mau naik kendaraan, orang bilang: pastor koq tidak
menghargai waktu.
Bila ia banyak bergaul dengan cewek-cewek, orang bilang: sudah tahu jadi pastor
koq ya masih suka nyrempet-nyrempet bahaya.
Bila ia banyak bergaul dengan cowok-cowok, orang bilang: mentang-mentang jadi
pastor lalu anti-wanita. Mungkinkah pastor kita gay?!
Bila ia suka bergaul dengan anak-anak, orang bilang: wah baik-baik sama anak
kecil biar bisa mendekati ibu dan kakaknya.
Bila ia suka bergaul dengan ibu-ibu, orang bilang: masa kecil kurang bahagia,
mainnya sama ibu-ibu melulu. Masih pengen ngempeng kali!
Bila ia suka makan, orang bilang: pastor koq ngga bisa nahan lapar.
Bila ia makan terlalu sedikit, orang bilang: jadi pastor koq ngga tahu
menghargai masakan umat.
Bila kotbahnya panjang, orang bilang: bikin ngantuk.
Bila kotbahnya singkat, orang bilang: kurang persiapan.
Bila ia tak pernah dipindah sejak tahbisan, orang bilang: dia memang kurang bisa
dipercaya menghadap situasi dan lingkungan baru.
Bila ia dipindah, orang bilang: ada apa ya, koq disuruh pindah sama Pimpinan?
Bila ia tidak merokok, orang bilang: sudah tidak kawin, ngga punya istri, ngga
merokok lagi! Mau cari apa dalam hidup ini?!
Pastor... pastor! Pantesan ngga pada mau jadi Pastor!
Aku ingat Litani ini pada saat mempersiapkan liturgi hari ini yang disebut
”Minggu Palma” atau ”Minggu Sengsara.” Pada saat Ia memasuki Yerusalem, Yesus
dielu-elukan oleh banyak orang sambil berseru, Hosana! Terberkatilah yang
datang atas nama Tuhan. Tetapi semangat rakyat yang meluap itu hanya
sebentar saja. Dalam beberapa hari, seruan itu berubah menjadi,
Salibkanlah Dia! Sang Imam Agung dipuji dan dihina; dihormati dan
direndahkan; ditinggikan dan dijatuhkan! Para imam-Nya juga mengalami nasib yang
sama: dicintai dan dibenci; diterima dan ditolak; diperhatikan dan diabaikan.
Orang menyebutnya ”kelemahan.” Tetapi ”kelemahan” itulah yang menjadi
kekuatannya, seperti kesaksian dari Rasul-Nya yang baik dan setia, Karena
itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran,
di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah,
maka aku kuat. Hanya dengan menyatukan seluruh hidupnya dengan Kristus
baru paradoks ini menjadi berarti bagi seorang imam. Jika ia hidup, Kristus akan
bersamanya. Jika ia mati, ia akan bersama dengan Kristus! Alangkah indahnya
panggilan seorang ”alter Christus!” (P.Noel, SDB)
Belajar untuk Menangis
Beberapa hari
setelah saya ditahbiskan sebagai imam, saya dapat tugas untuk merayakan misa
requiem untuk seorang anak yang meninggal mendadak karena kecelakaan lalu lintas.
Anak itu baru berumur delapan tahun. Pada saat saya sampai ke rumahnya yang
kecil dan sederhana itu, saya terharu dengan apa yang saya melihat. Ada ibunya
yang kelihatan masih muda, mungkin berumur tigapuluhan, berpakaian baju hitam
dan sedang duduk di sampingnya adalah ketiga anaknya yang lain. Anak yang
meninggal itu adalah anak kedua. Sebagai imam baru, begitu besar keinginan saya
untuk menguatkan keluarga itu dengan kata-kata tentang kemenangan kita di dalam
Kristus, ayat-ayat dari Kitab Suci tentang Yesus sebagai kebangkitan dan
kehidupan dan kalimat-kalimat teologis tentang kematian sebagai pintu ke surga!
