Bangsa
Belanda dibawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tahun 1492
memimpin armadanya datang ke India Timur (Indonesia). Kemudian
bangsa Belanda membentuk VOC (1601-1799) yakni semacam serikat
dagang yang berkembang menjadi kekuasaan kolonial/imperialis.
Dalam memenuhi kebutuhan untuk merawat para opsir dan
perajurit itulah maka dihadirkan adanya ‘perawat rohani’
yang berkembang tak hanya seperti ditugaskan semula, melainkan
memberitakan Injil kepada orang-orang pribumi. Jumlah para
perawat rohani itu bertambah banyak dan mulailah diperlukan
pengaturan wilayah perawatan yakni wilayah Jawa Barat dan Jawa
Timur dilayani oleh gereja Hervormd, sedang wilayah Jawa
Tengah, Sumba dan Toraja dilayani oleh gereja Gereformeerd.
Mengingat pembagian wilayah
gereja-gereja Belanda oleh pimpinan VOC dan kemudian oleh
Pemerintah kolonial Belanda, orang-orang ‘aliran
Gereformeerd’ (yang di negeri Belanda berbeda, bahkan
bertentangan dengan ‘aliran Hervormd’) membentuk
jemaat dewasa pada tanggal 1 Februari 1916 di Naripanweg 11,
Bandoeng. Agaknya jemaat ini bersifat eksklusif dan begitu
eksklusifnya sampai-sampai pemberitaan Injilnya pun amat
terbatas. Hal ini ditandai dengan kenyataan bahwa selama
belasan tahun belum mempunyai sebuah jemaat pun yang
didewasakannya.
Akibat perkembangan politis
pada tahun-tahun perang revolusi Indonesia, jemaat di Bandoeng
dan di kota-kota lain dalam ikatan klasis Batavia
seperti Medan, Batavia (berubah menjadi gereja Gereformeerd
Melayu, dewasa tahun 1929), Semarang (Kalisari) dan Surabaya (Pregolan
Bunder), tidak lagi dapat menjadi satu dalam Generale
Synode Gereformeerde Kerken in Nederland. Itulah sebabnya
pada tanggal 18 Juli 1958 Gereformeerde Kerk van Bandoeng
menyatakan diri dan diterima dalam lingkungan Sinode GKI Jawa
Tengah kemudian berganti nama menjadi ‘Gereja Kristen
Indonesia Bandung’ dan dikenal dengan nama resminya sampai
hari ini: ‘Gereja Kristen Indonesia Taman Cibunut, Bandung’.
(Sejak kapan sebutan ‘Taman Cibunut’ itu ditambahkan,
hingga kini tak terlacak.) Perkembangan ini tak dapat
dilepaskan dari proses estafet kependataan jemaat tersebut
dari Ds E. Pijlman kepada Pdt Go Hian Sing (Sam Gosana).
Kebutuhan adanya kebaktian
di wilayah utara telah mendorong Majelis Jemaat untuk
menyelenggarakannya di Ciumbuleuit dengan mengambil tempat di
Sekolah Hidup Baru. Namun karena jaraknya dirasakan terlalu
jauh dipindahkan ke Wisma Dana Mulia, Jl. Pasteur 12, Bandung,
pada tahun 1974 (?). Tahap demi tahap, kebaktian itu mendapat
perhatian dari anggota-anggota jemaat yang tinggal di wilayah
utara, sehingga makin berkembang dan meningkat. Kenyataan
itulah yang mendorong peningkatan status dari pos menjadi
bakal jemaat dan dari bakal jemaat menjadi dewasa pada tanggal
1 Desember 1987 dengan nama ‘Gereja Kristen Indonesia
Pasteur Bandung’. Pada saat pendewasaannya jumlah anggota
jemaat adalah 123 orang, pindahan dari GKI Taman Cibunut.
(Dari tulisan Pdt Budhiadi
Henoch "Selintas Sejarah Gereja sampai GKI Pasteur")
|