KLONING
oleh
Yaziz Hasan
Hari itu 5 Juli 1996. Sebagaimana domba yang lazimnya melahirkan di pagi
hari, tak ada keistimewaan yang tampak terjadi. Proses kelahirannya berlangsung
normal. Hanya terlihat para penunggu mengikuti dengan seksama dan sedikit tegang.
Seekor domba betina yang lucu lahir. Ia diberi nama Dolly, serupa dengan
penggalan nama penyanyi country Inggris, Dolly Parton. Namun, perhatian istimewa
segera hadir sesaat pengumuman secara resmi yang dilakukan tujuh bulan kemudian di Institut Roslin, Skotlandia, 24 Pebruari 1997. Dua hari
kemudian diulas di majalah ilmu pengetahuan bergensi, Nature, 26 Pebruari 1997. Keistimewaannya muncul dari
kenyataan bahwa Dolly hadir dari proses yang melibatkan banyak campur tangan
manusia. Ia lahir dari teknologi kloning.
Keberhasilan kloning dari sel domba dewasa itu
menjadi contoh paling dramatis
penemuan ilmu pengetahuan yang segera menjadi isu publik. Berbagai reaksi yang
pro dan kontra segera berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Selama beberapa
waktu berbagai komentator, para ilmuwan dan agamawan, dokter dan ahli hukum,
penyiar radio dan penulis editorial, sibuk menanggapi berita tersebut. Beberapa
di antaranya berupaya meredakan ketakutan-ketakutan yang muncul, sementara yang
lain segera memunculkan alarm peringatan tentang prospek pengklonan manusia dan
kemungkinan penyalah-gunaannya.
Terobosan keilmuan ini segera mengundang reaksi dari setiap masyarakat
agamawan di seluruh dunia. Suster Jeanne Goyette dari Pusat Katolik pada kampus
College Avenue, percaya bahwa berita ini merupakan suatu langkah awal dalam
pemajuan sumber daya manusia, jika pengetahuan tersebut digunakan dengan cara
yang benar.
"Mungkin ada beberapa manfaat dalam mengkloning mamalia, seperti
untuk pengembangan dalam kedokteran," katanya. Meskipun adanya kemungkinan
penggunaan secara genetis mamalia yang diklon dan untuk mengobati penyakit
manusia, dia berharap ini akan tetap menjadi tujuan para ilmuwan dalam
menggunakan teknologi tersebut.
"Mereka harus sangat berhati-hati dalam bidang ini," lanjutnya.
"Harus ada kode etik, dan tujuan-tujuannya harus dinyatakan secara jelas."
Goyette juga menekankan bahwa tak ada manfaat secara genetis dalam
mereproduksi manusia. "Gereja Katolik selalu berpegang sangat kuat pada
kehidupan manusia." "Bahwa kloning akan menjadi penghancur integritas
manusia. Kehidupan terlalu berharga untuk diotak-atik."
John Didier, seorang dosen paroh-waktu
dalam bahasa-bahasa dan budaya Asia
Timur, tidak begitu optimis tentang kemajuan ilmiah tersebut.
"Dari perspektif seorang Kristen, saya menyamakan ini dengan
manusia-manusia yang ingin mencoba memainkan peran Tuhan," Didier berkata.
Dia lebih senang melihat isu ini dari perspektif seorang penganut Tao. Dalam
Taoisme populer, terobosan ini
dapat dilihat sebagai pengendalian alam.
Menurutnya, dalam strata intelektual Taoisme, kloning setiap binatang
akan berintereferensi dengan sifat alamiah kehidupan, dan itu baik secara moral
maupun etika tak dapat ditolerir.
"Itu hanyalah kebodohan semata," kata Didier. "Saya tidak
melihat adanya manfaat yang mungkin dari teknologi ini."
Beberapa pribadi acuh-tak-acuh dengan bidang ini.
Casey Corcoran , seorang penganut Budha Zen dan seorang mahasiswa baru
Rutgers College, menanggapi bahwa kloning amat menarik, namun dia tidak
menemukan kegunaannya.
"Saya melihat ini sebagai sebuah penciptaan kehidupan, tak soal
bagaimana ia dicapai, namun saya tidak melihat adanya suatu tujuan," kata
Corcoran.
Dalam Budha Zen, kata Corcoran tak ada ego atau dualitas, jadi semuanya
adalah Satu, alam itu sendiri. Kloning binatang, dari pandangan ini, merupakan
bagian dari yang Satu, katanya.
"Jika anda akan berbicara tentang etika kloning, saya pikir anda
harus melangkah ke belakang dan melihat kembali pembuahan dalam cawan petri (in
vitro fertilization), dan kemudian baru membicarakan semua isu-isu ini,"
kata Corcoran. "Orang-orang khawatir bahwa ini tidak alamiah, meski manusia
telah menggeluti banyak eksperimen-eksperimen yang tidak alamiah selama
berabad-abad. Sebelum anda dapat membicarakan kloning secara layak, anda
hendaknya berpaling ke belakang dan benar-benar mendefinisikan apa itu alamiah."
Hamad Ahmad Chebli, Imam Masyarakat Islam Jersey Pusat, meyakini
kemungkinan pengklonan manusia merupakan suatu penghujatan terhadap Tuhan.
"Islam tidak menganjurkan kloning sama sekali," ujar Chebli.
"Kehidupan adalah ciptaan Allah; tak ada perlunya bagi ummat manusia
bermain-main dengan jenis ilmu pengetahuan ini."
Sementara pandangan di kabinet Mesir terbagi atas riset kloning ini bahwa
para petinggi keagamaan tidak dapat menerimanya sementara Menteri Kesehatan
mengatakan bahwa itu merupakan suatu isu ilmiah yang tidak ada sangkut-pautnya
dengan Islam.
"Eksperimen kloning pada manusia adalah haram dan ditolak oleh
masyarakat, agama dan moralitas," kata Menteri Urusan Agama Mahmud Hamdi
Zakzouk pada pertemuan kongres politik Partai Demokratik Nasional yang berkuasa.
Tapi Menteri Kesehatan Ismail Sallam mengatakan pada kongres bahwa
kloning merupakan suatu prosedur ilmiah murni yang tidak merusak penciptaan.
"Kita sedang menggunakan sel-sel hidup yang Allah ciptakan dan bahwa itu
telah diatur oleh hukum-hukum ketuhanan untuk kehidupan," katanya
sebagaimana dikutip.
Subyek kontroversial kloning manusia menjadi kepala-kepala berita setelah
ilmuwan-ilmuwan Skotlandia mengumumkan kepada dunia tentang kehadiran Dolly,
seekor domba yang diklon dari domba dewasa.