Dengan semangat dari tahbisan dan urapan yang baru saja diterima saya begitu
ingin “menyelamatkan” keluarga itu dari kesedihan dan keputus-asaan yang saya
kira sedang menimpa mereka. Seusai misa, saya dapat kesempatan untuk berbicara
dengan ibu itu dan saya mencoba untuk menghiburnya, “Ibu pasti sedih karena
Jon sudah tidak ada. Tapi masih ada tiga anak yang lain ini. Dan kasih dan
perhatian yang seharusnya ibu berikan kepada Jon itu sekarang ibu dapat
bagi-bagi diantara ketiga anak ini yang lain.” Kata-kata yang bijak dan
cukup menguatkan dari seorang pastor muda, menurut saya. Namun saya baru sadar
akan kekonyolan komentar saya itu pada saat ibu berkata, ”Pastor, tidak ada
siapapun yang dapat menggantikan Jon. Saya selalu mencintai semua anak-anak saya,
masing-masing... namun pada saat Jon pergi, dia membawa juga segala kasih dan
perhatian yang aku sediakan baginya secara khusus.”
Enambelas tahun setelah pelayanan yang “gagal” itu, setelah ratusan lagi
kesempatan untuk melayani umat dalam misa requiem dan misa arwah, saya telah
belajar banyak untuk bukan hanya bersimpati tetapi juga berempati dengan
keluarga yang telah kehilangan seseorang. Memang pada saat-saat yang istimewa
seperti itu, bukanlah teologi atau pemeriksaan batin yang mereka butuhkan
melainkan kesadaran serta keyakinan bahwa mereka tidak sendirian dalam kesedihan!
Saya telah belajar untuk sungguh-sungguh berdukacita dengan yang berdukacita,
bahkan menangis bersama dengan yang menangis. Dan ternyata air mata itu
menyembuhkan dan menguatkan sekaligus! Ketika Yesus melihat Maria menangis
dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah
hati-Nya. Ia sangat terharu.... Maka menangislah Yesus.
”Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai...
Bila terjadi kesedihan,
Jadikanlah aku sumber kegembiraan.
Bila terjadi kegelapan,
Jadikanlah aku pembawa terang.” (P.Noel,SDB)
Sebuah Khayalan
Suatu saat, di
dalam doaku, aku berkhayal demikian...
AKU : Tuhan, aku jatuh... Kau tidak menegur, ”Lagi?” Dan itu membuat aku
merasa agak baik. Namun tidak berarti aku senang, Tuhan...sama sekali Tidak.
TUHAN : Yang membuat-Ku paling sedih itu bukanlah jika kamu jatuh, anak-Ku...
melainkan jika kamu tinggal dalam keadaan terjatuh! Jadi bangun lagi, dan
lanjutkanlah perjuanganmu. Aku telah berjanji bahwa Aku akan menyertaimu
senantiasa... dan Aku setia. Percayalah.
AKU : Hari ini, Tuhan, aku memohon dengan segala kekuatanku, jadikanlah aku
orang yang kuat, penuh cintakasih dan bijaksana.
TUHAN : Aku akan... bahkan Aku sangat menginginkannya... tapi kamu harus
memperbolehkan Aku! Mengapa kamu menyakiti diri terus? Semakin kamu menyakiti
diri dengan sengaja, semakin kamu terluka –dan semakin banyak lukamu, semakin
kamu menjadi lemah dan mudah kena serang!
AKU : Pantesan aku jatuh lagi, Tuhan. Selain aku lemah, godaan itu terlalu
berat bagiku... dan aku hanya bisa menyerah tak kuat lagi!
TUHAN : Anak-Ku, kamu salah! Godaan yang Aku izinkan untuk kamu alami itu tak
pernah melampaui kekuatanmu.
