PENGANGKATAN KHALIFAH NAS ATAU
MUSYAWARAH
Semua ulama sependapat bahwa apabila sesuatu masalah
telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya secara jelas, maka memilih
yang lain dari itu tidaklah dibolehkan. Dengan kata lain, apabila telah ada nas
(nash), maka orang tidak boleh berusaha mencari hukum yang lain daripada yang
telah ditetapkan nas. Apabila telah ada nas tentang sesuatu, maka tidaklah boleh
melakukan ijtihad mengenai masalah tersebut. Demikian pula tentang pemilihan.
Allah Ta’ala berfirman:
“Tuhanmu telah berfirman dan memilih apa yang Ia kehendaki. Bagi mereka
tiada pilihan. Mahasuci Allah dan Maha Tinggi diatas sekutu-sekutu yang mereka
persekutukan denganNya.” [ Al-Qashash:68 ]
Ayat ini menunjukkan dengan tegas bahwa manusia tidak
boleh memilih selain apa yang telah dipilih oleh Allah Ta’ala. Dalam surah
yang lain, Allah Ta’ala berfirman:
“Ingatlah, kepunyaanNya ciptaan dan perintah.” [ Al-A’raf: 54 ]
Sebab turunnya ayat yang terkutip diatas itu, menurut
ahli tafsir sunni, al-hazm (Al-hazm, tafsir jilid V halaman 195) dan banyak
tafsir lainnya, adalah jawaban kepada kaum musyrikin yang menuntut kepada Rasul
Allah saw agar dua orang, Walid bin Mughirah di Makkah, dan Urwah bin Mas’ud
ats-Tsaqafi di Thaif, diangkat menjadi Nabi atau agar mereka menerima wahyu,
sebagaimana tersebut dalam Al-Quran:
“Dan mereka berkata (pula), ‘Mengapa Al-Quran ini tiada diturunkan
kepada seseorang yang besar dalam salah satu dari kedua kota (Makkah dan Thaif)?”
[ Az-Zukhruf: 31 ]
Maka Allah Ta’ala memberitahukan bahwa Allah tiada
akan mengutus seseorang dengan mengikuti pilihan orang lain. Dalam surah al-ahzab,
Allah Ta’ala berfirman:
“Tiada dibenarkan bagi orang mukminin dan mukminat, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu keputusan, bahwa mereka akan ambil
pilihan(lain) dalam soal mereka itu. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan
Rasul Nya, pastilah ia tersesat dalam kesesatan yang nyata.” [Al-ahzab: 36 ]
Allah juga berfirman dalam surah ‘Ali Imran: 154
“Mereka berkata: ‘Apakah ada sesuatu kekuasaan bagi kami?’
Katakanlah, ‘Sesungguhnya kekuasaan adalah urusan Allah.”
Dalam surah Al-Hujarat: 1
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul
Nya. Tapi taqwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Ayat berikut ini ditujukan kepada Ibrahim, dalam Al-Quran:
“Akan kujadikan kau Imam bagi manusia.’ Ibrahim memohon, ‘Dari
keturunanku juga, jadikan pemimpin-pemimpin.’ Menjawab (Tuhan) dan berfirman,
‘Janji-Ku tidak berlaku bagi orang yang zalim.” [Al-Baqarah: 124 ]
Ayat ini dengan tegas menunjukkan bahwa kepemimpinan
itu janji Allah, sedang manusia tidak mempunyai hak untuk memilih. Kepemimpinan
(imamah) adalah hak mutlak dari Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala juga berfirman dalam surah Asy-Syura:
38
“Dan urusan mereka dimusyawarahkan antara sesamanya.”
Ayat ini tidaklah bertentangan dengan ayat yang
dikutipkan sebelumnya, karena, sebagaimana telah dikatakan, apabila telah jelas
nas dari suatu masalah, maka tidak boleh dimusyawarahkan lagi. Perintah Allah
serta janji-Nya telah demikian jelasnya, sehingga kaum muslimin tidak boleh lagi
memusyawarahkannya.
Demikian pula pada ayat Al Quran:
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam (segala) urusan” [‘Ali-Imran: 157 ]
Para Ulama sependapat bahwa segala sesuatu dapat
dimusyawarahkan, kecuali yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya.
Masalahnya sekarang, adakah pengganti Rasul oleh Allah
Ta’ala dan Rasul-Nya? Sekiranya tidak ada, maka masalah yang luar biasa
pentingnya ini, yaitu pengangkatan pemimpin umat pengganti Rasul, harus
dilakukan dengan musyawarah.