Presiden Clinton segera melarang pendanaan federal terhadap riset kloning
manusia dan meminta ilmuwan-ilmuwan swasta secara sukarela untuk memperkuat
suatu penundaan sementara hingga penasehat pemerintah memberi laporan tentang
masalah ini.
Italia juga melarang eksperimen dan Jerman menyerukan suatu pelarangan
global pada pengklonan manusia. Sementara, ilmuwan-ilmuwan Denmark, yang bekerja
seperti rekan-rekannya di Australia dan Skotlandia pada kloning sel hidup,
mengatakan mereka segera menghentikan eksperimen-eksperimen pada sapi sambil
menunggu debat penuh pada isu itu.
Seorang ulama Islam pada lembaga Islam Al-Azhar yang terkenal menyerukan
pengakhiran segera riset kloning dengan mengatakan bahwa hal itu tidak memenuhi
kaidah-kaidah Islam yaitu manfaatnya lebih sedikit dari mudharatnya.
Pemuka tertinggi Islam Mesir, Mufti Besar Nasir Farid Wassil, mengatakan
bahwa kloning manusia merupakan pekerjaan setan namun dapat diterima hanya jika
digunakan untuk menyediakan organ-organ yang sehat bagi orang-orang yang
memerlukan transplantasi.
Berbicara pada simposium tentang kloning yang diselenggarakan suatu
ikatan dokter, beliau mengatakan para ilmuwan seharusnya memusatkan perhatiannya
pada cara-cara bagaimana mengatasi isu-isu yang tengah menghimpit seperti
kemiskinan dan kemelaratan ketimbang pada riset kloning dan menghimbau para
legislator untuk menekan kuat mereka yang mempraktekkannya.
"Ada petunjuk-petunjuk dalam kitab-kitab suci keagamaan bahwa ini
merupakan pekerjaan setan, bahwa dia berada di balik semua perbuatan terkutuk
dan kloning bertujuan mengubah makhluk ciptaan Allah dan tatanan masyarakat,"
Wassil memberitahu peserta simposium.
"Isu ini adalah haram namun tidak jika itu berurusan dengan
aspek-apsek yang dapat membantu kemanusiaan, seperti dalam mengkloning
organ-organ seperti hati atau ginjal untuk memecahkan sebuah masalah....dan
tidak malah memperburuk kesehatan seseorang."
Wassil yang lembaganya bertanggung-jawab pada masalah-masalah agama
mengatakan: "Mengapa para ilmuwan sibuk dengan kloning sementara masih ada
proses terjadinya gurun, kemiskinan dan isu-isu lain yang masih perlu perhatian
kita? Kita tidak memerlukan ini."
"Yang berwenang harus melarang riset dalam bidang ini dan mengenakan
hukuman keras bagi mereka yang melakukannya begitu akan menyeret ke arah
penyelewengan pada tingkat mana hanya Allah yang tahu," lanjut beliau.
Kemungkinan ini telah membuat beberapa orang mengupayakan hak cipta kode
genetika mereka karena dihantui reproduksi manusia. Banyak orang percaya dengan
berhasilnya kloning monyet, para ilmuwan yang mengklon binatang makin dekat
dengan spesies kita sendiri.
AWALNYA DARI KODOK
Tonggak awal teknik kloning dibangun pada 1952 ketika R. Briggs dan T.
King berhasil membuat pertama kali katak kloning yang diklon menggunakan sel-sel
kecebong. Sepuluh tahun kemudian J. Gurdon mengumumkan keberhasilannya mengklon
katak dari sel berudu yang lebih tua.
Louise Brown asal Inggris diumumkan ke seluruh dunia pada 1983 sebagai
bayi tabung pertama yang dihasilkan melalui teknik pembuahan dalam cawan petri.
Pada 1985 para ilmuwan dari Laboratorium Ralph Brinters melaporkan telah
berhasil membuat babi sebagai hewan transgenik pertama yang mampu memproduksi
hormon pertumbuhan manusia (HGH human growth hormone). Selanjutnya, berbagai
penemuan baru muncul sejalan dengan semakin rumitnya teknik yang ditemukan.
Teknologi transgenik dapat mengumpankan satu gen atau beberapa gen dari
satu DNA individu ke dalam DNA individu lain meskipun gen-gen itu datang dari
spesies-spesies yang sama sekali berbeda. Juga dimungkinkan untuk mengganti
sekumpulan lengkap gen-gen atau genom (genome). Inilah yang disebut teknologi
transfer nuklir atau teknik pemindahan inti DNA. Nukleus atau inti sel, dengan
genome di dalamnya, diambil dari sel telur yang dibuahi, kadang-kadang di antara
tahap-tahap ketika dia masih berupa suatu zigot (zygote), yaitu ketika ia masih
berupa satu sel telur terbuahi, dan sebelum ia mulai menjalani pertumbuhan
embrioniknya, yaitu ketika ia membelah dalam banyak sel dan mulai
mendiferensiasi. Nukleus ini lalu ditransfer dan disisipkan ke dalam sel telur
yang tak dibuahi, atau gamet (gamete), dari individu spesies sama, setelah genom
gamet dibuka atau dihilang.
Tranfer nuklir ini menghasilkan suatu zigot baru, DNA nuklirnya (tapi
bukan DNA mitokondrialnya) identik dengan zigot asli. Namun, individu baru ini
secara teknis bukanlah suatu kloning karena buka suatu duplikasi genetik dari
individu lain; genom donor tidak diduplikasi namun hanya ditransfer atau
dipindahkan dari sel telur ke sel telur lain. Sel telur donor tidak lagi
berkembang dan lalu mati.
Ada beberapa tipe teknik kloning, diantaranya adalah kloning molekuler,
kloning seluler, pengembaran embrio, dan transfer somatik nuklir.
Dalam kloning molekuler, potongan-potongan DNA yang mengandung gen-gen
diduplikasi dalam suatu bakteri penerima. Teknik ini digunakan secara luas dalam
terapi gen, pengembangan obat-obatan, vaksin, dan pengujian genetika.
Pada kloning seluler, dilakukan pengkopian sebuah sel yang menghasilkan
garis-garis sel dari sel-sel identik untuk riset kedokteran.
Pengembaran embrio, sebuah embrio dipecah menjadi dua menghasilkan kembar.
Teknik ini digunakan dalam pembiakan sapi. Penggunaanya yang mungkin dalam IVF,
untuk memperbesar kemungkinan berhasil dengan memperbanyak jumlah embrio, secara
medis dan etika adalah kontroversial, dan umumnya tidak digunakan untuk tujuan
tersebut pada saat ini, meskipun telah disetujui oleh panel riset
embrio Amerika.