AKU : Kalau begitu, Tuhan, setiap godaan aku dapat kalahkan? Jadi mengapa aku
menyerah terus pada godaan yang sama? Mengapa aku jatuh terus pada dosa yang
sama? Dimana Tuhan setiap saat aku kebingungan dan ketakutan karena tertarik
lagi untuk melakukan sesuatu yang aku tahu salah dan pasti tak berkenan di
hatiMu? Kalau saja ada Engkau pada saat-saat itu, pasti aku takkan pernah jatuh....
TUHAN : Dimana Aku? Di sampingmu anak-Ku... selalu... Aku tak pernah jauh
daripadamu. Kamulah yang melupakan Daku. Kamu begitu tertarik pada ciptaan-Ku
dan melupakan Aku yang menciptakan segalanya! Kamu begitu memperhatikan
kelemahanmu dan tak ingat akan kekuatan-Ku! Arahkanlah matamu kepada-Ku, bukan
kepada ombak-ombak dan angin ribut, dan kamu akan berjalan di atas air!
Saat ”sadar” kembali, aku mengakhiri doaku dengan bersyukur kepada Tuhan, sumber
kekuatanku dalam menghadapi setiap cobaan dan godaan.
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya,
sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku!
(P.Noel,SDB)
Menjadi Sambal Dunia
Biasanya di
suatu pesta ada seorang yang selalu menjadi pusat atau sumber keramean dan
keceriaan. Orang itu banyak cerita dan bikin semua orang di pesta itu ketawa
terus. Dia bisa ini itu dan sungguh menghibur mereka! Kehadirannya begitu
mempengaruhi suasana pesta sehingga orang selalu ingin mengundangnya. Dan jika
seandainya dia tak bisa hadir, pasti orang merasa ada sesuatu – atau seseorang –
yang kurang! Dia benar-benar membawa suasana kegembiraan dan keceriaan dimana
pun ia berada. Orang itu adalah “the life of the party!”
“Koq Pastur ngga suka sambal ya?!” Jika makan-makan di pesta dengan orang
lain, pasti aku ditanya seperti itu. Memang selain aku tidak suka, aku juga
tidak tahan makanan yang pedas-pedas! Namun sejak aku datang ke Indonesia (sekitar
lima belas tahun yang lalu) aku memperhatikan bahwa sepertinya orang Indonesia
tak bisa makan apapun tanpa sambal. Nasi, mie, sop, ikan, daging, sayur...
termasuk juga pizza dan hamburger... semuanya harus dengan sambal! Karena ada
sambal, makanan apapun menjadi enak untuk disantap.
Waktu Yesus berkata, Kamu adalah garam dunia, yang dia maksud
sebenarnya adalah ”Kamu adalah bumbu yang membuat makanan itu lebih
enak!” Jika seandainya Yesus masuk dalam konteks Indonesia mungkin Dia akan
pakai istilah, ”Kamu adalah sambal dunia. Jika sambal itu menjadi tawar,
dengan apakah ia dibumbui? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak
orang.”
Menjadi ”life of the party” dan menjadi bumbu makanan... dengan kata lain,
mempengaruhi keadaan! Kamu adalah garam dunia... berarti kita
harus mempengaruhi secara positif setiap keadaan di sekitar kita sehingga orang
senang jika kita ada dan mereka merasa ada sesuatu – atau seseorang – yang
kurang jika kita tidak hadir. Dan dimanapun kita berada, disitu suasana lebih
enak... ada kegembiraan... ada sukacita! Sebab jika tidak, kita telah menjadi
sambal yang menjadi tawar... tak ada lagi gunanya... lebih baik dibuang saja dan
diinjak orang. (P.Noel,SDB)
Untung... Malang?
Ada seorang
bapak yang mempunyai seorang anak dan seekor kuda. Pada suatu hari kudanya lolos
dari kandang dan lari ke hutan. ”Kudamu sudah hilang? Kasihan deh loe. Kau
kemalangan banget!” kata tetangga-tetangganya. Tapi malam berikutnya kuda
itu kembali ke kandangnya karena mencari minum dan makan, sambil memimpin dua
belas ekor kuda liar bersamanya. Anak bapak tua itu melihat kuda-kuda itu di
kandang dan segera menutup pintu gerbangnya! Dalam sekejap mata mereka mempunyai
tiga belas ekor kuda! Tetangga-tetangga mendengar kabar baik itu dan saat ketemu
dengannya, mereka berkata, ”Dalam sekejap kau mempunyai tiga belas ekor kuda!