Akan tetapi!!!
Pada tahun ke-10 dari hijriahnya Rasulullah saw,
terdengar gemuruh gema suara panggilan dan pujian kepada Allah Ta’ala.
“Labbaikallahumma labaik, labbaikalaa syarika laka labbaik.” Terdengar
disetiap tempat. Kepulan debu dan suara derap langkah dapat terlihat dan
terdengar dari kejauhan. Rasulullah saw dan ummatnya sedang melakukan ibadah
suci yang diperintahkan Allah Ta’ala. Berbaiat pada ketauhidan dan melepaskan
diri dari kemusyrikan. Mendemonstrasikan Keagungan Tuhan dengan nya mewujudkan
ketaatan.
Hari ke 18 Dzulhijjah pada tahun itu, merupakan hari
yang menjadikan kaum musyrikin berputus asa dari yang mereka cita-citakan. Yaitu
terpecah belahnya ummat Islam sepeninggal pemimpin mereka Muhammad saw. Pada
hari itu, Allah Ta’ala mengutus malaikat Jibril as menyampaikan tugas yang
sangat berat kepada Rasul saw.
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan Tuhanmu kepadamu.
Bila engkau tidak melakukannya maka engkau tidak menyampaikan Risalah Tuhanmu.
Dan Allah akan menjagamu dari (kejahatan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. ” [ Q.S 5:67 ]
Allah Ta’ala memerintahkan Rasulullah saw untuk
mengumumkan pengangkatan saudaranya Ali bin Abi Thalib as salah seorang dari
ahlul baytnya yang telah disucikan Allah Ta’ala ( Q.S 33:33), sebagai pemimpin
ummat sepeninggal beliau. Maka itu disuatu lembah (Ghadir) yang dinamakan dengan
Khum.
Kisah Ghadir Khum!
Sabda Rasul : “ Barang siapa yang mengakui saya
sebagai maulanya, maka inilah saudaranya! Ya Allah cintailah siapa yang
memperwalikannya dan musuhilah siapa yang memusuhinya.” ( Musnad Imam Ahmad
jilid IV, halaman 370; jilid I halaman 119 )
Dengan kata lain, Ali bin Abi Thalib telah ditunjuk
oleh Rasul sebagai penggantinya. Kuatnya hadith Ghadir khum ini tidak
dapat disangkal lagi. Diantara para
ahli yang menguatkan hadith ini adalah: Imam
Ahmad ibn Hanbal, Tirmdzi, Nasa’i, Ibnu Maja, Abu Daud, dan penulis-penulis
sunni lain, seperti Ibn Atsir dalam Usdul Ghabah, Ibn Abdil Barr dalam Isti’ab,
Ibn ‘Abdi Rabbih dalam “Iqdul Farid, dan Jahizh dalam Utsmainiyyah. Ibnu
katsir, ulema sunni, menulis tujuh setengah halaman tentang peristiwa ini.
Ayat Al Quran surah 5:67 , ayat yang terkenal dengan
nama Ayat Tabligh (sampaikan) turun dalam peristiwa Ali bin Abi Thalib di Ghadir
Khum. As-suyuthi dalam tafsirnya, mencatat riwayat dari Ibn Mas’ud yang
mengatakan: “Pada waktu Rasul masih hidup, kaum muslimin membaca ayat itu (dengan
pengertian) demikian:
“Hai, Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu bahwa ‘Ali adalah wali mukmin, dan jika tiada kau
melakukannya, tiadalah kau menyampaikan amanatnya. Allah akan melindungi dari
orang (berniat jahat). Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk orang yang
ingkar.” ( Suyuthi ad Durrul Mansur, halaman 289 )
Ghadir Khum, tidak mungkin menolaknya!
Paling sedikit dari 110 sahabat Nabi, 84 tabi’in,
355 Ulama, 25 ahli sejarah, 27 ahli hadith, 11 musafir, 18 ahli ilmu kalam, 5
ahli bahasa yang merekamnya. Ini ulasan didapat oleh Husain al Manfuzh, dalam
bukunya Tarikh Asy-Syi’ah.
Bukankah sudah jelas kalau pada ayat Tabligh ini,
Rasul enggan untuk menyampaikannya, karena akan mendapat tantangan, tapi Allah
Ta’ala mengatakan dengan tegas:
“....... Bila engkau tidak melakukannya maka engkau tidak menyampaikan
Risalah Tuhanmu. Dan Allah akan menjagamu dari (kejahatan) manusia. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. ” [ Q.S 5:67 ]
Maka itu, Ghadir Khum, tidak mungkin menolaknya!