Transfer somatik nuklir, mengambil nukleus sebuah sel dari satu individu
dan menempatkannya pada sel telur individu lain, dari mana nukleusnya telah
dibuka. Ini merupakan tipe kloning yang menghasilkan si domba Dolly. Nukleus
boleh datang dari sel embrio, fetus, atau dewasa. Sel-sel yang menyediakan
nukleus dapat berasal dari individu yang hidup, dari sel-sel yang dipertahankan
tetap hidup dalam suatu pengkulturan laboratorium (garis-garis sel yang tak mati),
atau dari jaringan yang dibekukan. Sel telur (dengan nukleus dibuka) dapat
berasal dari individu yang akan mengandung dan melahirkannya, atau dari donor
yang terpisah. Sel yang menghasilkan Dolly datang dari induk domba yang telah
mati yang jaringannya telah dibekukan beberapa sebelumnya.
Sel telur (meski tanpa nukleus) menyediakan mitokondria, mesin-mesin
energi kecil yang membawa 1-2 persen informasi genetika kita.
Sumber-sumber yang tidak mungkin untuk kloning hingga saat ini pada
transfer somatik nuklir meliputi: potongan-potongan DNA terisolasi yaitu bukan
seluruh sel, misalnya DNA dari serangga yang terawetkan dalam batu ambar, darah
dinosaurus untuk mengklon dinosaurus seperti dalam film Jurassic Park; sel-sel
yang tidak dibekukan menurut kondisi-kondisi laboratorium yang ketat; sel-sel
dari kadaver; dan material-material nonbiologis seperti fossil tulang dinosaurus.
Sesungguhnya ada dua metoda kloning, transfer somatik nuklir dan fusi
nuklir. Dalam transfer somatik nuklir, sebuah nukleus diimplantasi dalam sebuah
sel telur yang dikosongkan. Dalam fusi nuklir yang menghasilkan Dolly, sebuah
sel donor ditempatkan dekat suatu sel telur yang dikosongkan. Sel-sel kemudian
difusi dengan arus listrik, yang memualai (memicu) pertumbuhan embrio. Dalam
transfer somatik nuklir, hanya mitokondria dari sel telur yang menjadi bagian
embrio. Dalam fusi nuklir, mitokondria baik dari sel donor maupun yang dari sel
telur menjadi bagian embrio.
Transfer somatik nuklir dapat dipakai untuk menghindari penyakit-penyakit
mitokondrial dengan menempatkan sebuah nukleus dari satu sel telur ke dalam
sebuah sel telur yang dikosongkan dari wanita lain dengan mitokondria
bebas-penyakit. Ini bukan kloning. Itu hanya penciptaan sel telur bebas penyakit.
Sperma diperlukan untuk menciptakan embrio.
Akhirnya, pada 1997 dunia dikejutkan oleh laporan hasil penelitian Ian
Wilmut beserta rekan-rekannya dari Institute Roslin di Edinburgh, Inggris, yang
menyatakan berhasil mengklon domba dari sel epitel ambing (sel payudara) seekor
domba lainnya.Wilmut pertama
mengambil sel epitel ambing seekor domba jenis Finn Dorset berumur enam tahun
yang sedang hamil. Kemudian sel ambing itu dikultur dalam cawan petri dengan
sumber makanan yang terbatas. Karena kelaparan sel itu berhenti berkembang atau
mematikan aktivitas gennya.Sementara itu mereka juga mengambil sel telur yang
belum dibuahi dari seekor domba betina jenis Blackface. Inti sel telur yang bisa
membelah menjadi domba dewasa setelah dibuahi itu kemudian diambil, sekarang sel
telur itu kosong, hanya berisi organela dan plasma sel saja.
Selanjutnya dua sel itu didekatkan satu dengan yang lainnya. Kejutan
aliran listrik membuat kedua sel itu bergabung seperti dua gelembung sabun.
Kejutan aliran listrik kedua meniru energi alami yang muncul ketika telur
dibuahi oleh sperma, sehingga sel telur dengan inti baru itu merasa telah
dibuahi. Kejutan aliran listrik itu telah mengubah sel telur dengan inti baru
itu seakan-akan menjadi sel embrio. Kurang lebih enam hari kemudian, sel embrio
bohongan itu disuntikkan ke dalam rahim seekor domba betina Blackface lainnya
yang kemudian mengandung. Setelah mengandung selama 148 hari induk domba titipan
ini melahirkan Dolly, seekor domba lucu seberat 6,6 kilogram yang secara genetis
persis dengan domba jenis Finn Dorset pemilik inti sel ambing.
Apa
sebenarnya klon? Mengapa diperdebatkan secara luas?
Jika
individu A disebut klonnya individu B, artinya informasi genetik individu A sama
persis dengan individu B dan informasi genetik individu A itu berasal dari
individu B. Atau dua individu yang sama informasi genetiknya tetapi mungkin
berbeda umurnya. Jadi kloning adalah menghasilkan suatu
organisma secara aseksual (pembiakan tanpa perkawinan/ pembuahan) dari
suatu induk tunggal. Jika ilmuwan sudah berhasil mengembangkan sel dewasa domba
menjadi domba dewasa, berarti teknik yang sama bisa juga diterapkan pada manusia.
Menurut Wilmut jika memang penelitian dilanjutkan pada manusia hanya
dalam waktu dua tahun teknik yang mereka kembangkan bisa diterapkan untuk
membuat klon manusia dari sel tubuh manusia, bukan dari sel embrio. Artinya
mungkin saja seorang meminta anaknya yang karena meninggal dalam kecelakaan
lalu-lintas, diklon dari sel rambut atau sel kulitnya, atau sel darahnya, atau
sel bagian tubuh lainnya. Setelah sel itu disiapkan, intinya dimasukkan dalam
sel telur seorang wanita entah siapa yang memang menjual sel telurnya, dan
dititipkan kepada wanita titipan. Mungkin juga seorang yang menderita penyakit
ginjal dan sedang menunggu ajalnya, meminta diklon dari sel tubuhnya, dan bisa
dilahirkan kembali, dengan kondisi yang sama dengan sebelumnya. Atau, ingin
melahirkan anak yang membawa gen seorang genius seperti gen penerima Nobel,
ditambah gen ahli lukis, gen ahli musik, gen olahragawan tekenal peneriman
medali Olympiade, dan masih ditambah gen yang membuatnya tampak cantik atau
ganteng. Lahirlah manusia super.