Kau beruntung sekali!” Beberapa hari kemudian anaknya mencoba menaiki salah
satu dari kuda-kuda liar itu. Ia jatuh dan salah satu kakinya patah!
Tetangga-tetangganya datang kembali malam itu dan berkata, ”Kaki anakmu patah?
Kasihan deh loe. Kau kemalangan lagi!” Beberapa hari kemudian seorang
panglima perang datang berkeliling di kota dan mendaftar setiap pemuda yang
sehat dan kuat. Mereka dibawa untuk pergi berperang dan tak seorang pun dari
pemuda-pemuda itu pulang kembali karena semuanya tewas di medan perang. Tetapi
anak muda itu selamat berkat kakinya yang patah itu! Pasti tetangga-tetangga
akan datang lagi untuk mengatakan kepada bapak tua itu, ”Kau beruntung sekali!”
Apa yang menentukan untung dan malang... mujur dan sial? Biasanya ”untung”
adalah jika kita mempunyai lebih dari yang lain. ”Untung” adalah jika kita
selamat dari suatu kecelakaan atau bahaya. ”Untung” adalah jika kita dapat yang
terbaik dari segala pilihan yang ada. ”Untung” adalah jika kita mempunyai
kedudukan yang lebih baik daripada yang lain. Makanya dalam konteks ini, untung
dan malang itu bersifat relatif sebab apa yang ”keuntungan” bagi seorang bisa
saja ”kemalangannya” orang lain, dan sesuatu yang ”dasar nasib sial” bagi
seorang bisa saja ”dasar nasib mujur” bagi yang lain! Dengan demikian, sadar
atau tidak, kita selalu cenderung membandingkan diri dengan yang lain. Hidup
seperti itu penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran, kecemburuan dan iri-hati...
dan hidup seperti itu tidak ada tempat untuk kebahagiaan sejati.
Di dalam Khotbah di Bukit, Yesus menyebutkan siapa sesungguhnya yang ”beruntung.”
Dalam Ucapan Bahagia Ia memberikan delapan ”tips” bagaimana kita bisa
menjadi orang yang sungguh-sungguh bahagia. Siapa saja yang beruntung itu?
Daftarnya sungguh mengherankan kita: yang miskin, yang berdukacita, yang
lemah lembut, yang lapar dan haus akan kebenaran, yang murah hati, yang suci
hati, yang membawa damai dan yang dianiaya! Inilah daftar orang-orang
yang Berbahagia menurut Yesus! ”Berbahagia”… alias beruntung, mujur, hoki! Dan
disini tak ada sifat relatif... disini tak ada ketidaktentuan... ”take it or
leave it!” Sudah saatnya kita merenungkan apakah kita termasuk orang-orang yang
disebut Yesus “Berbahagia” itu atau tidak... (P.Noel,SDB)
Tangan Tuhan dalam Tsunami
Pada umumnya
umat Israel di Perjanjian Lama melihat setiap peristiwa yang terjadi sebagai
sesuatu yang datang langsung dari tangan Tuhan sendiri. Semua hal yang baik
dianggap sebagai berkat dari Tuhan sedangkan semua hal yang buruk sebagai
hukuman dari Tuhan! Mungkin kita juga cenderung melihat peristiwa-peristiwa
kehidupan kita dengan pandangan yang sama. Tidak sedikit orang-orang yang
menganggap gempa dahsyat dan badai tsunami yang belum lama terjadi itu sebagai
hukuman dari Allah! Memang kadang-kadang Kitab Suci, khususnya Perjanjian Lama,
berbicara dengan cara demikian di beberapa peristiwa, misalnya Sodom dan
Gomorrah atau air bah di zaman Nabi Nuh! Dan itu pun membuat kita merasa agak
kurang nyaman...bagaimana ya jika hal yang sama terjadi sekarang juga?