Segala fantasi itu bukannya tidak mungkin terjadi jika melihat kemajuan
ilmu pengetahuan sekarang dan kegigihan para ilmuwan. Para ahli sekarang sudah
memiliki cara bagaimana mentransfer satu jenis gen yang menyandi sifat tertentu
pada tanaman dan pada binatang. Misalnya, para peneliti swasta dari Monsanto
berhasil memasukkan gen asing tahan herbisida (bahan yang mematikan rumput,
tetapi tidak mematikan tanaman), sehingga tanaman kedelai hasil rekayasa ini
tahan terhadap herbisida itu. Dan tanaman itu sekarang sudah bisa dibeli. Bisa
diperkirakan dalam jangka waktu tidak lama lagi akan semakin banyak binatang dan
tanaman transgenik yang dihasilkan. Dengan rekayasa genetika tidak dapat
dibayangkan seperti apa nantinya binatang dan tumbuhan lahir di muka bumi. Human
Genome Project dan Human Genom Diversity Project yang dipelopori Amerika Serikat
yang bertujuan mempelajari genom manusia dan variasi genom manusia, membuka
peluang lebih besar mengotak-atik manusia.
Dolly merupakan hasil klon dari sel epitel ambing
domba lain. Peristiwa itu tercatat sebagai sukses kloning pertama untuk mamalia. Tetapi, kemajuan itu pun tak kurang
memicu pro-kontra akibat adanya kekhawatiran teknik serupa diberlakukan bagi manusia. Perdebatan kian hangat ketika
sukses itu disusul oleh kemajuan berikutnya: lahirnya Polly. Polly
adalah domba hasil kloning yang di dalamnya antara lain disisipkan gen
manusia untuk menghasilkan protein khas manusia.
Belakangan Polly konon dpat menghasilkan protein untuk anti-hemofili.
Meski AS telah memperketat riset kloning dan
rekayasa genetika pada manusia, kemajuan riset terus saja berlangsung.
Antara lain ditandai dengan lahirnya bayi Emma Ott
serta penumbuhan kultur sel dan jaringan hewan untuk 'pabrik organ'.
Keberhasilan membuat kultur sel dan atau kultur
jaringan untuk membuat organ manusia lebih jauh bakal membuka babak baru
revolusi biologi. Sukses itu telah menjebol
dogma lama bahwa kultur sel dan atau jaringan hanya berlaku pada tanaman.
Meski ada potensi kontraversinya, kemajuan
ini dapat memberi harapan bagi mereka yang selama ini menderita cacat
atau disfungsi organ-organ tertentu karena adanya
kecelakaan, penyakit atau cacat bawaan.
Revolusi DNA yang pintunya terbuka sejak 1953 juga masih belum selesai.
Bahkan perkembangan mutakhir dalam transgenik, kloning, 'desain' pabrik organ
baru dianggap sebagai jalan pertama menuju revolusi biologi yang sebenarnya.
Revolusi DNA, kata John Maddox, tak hanya membuka mata kita pada hakekat
mesin biokimia, tetapi mengajak kita untuk
melihat peluang bahwa mesin yang sama dapat dimodifikasi untuk
menghasilkan obat atau diup-grade untuk terapi genetik
yang mustajab.
Kemajuan-kemajuan
mutakhir dalam biologi melekuler akan memungkinkan terapi gen menjadi realitas.
Dari terapi gen telah muncul harapan lahirnya obat dan atau tindakan medis untuk
mengatasi penyakit seperti Alzheimer, aneka skeloris dan
kanker. Jalan itu akakn semakin terbuka setelah atlas Human Genom lengkap
memetakan sekitar 80.000 gen manuisa.
PERDEBATAN
TENTANG KLONING
Pengklonan Dolly, dan tak lama kemudian pengklonan monyet di Oregon,
telah menyebabkan Presiden Clinton menyatakan bahwa dia tidak akan mengizinkan
reproduksi genetik manusia.
Atas permintaan Presiden Clinton, Komisi Penasehat Bioetika Nasional
Amerika (NBAC) segera melakukan dengar pendapat dan mempersiapkan laporan
terhadap isu-isu agama, etika, dan hukum tentang kloning. Sambil menolak
permintaan larangan permanen terhadap praktek kloning, Komisi merekomendasikan
suatu penundaan (moratorium) terhadap usaha-usaha pengklonan manusia, dan
menekankan pentingnya dengar pendapat umum lebih lanjut terhadap bidang ini.
Para anggota Komisi menyadari betul kegelisahan publik yang meluas,
bahkan reaksi mendadak, terhadap kloning manusia. Barangkali mengingat
bayang-bayang Dolly si betina yang digambarkan di sampul-sampul depan
majalah-majalah berita dunia, mereka melihat bahwa dampak
pengembangan-pengembangan yang terbaru ini terhadap psikologi umum sungguh luar
biasa. Karena itu, mereka merasakan bahwa salah satu tugas-tugas mereka adalah
bagaimana mengartikulasikan, secara penuh dan sesimpatik mungkin, rentang
kepedulian bahwa prospek kloning manusia telah datang.
Namun, tampak jelas bahwa beberapa kepedulian ini, setidaknya, didasarkan
pada keyakinan yang salah tentang pengaruh genetik dan sifat individu-individu
yang akan dihasilkan melalui kloning. Misalnya, tinjau tentang ketakutan bahwa
suatu hasil kloning bukanlah suatu individu tetapi hanya salinan persis belaka
dari seseorang yang lain, seperti banyak digambarkan dalam fiksi sains.
Sebagaimana para ilmuwan telah menunjukkan, suatu hasil kloning pada
kenyataannya tidak menjadi salinan identik,
tapi lebih menyerupai suatu kembar identik yang terlambat atau yang hadir
kemudian. Dan seperti halnya kembar-kembar identik adalah juga dua atau lebih
orang yang terpisah, baik secara biologis, psikologis, moral dan hukum, meskipun
tidak secara genetik, sehingga, juga, suatu hasil kloning juga akan menjadi
suatu pribadi-pribadi terpisah dari kembar tidak sezamannya (seangkatannya).
Berpikir selain itu bararti memeluk suatu kepercayaan dalam determinisme genetik,
suatu pandangan bahwa gen-gen menentukan segalanya tentang kita, dan bahwa
faktor-faktor lingkungan atau peristiwa-peristiwa acak dalam perkembangan
manusia adalah tidak penting.
Konsensus ilmiah yang melimpah adalah bahwa determinisme genetik adalah
salah. Dalam rangka memahami cara-cara di mana gen-gen beroperasi, para
biologiwan juga telah mengetahui
cara-cara yang sangat banyak di
mana lingkungan mempengaruhi ekspresi (penampakan) mereka. Kontribusi genetik
terhadap ciri fisik paling sederhana, seperti tinggi dan warna rambut, secara
signifikan dimediasi oleh faktor-faktor lingkungan (dan mungkin sekali oleh
peristiwa-peristiwa acak juga). Dan kontribusi genetik terhadap ciri fisik kita
nilai secara dalam, dari intelegensia hingga keterharuan, adalah diakui oleh
para peneliti genetik yang paling antusias sekalipun terbatas dan tak langsung.
Adalah sulit untuk menilai tingkat mana ketidaksukaan (kejijikan)
terhadap kloning secara umum terletak pada kepercayaan dalam determinisme
genetik. Dengan mengharap memperhitungkan kenyataan bahwa orang secara naluriah
takut (tidak sampai hati) dari kloning manusia, James Q. Wilson menulis, "Ada
suatu sentimen alamiah yang dihantui oleh gambaran mental bayi-bayi identik yang
diproduksi di dalam pabrik-pabrik biologi." Yang memunculkan pertanyaan:
sekali/setelah orang mempelajari bahwa gambaran ini adalah semata-mata fiksi
sains, apakah serangan bahwa kloning yang hadir pada sentimen alamiah berkurang
atau bahkan hilang sama sekali? Jean Bethke Elshtain mengutip skenario mimpi
buruk laki-laki dan wanita di jalan, yang membayangkan suatu masa depan yang
dihuni oleh tentara-tentara Hitler, pengikut-pengikut fanatik yang kejam dan
zalim yang tetap mereproduksi diri mereka sendiri hingga mereka menyelesaikan
apa yang gagal dilakukan oleh Hitler: memusnahkan kita. Apa yang terjadi,
meskipun, terhadap kasih sayang dan teror yang timbul oleh topik kloning ketika
skenario-skenario seperti itu adalah pencabutan semua kredibilitas?
Richard
Lewontin berdalih bahwa katakutan para pengecam, sedikitnya, atau mereka yang
mengkhawatirkan bahwa pertimbangan keahlian dalam merumuskan kebijakan publik,
telah mencair setelah daterminisme genetik
di tolak. Dia mengecam laporan NBAC atas perasaan hormat yang berlebihan
kepada penentang kloning manusia dan menyerukan pendidikan publik yang luas
terhadap isu-isu ilmiah. Komisi dalam kenyataan telah membuat rekomendasi yang
sama, namun Lewontin melihatnya tidak mengesankan namun meskipun suatu kampanye
pendidikan publik telah berhasil dalam menghilangkan konsepsi-konsepsi yang
salah yang sangat agregious tentang pengaruh genitika, yang tidak akan
menuntaskan masalah tersebut. Orang boleh terus mengungkapkan
kepedulian-kepedulian mereka tentang kepentingan-kepentingan sosial dan moral
terhadap proses kloning dan tentang motivasi-motivasi yang timbul bagi
penciptaan anak-anak dalam cara ini.
KEPENTINGAN
DAN HAK
Salah satu soal etika tentang kloning manusia meliputi resiko dan
ketidakpastian yang berkaitan dengan keadaan akhir teknologi kloning. Teknologi
ini belum di ujikan terhadap subyek manusia dan para ilmuwan belum dapat
menyingkirkan kemungkinan terjadinya mutasi atau kerusakan biologis yang lain.
Karenanya, laporan NBAC menyimpulkan bahwa "pada saat ini, secara moral
tidak dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat ataupun pihak swasta,
apakah itu dalam riset atau
kepentingan klinik, untuk mengupayakan penciptaan anak menggunakan kloning
transfer nuklir sel somatik". Usaha-usaha demikian
sebagaimana dikatakan akan merupakan suatu resiko yang tidak dapat
diterima terhadap calon bayi dan atau anak pontensial. Isu-isu tentang
etika menempati bagian terpenting dalam debat kloning, namun tidak
meliputi kegagalan-kegagalan yang mungkin dari teknologi kloning, namun agaknya
pada konsekuensi-konsekuensi keberhasilannya.
Dengan menganggap para ilmuwan mampu mengklon manusia tanpa mendatangkan
resiko-resiko yang disebutkan di atas, keprihatinan-keprihatinan yang mungkin
hadir adalah tentang kesejahteraan dan masa depan hasil kloning tersebut.
Beberapa penentang kloning manusia percaya bahwa individu-individu
demikian akan dipersalahkan dalam
cara-cara signifikan secara moral. Beberapa kesalahan kesalahan ini meliputi
penolakan terhadap apa yang dikatakan oleh Joel Feinberg dengan apa yang disebut
"hak atas masa depan yang terbuka." Misalnya, seorang anak mungkin
secara tetap akan selalu dibandingkan terhadap orang
dewasa dari mana dia di klon, dan karenanya akan membebani
si anak dengan harapan-harapan yang opresif (menyesakkan napas). Bahkan
yang lebih buruk lagi, para orang tua mungkin sesungguhnya membatasi
kesempatan-kesempatan bagi si anak untuk tumbuh dan berkembang: seorang anak
yang diklon dari seorang pemain bola basket misalnya, mungkin menolak suatu
kesempatan pendidikan yang tidak sejalan dengan karir bola basket. Akhirnya,
terlepas dari sikap orang tuanya, anak tersebut dapat terbebani oleh pikiran
bahwa dia hanyalah seorang copy atau salinan dan bukanlah seorang yang "asli".
Rasa harga diri atau individualitas atau martabat si anak, demikian beberapa
berargumentasi, akan sulit untuk bertahan.
Bagaimana kita seharusnya menanggapi kepedulian-kepedulian ini ? Di lain
pihak, keberadaan hak terhadap masa depan yang terbuka telah memiliki penampakan
(daya tarik) intuitif yang sangat kuat. Kita dikacaukan (direcoki) oleh para
orang tua yang secara radikal membatsi kemungkinan-kemungkinan bagi anak mereka
yang tumbuh dan berkembang. Jelas, kita akan mengutuk seorang ayah kloning atas
penghancuran terhadap seorang anak dengan harapan-harapan yang memberatkan, sama
seperti halnya kita mengutuk para orang tua yang fundametalis sama sekali
mengisolasi anak-anak mereka dari dunia modern, atau para orang tua dari
orang-orang kembar yang membani pakaian-pakaian yang sesuai dan nama-nama yang
bersajak. Namun ini tidak dapat cukup untuk mempertahankan keberatan terhadap
kloning itu sendiri. Tanpa (kecuali) adanya klaim bahwa orang tua kloning tidak
dapat menolong selain opresif, kita akan mempunyai alasan untuk mengatakan
mereka telah salah terhadap anak mereka hanya karena dosa-dosa mereka yang
berentetan dan tak dapat dihindari menjadi orang tua buruk-tidak karena mereka
telah memilih untuk menciptakan anak pertama kali.