Pada saat Yesus ditanya tentang nasib kedelapan belas orang yang mati ditimpa
menara dekat Siloam dan hubungannya dengan kedosaan mereka, Dia menjawab,
jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian
(Lukas 13:4-5). Pada saat Yesus mendengar kabar bahwa Yohanes Pembaptis telah
ditangkap, Dia mulai memberitakan, Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah
dekat! Biasanya bagi kita “bertobat” berarti menyesali suatu kesalahan
yang pernah kita lakukan yang telah mendatangkan kemalangan kepada kita sendiri
atau orang lain. Bagi umat Yahudi di zaman Yesus, arti kata “bertobat” mengarah
ke “rubahlah
gaya hidupmu
sebab ia telah membawa kamu ke tujuan yang tidak benar!”
Pada hari ini dan dalam suasana bencana alam yang telah dan bahkan masih sedang
menimpa kita saat-saat ini, kita bisa bertanya kepada diri sendiri: Apakah
aku perlu bertobat? Pada saat ini, kemanakah hidupku sedang membawa aku?
Kita juga bisa bertanya bagaimana kita memandang orang lain: Apakah kita
berpikiran bahwa jika hidup mereka berantakan dan bermasalah, pasti itu karena
ada sesuatu yang tidak benar di dalam diri mereka? Apakah kita mempunyai pikiran
bahwa jika kejahatan terjadi kepada mereka (atau kepada kita), itu pasti karena
Tuhan sedang marah dengan kita?
Hari ini aku merenungkan bagaimana Tuhan hadir di dalam hidupku, di dalam
lingkungan dan komunitasku dan di dalam setiap peristiwa. Aku ingin memberitakan
kepada orang-orang lain: Tuhan itu hadir di dunia ini, di dalam hidup kita dan
di dalam relasi serta hubungan kita dengan sesama. Tuhan tidak pernah berbuat
kejahatan atau menginginkan kejahatan. Tuhan selalu hadir di dalam segala
peristiwa yang terjadi itu, tetapi selalu sebagai kehadiran kebaikan, cinta dan
belas kasih. Oleh karena itu, jika kehadiranku bukan kehadiran kebaikan, cinta
dan belas kasih, maka aku perlu bertobat, merubah arah dan tujuan hidupku, untuk
mencari Tuhan. Jika aku tidak memahami bagaimana mungkin Tuhan hadir, aku harus
merenung, ber-refleksi dan berdoa memohon Tuhan untuk menyatakan kehadiran-Nya
yang penuh kasih dan keharuan! (P.Noel,SDB)
Menemukan Yesus
Ada satu gereja
yang sering mengadakan upacara pembaptisan di pinggir kali. Satu pagi hari ada
acara pembaptisan... pendetanya sudah ngerendam sampai pinggang.
Orang-orang yang mau dibaptisnya ngantri di pinggir sungai tersebut. Tiba-tiba
lewat seorang yang mabok... sambil sempoyongan, dia melihat banyak orang antri
di pinggir sungai dan ia pun terus ikut ngantri. Sampai tiba giliran dia, dia
masuk ke sungai sebatas pinggang, dan sambil memegang kepala si orang mabok,
pendeta menenggelamkannya lalu pada saat mengangkatnya lagi ia bertanya, "Apakah
anda sudah menemukan Yesus anakku?" Orang mabok menjawab, "Belum."
Pendeta bingung... kemudian menenggelamkan si orang mabok sekali lagi terus
bertanya, "Apakah anda sudah menemukan Yesus anakku?" Orang mabok
menjawab, "Belum!" Pendeta tambah bingung dan mulai sedikit kesel,
kemudian dia menenggelamkannya sekali lagi. kali ini agak lama... dua menit
penuh... dan sambil mengangkatnya dia bertanya lagi,"APAKAH ANDA SUDAH
MENEMUKAN YESUS ANAKKU?" Orang mabok menjawab sambil gelagapan, "Belum
Pak... Anda yakin dia tenggelamnya di daerah sini???"