Kita juga harus mengingat bahwa anak-anak sering lahir ditengah-tengah
semua jenis harapan dan pengharapan; suatu gagasan bahwa atau cita-cita bahwa
ada suatu korban khusus yang
berkaitan dengan pikiran "ada seorang yang secara genetika sama seperti
saya" adalah secara penting spekulaitf. Tambahan pula, dengan adanya
kepalsuan determinisme genitika, setiap kesimpulan yang mungkin ditarik seorang
anak dari pengamatan orang dari mana dia di klon akan menjadi sangat tidak pasti.
Pengetahuannya tentang masa depannya hanya akan berbeda dalam tingkatan dari apa
yang banyak anak-anak telah mengetahuinya setelah mereka mulai belajar
bagian-bagian sejarah medis keluarga mereka. Beberapa diantara kita mengetahui
bahwa kita akan botak atau terhadap penyakit apa yang mungkin kita dapat kuat.
Untuk dapat yakin individu hasil klon dapat
mengetahui banyak tentang apa yang akan terjadi dengan mereka. Namun
karena pengetahui kita tentang pengaruh lingkungan pada perkembangan belum
lengkap betul, si hasil klon dengan pasti akan berada dalam beberapa kejutan.
Akhirnya, kita meskipun jika kita menyakini bahwa hasil klon kemungkinan
besar akan menderita beban-beban tertentu, itu tidak akan cukup untuk
menunjukkan bahwa adalah salah kalau menciptakan mereka. Anak-anak dari keluarga
yang miskin dapat diharapkan untuk menderita beban-beban dan
kesulitan-keselutian tertentu namun kita dengan demikian tidak, dapat
menyimpulkan bahwa anak-anak demikian seharusnya tidak boleh lahir. Meskipun
kesulitan hidup anak-anak miskin dapat mengalami kasih sayang
orang tua dan banyak mainan yang menyenangkan : tekanan kemiskinan
bagaimanapun menyakitkannya adalah tidak menentukan. Umumnya, tak ada kehidupan
seseorang adalah bebas seluruhnya dari
beberapa beban dan kesulitan hidup. Demi konsiderasi-konsiderasi ini
untuk memiliki bobot yang menentukan, kita harus mampu mengatakan bahwa
kehidupan tidaklah menawarkan suatu keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat
yang mengimbangi (sebagai imbalan). Kepedulian-kepedulian yang diungkapkan
tentang kesejahteraan manusia kloning tidak muncul untuk membenarkan pengkajian
yang suram seperti itu. Sebagaian besar dari anak-anak itu dapat diharapkan
untuk memiliki kahidupan yang serba nyaman; banyak kesejahatan-kejahatan yang
dibayangkan adalah tidak buruk
ketimbang yang dihadapi oleh anak-anak yang dihasilkan oleh peralatan yang lebih
konvensional. Jika ada bebarapa keberatan mendalam tentang kloning agaknya
ditemukan (dijumpai) dengan meninjau implikasi-implikasi proses kloning itu
sendiri atau alasan-alasan yang dapat diterima untuk mengambil manfaat darinya.
KEPEDULIAN
TENTANG PROSES
Kloning
manusia secara konseptual terletak antara dua teknologi lain. Pada satu ujung
kita mempunyai teknologi reproduktif bantu, seperti penyuburan dalam cawanpetri
(In Vitro Fertilization), yang mempunyai tujuan primer untuk memungkinkan para
pasangan menghasilkan anak dengan
siapa mereka mempunyai hubungan biologis (keterkaitan biologis). Di ujung lain
kita mempunyai teknologi yang baru muncul rekayasa genitika - secara spesifik
teknologi transplantasi gen - yang tujuan primernya adalah untuk menghasilkan
anak yang mempunyai ciri-ciri fisik tertentu. Banyak pendukung kloning
melihatnya sebagai bagian dari teknologi yang pertama :
kloning adalah hanyalah cara lain menyediakan seorang pasangan dengan
suatu seorang anak biologis yang mereka mungkin di lain pihak tak dapat
diperoleh. Karena tujuan ini dan teknologi-teknologi lain ini dapat
diterima, kloning seharusnya juga dapat diterima.
Dilain pihak, banyak penentang kloning melihatnya sebagai bagian dari
teknologi yang kedua : Meskipun kloning adalah suatu transplantasi dari inti
keseluruhannya dan bukan gen-gen spesifik, meskipun demikian dia merupakan suatu
usaha untuk menghasilkan seorang anak sifat-sifat fisik tertentu. Perasaan
was-was yang mendalam yang kita punyai tentang manipulasi genetika dari para
keturunan (anak cucu) seharusnya berlaku juga pada kloning.
Perdebatan tidak dapat menyelesaikan, bagaimanapun, secara sederhana
dengn menentukan teknologi mana untuk mengasimilasi kloning. Misalnya, beberapa
penentang kloning manusia melihatnya sebagai kelanjutan teknologi reproduktif;
tapi karena mereka menemukan teknologi-teknologi tersebut tak dapat disetujui
juga, asimilasi tidak menunjukkan penerimaan. Dari pada berargumentasi tentant
pengelompokan kloning dengan salah satu teknologi atau yang lain, saya ingin
menyarankan bahwa kita dapat memahami benar pentingnya proses kloning dengan
membandingkannya dengan teknologi-teknologi lain ini, dan dengan demikian
memperluas pendebatan.
Guna melihat apa yang dapat dipelajari dari pendekatan komparatuf
tersebut, mari kita memandang suatu argumen sentral yang telah dilakukan
menentang kloning bahwa ia merusak (mengacaukan) struktur keluarga dengan
membuat identitas dan garis si dewasa dengan si anak yang di klon darinya dapat
dijelaskan sebagai hubungan antara orang tua dengan turunannya (anaknya). Memang
beberapa komentator telah menyebut kolning sebagai "reproduksi aseksral",
yang dengan jelas menyatakan bahwa kloning adalah salah satu cara menghasilkan
keturunan-keturunan kloning, dalam pandangan ini, hanya mempunyai satu orang tua
biologis saja. Di lain pihak, dari titik pandang genetika, si kloning adalah
seorang saudara kandung, sehingga pengklonan lebih tepat dikatakan sebagai
"kembaran yang terlambat" ketimbang sebagai reproduksi asksral. Si
kloning, dalam pandangan ini, mempunyai dua orang tua biologis, tidak
satu-mereka berorang tua sama dengan orang-orang dari mana individu tersebut
diklon.
Kloning dengan demikian menimbulkan kedwi-artian. Apakah Si kloning
seorang anak atau saudara kandung. Apakah dia mempunyai satu orang tua biologis
atau dua ? Arti moral dari kedwiartian-kedwiartian ini terletak pada kenyataan
bahwa dalam banyak masyarakat, termasuk diri kita sendiri, garis keturunan (nasab)
menentukan tanggung jawab. Secara tipikal, orang tua, bukan saudara kandung,
adalah bertanggung jawab atas anak-anak namun jika tak satupun secara jelas
sebagai orang tua, sehingga kekhawatiran dapat terus berlanjut, siapa yang
bertanggung jawab terhadap Si kloning ? sepanjang identitas sosial didasarkan
pada ikatan-ikatan biologis, bukankah indentitas ini akan kabur atau kacau ?
Beberapa teknologi reproduktif bantu telah menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan serupa menyangkut nasab dan identitas. Seorang donor
sperma anonim dipikirkan mempunyai tak ada kewajiban (tanggung jawab) orang tua
terhadap anak biologisnya, Seorang ibu pengganti dapat diminta melepaskan semua
klaim orang tua terhadap anak yang dilahirkannya. Dalam kasus-kasus ini,
penentuan sosial dan hukum tentang "siapa sebagai orang tua" tampaknya akan berlanjut
dalam tantangan fakta-fakta biologis yang sangat, dan untuk menumbangkan kasih
sayang-sayang yang kita sebagai suatu masyarakat biasanya kukuh menjunjung
tinggi. Jadi, sementara maksud teknologi reproduktif bantu adalah untuk
memungkinkan orang menghasilkan atau menghadirkan seorang anak terhadap mana
mereka secara biologis terkait, teknologi-teknologi demikian juga dapat meliputi
penciptaan ikatan-ikatan sosial yang diizinkan untuk menolak teknologi-teknologi
biologis.
Dalam kasus kloning, tapi, nasab yang dwiarti tampak akan menjadi kurang
problematik, tepatnya karena tak satupun yang diminta untuk melepaskan klaim
pada seorang anak terhadap mana mereka mungkin sebaliknya mengakui suatu
keterkaitan biologis. Lalu, apa yang ditakutkan para pengeritik ? tampak tidak
masuk akal bahwa seseorang yang akan mempunyai klonannya sendiri dan kemudian
menyerahkan si anak ke orang tuanya, dengan mengatakan "Rawat dia ! Dia
putrimu!" Juga tidak mungkin sekali demikian, jika indivudu kloning
membesarkan anak, dia akan tiba-tiba menolak membayar uang sekolah bahwa ini
bukan suatu tanggung jawab saudara permpuan. Tentu saja, para pembuat kebijakan
harus memperhatikan setiap kebingungan dalam penugasan tanggung jawab sosial dan
hukum yang timbul dari kloning. Namun ada beberapa alasan untuk berpikir bahwa
ini akan tidak terlalu sulit dari pada dalam kasus teknologi reproduktif lain.
Dengan cara serupa, baik kita membandingkan kloning dengan rekayasa
genetika, kloning mungkin terbukti yang kurang mangacau dari dua teknologi. Ini
benar meskipun masa depan yang gelap terhadap mana mereka sering diduga memimpin
(muncul) adalah mirip secara luas. Misalnya, sebuah artikel di Washington Post
baru-baru ini meninjau ketakutan-ketakutan
bahwa pengembangan teknologi penguatan genetika dapat "menciptakan
suatu pasar dalam sifat-sifat (ciri-ciri) fisik-fisik yang dihendaki".
Reporter bertanya, "Mungkinkah dia membawa ke suatu masyarkat DNA
berpunya dan tidak berpunya, dan penciptaan suatu kelas bawah baru yang tidak
mampu mempunyai keluarga Jones yang diperkuat secara genetika ?" Demikian
pula, seorang anggota NBAC mengemukakan keprihatinannya bahwa kloning dapat
menjadi "suatu praktek yang paling disukai," memberinya tempat "pada
kontinum memberi yang terbaik pada putra anda." Sebagaiakibatnya, orang
tua-orang tua yang memilih untuk "memainkan lotere reproduksi cara lama
akan dipandang tidak bertanggung jawab."
Namun, ketakutan-ketakutan seperti itu tampak lebih terjamin terhadap
rekayasa genetika ketimbang kloning. Agar menawari beberapa orang-dalam senua
probabilitas, anggota kalangan atas-kesempatan untuk mendapatkan sifat-sifat
fisik tertentu melalui menipulasi genetika, rekayasa genetika dapat menghadirkan
penguatan (atau pengokohan) biologis dari bagian-bagian sosial yang ada. Adalah
telah siap cukup keras untuk anak-anak tak beruntung untuk berkompetisi dengan
rekan-rekan mereka yang lebih mahir, dengan adanya sumber-sumber material dan
kesempatan-kesempatan intelektual yang sering tersedia hanya untuk anak-anak
istemewa. Ketetidakadilan ini hampir secara pasti akan mempersulit jika
mampulasi genetika hadir sebaliknya, kloning tidak membawa :perbaikan"
dalam genome : dia agaknya, suatu menduplikasi genome-dengan semua
ketidaksempurnaannya (cacatnya. Dia tidak akan membolehkan kelompok orang-orang
tertentu untuk tetap mendapatkan yang makin lebih baik sepanjang beberapa
dimensi bernilai.
Bagi beberapa pengeritik, tak dapat disangkal, perbedaan ini tampak tidak
akan penting sekali. Ahli teologi Gilbert Mei Laender, Jr, keberatan-keberatan
terhadap kloning dengan dasar bahwa anak-anak yang diciptakan melalui teknologi
ini akan "didesain sebagai sebuah produk "ketimbang" disambut
sebagai anugrah". Kenyataannya bahwa proses desain akan lebih selektif dan
berbeda sedikit dalam kasus rekayasa
genetika, dari sudut pandang ini, tak akan mempunyai signifikansi moral. Pada
tingkat bahwa keberatan ini mencerminkan suatu keprihatian tentang komodifikasi
kehidupan manusia, kita dapat menunjuknya sebagai bila kita meninjau.
ALASAN-ALASAN
KLONING
Daerah
akhir pasangan dalam debat kloning ini adalah bersifat psikologi dari pada
ilmiah atau filosofis. Apakah teknologi kloning aman dan dapat tersedia secara
luas, untuk penggunaan apa?. Alasan apa mereka harus terlibat dalam kloning ?