Mengapa kamu mau dibaptis secara Katolik? "Ya donk... Khan keluargaku semua
Katolik!"
"Yah supaya se-iman dengan pasangan saya... Khan kami mau pemberkatan di
Gereja Katolik."
"Saya sih dari bayi sudah dibaptis menjadi Katolik!"
APAKAH ANDA SUDAH MENEMUKAN YESUS ANAKKU? Mungkin ada yang akan
menjawab pertanyaan ini persis seperti jawaban si orang mabok, "Belum!"
Dan mengapa tidak? Karena kita lupa bahwa saat dibaptis seharusnya yang kita
cari SIAPA, bukan APA. Jika Pembaptisan kita tidak berdasarkan Iman dan relasi
pribadi dengan Seorang, suatu saat semuanya akan menjadi hambar dan sepertinya
tak berarti! Sebab Agama kita bukanlah soal mengikuti hukum dan peraturan,
melainkan soal mengikuti serta mempunyai relasi-hati dengan Yesus dari Nazaret,
Putra Allah dan Juruselamat kita. Yesus dibaptis sebagai tanda bahwa Dia sungguh
bersatu dengan kita. Kita dibaptis dan kita sungguh bersatu dengan-Nya. "Hidup
dalam segala kelimpahan" yang dijanjikan-Nya kepada mereka yang
sungguh-sungguh mencari-Nya mulai menjadi milik kita pada saat Allah Bapa
menegaskan tentang kita, "Inilah anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku
berkenan." Menghayati Pembaptisan yang kita telah terima itu berarti
setiap saat mencari dan menemukan Yesus Anak-Nya! (P.Noel.SDB)
Disini Ada Tuhan
Ada orang-orang
dari Timur yang datang ke Yerusalem mencari Bayi Yesus. Orang-orang pinter itu
disebut Majus dan mereka adalah penasehat-penasehat Raja dari Persia. Mereka
adalah yang paling pinter pada zamannya. Menurut penyelidikan mereka, ada
seorang Raja Besar yang akan dilahirkan di dunia. Jadi suatu malam pada saat
mereka memperhatikan salah satu bintang di langit yang memberikan tanda-tanda
yang luar biasa, mereka mengikutinya! Bintang itu mendahului mereka hingga tiba
dan berhenti di atas suatu tempat yang bukan puncak gunung tinggi atau tengah
padang gurun, melainkan suatu desa kecil yang warganya orang-orang sederhana dan
tak berpendidikan.
Perayaan Natal dan Penampakan Tuhan memberikan kepada kita dua pelajaran. Yang
pertama adalah Tuhan Allah benar-benar "meninggalkan surga" supaya bisa tinggal
bersama dengan umat manusia. Dan yang kedua adalah umat manusia ini yang
terpilih untuk menjadi "komunitas" Sang Bayi dan Keluarga-Nya bukanlah
orang-orang suci di pertapaan, para sarjana di universitas atau raja dan
pangeran di istana! Dia memilih untuk tinggal bersama dengan orang-orang yang
miskin, yang tidak mempunyai rumah dan yang kelaparan.
Jika kita ingin menemukan Tuhan di dunia ini sekarang, kita harus mencari-Nya
juga di tempat-tempat dimana orang-orang Majus itu menemukan-Nya... bukan di
antara orang-orang yang hebat dan keren, melainkan di antara orang-orang yang
kecil, tak
berdaya dan dalam kesulitan.
Pada saat ini aku memikirkan saudara-saudari kita yang tertimpa musibah tsunami
di sepanjang pantai Sumatera Barat, terutama bagian utara, dan juga
negara-negara tetangganya. Dimana ada sesama manusia yang menderita,
kesakitan atau kelaparan...di situ ada Tuhan! Mungkinkah aku akan menemukan
dan mengenal-Nya jika seandainya aku ada di tengah-tengah mereka? (P.Noel,SDB)
|