Dalam laporannya untuk Presiden, Komisi membayangkan beberapa situasi
dimana orang Dapat mengambil manfaat
dari kloning. Dalam satu skenario, seorang suami dan isteri yang ingin
memperoleh anak adalah keduanya pembawa suatu gen resesif letak :
Daripada mengambil resiko satu dalam empat kesempatan (kemungkinan)
mengandung seorang anak yang akan menderita kehidupan yang singkat dan
menyakitkan, pasngan tersebut mempertimbangkan alternatif-alternatif :
memutuskan untuk tidak membesarkan anak, mengadopsi; menggunakan diagnosis
pra-lahir dan penggunaan selektif; menggunakan gamet-gamet donor bebas dari
sifat-sifat resesif; atau menggunakan sel-sel dari salah satu orang dewasa dan
mengupayakan pengklonan seorang anak. Untuk menghindari gamet-gamet donor dan
penggunaan selektif, sementara untuk memelihara (mempertahankan) ikatan genetika
pada anak mereka, mereka memilih kloning.
Pada skenario lain, para orang tua dari anak yang menderita penyakit yang
menyebabkan kematian diberitahu bahwa hanya dengan transplantasi sumsum tulang
yang dapat menyelamatkan jiwa si anak. "Dengan tak adanya donor yang
tersedia, para orang tua berusaha mengklon seorang manusia dari sel anak yang
akan mati (sekarat). Jika berhasil, anak baru akan menjadi pasangan sempurna
bagi transplantasi sumsum tulang, dan dapat digunakan sebagai donor tanpa resiko
berarti atau tidak menyenangkan. Akibat akhir : dua anak yang sehat, yang di
cintai oleh kedua orang tuanya, yang menjadi kembar identik namun berusia beda.
Komisi teristimewa terkesan oleh contoh yang kedua. Skenario itu,
sebagaimana laporan del NBAC, "memungkinkan apa yang boleh jadi merupakan
kasus yang paling mungkin bagi kloning manusia, sebagaimana dimonstrasikan
bagaimana teknologi ini dapat digunakan untuk tujuan-tujuan penyelematan jiwa
manusia". Memang, laporan tersebut memperingatkan bahwa akan merupakan
suatu tragedi untuk membiarkan seorang anak sakit mati hanya karena keberatan
moral/politik terhadap kloning. Meskipun demikian, kita harus mengingatkan (memperhatikan)
bahwa banyak orang secara moral tidak akan tenang tentang penggunaan-seorang
anak kecil (bayi) sebagai donor, tak pandang apakah anak itu sebagai hasil
kloning. Meskipun jika kegelisahan ini berhak ditolak oleh
keprihatinan-keprihatinan, skenario transplantasi mungkin tidak menghadirkan
suatu kasus yang lebih memaksakan terhadap kloning dari pada terhadap pasangan
kurang subur yang telah putus harapan mendapatkan seorang anak biologis.
Banyak
pengritik, kenyataannya menolak untuk meminta spesifik-spesifik dari
situasi-situasi tragis demikian (dan mungkin jarang). Malahan, mereka mendukung
kasus mereka dengan membayangkan skenario-skenario yang lain. Pengguna-pengguna
potensial teknologi tersebut, mereka berdalih, adalah orang-orang yang
tergila-gila terhadap diri sendiri atau orang sinting - orang-orang yang akan
menganggap putra-putra mereka bukan sebagai pribadi-pribadi yang orsinil dan
bebas tetapi sebagai produk-produk yang dimaksudkan untuk memenuhi kurang lebih
spesifikasi-spesifikasi yang kaku (tertentu) meskipun jika orang-orang itu
bukanlah termasuk orang-orang determinis genetika, jalan lain mereka terhadap
kloning akan mengindikasikan suatu keinginan mendesakan semua pengaruh yang
mungkin terhadap jenis anak yang mereka hasilkan.
Peringatan para pengritik pada proses ini mempunyai andil, seperti kita
lihat, terhadap keprihatian-keprihatian tentang beban-beban psikologis seperti
keinginan yang akan memaksakan kloning. Namun hal itu juga mencerminkan suatu
keprihatian yang lebih luas tentang nilai-nilai yang diungkapkan. Dipromosikan,
oleh kebijakan reproduktif masyarakat. Para pengkritik berargumen bahwa satu
masyarakat yang membolehkan orang-orang untuk mengklon dirinya sendiri dengan
demikian menyokong suatu alasan yang paling narsistik (mencintai diri sendiri)
untuk mendapatkan anak mengabadikan diri sendiri di lalui pengulangan genetika.
Kepalsuan determinisme genetika yang dapat dipertunjukkan (didemonstrasikan)
dapat mengurangi sedikit atau jika tidak sama sekali kuatnya motiv ini. Apakah
pengklonan akan mempunyai keluhan (keberatan) terhadap para orang tua untuk
memproduksi anak-anak dengan motivasi ini/tidak, keterlibatan masyarakat atau
kebiasaan terhadap motivasi itu adalah tidak benar dan berbahaya. Namun dapat di
argumentasikan para pengkritik telah tidak memahami secara sederhana pengertian
sosial suatu kebijaksanaan yang akan membolehkan orang untuk mengklon diri
mereka bahkan pada ketidakhadiran keadaan darurat yang menyyat hati (memilukan)
seperti yang dijelaskan dalam laporan NBAC negri ini telah membangun komitmen
kuat bagi otonomi reproduktif. Komitmen ini hadir untuk menanggapi sejarah
eugenetika yang suram sejarah yang kadang-kadang meminta dukungan pengetatan
terhadap kloning (pembatasan terhadap kloning). Dengan kekecuali terhadap
praktek-praktek yang menghadirkan resiko penggunaan paksa dan ekspletasi -
terutama penjualan bayi dan penyewaan kandungan secara komersial - kita tidak
mencapuri kebebasan penduduk untuk menciptakan dan menghadirkan dengan cara
apapun yang mereka sukai, untuk suatu alasan tertentu kebijakan ini tidak
mencerminkan kebebasan pogmatik. Agaknya, untuk merupakan pengakuan pentingnya
kepribadian yang luar biasa dan karakter yang bersifat pribadi tentang
keputusan-keputusan reproduktif, tahankan kebijakan itu juga mencerminkan suatu
pengakuan komplek sitas moral terhadap pengorang tuaan. Misalkan, kita
mengetahui bahwa orang-orang yang bermotivasi telah menghadirkan seorang anak
kedunia tidak menentukan cara dimana mereka meumbuhkannya. Meskipun bila para
orang tua memulainya sebagai orang-orang narsisis (yang mencintai dirinya secara
berlebihan), pengalaman membesarkan anak kadang-kadang akan mentranformasi
infus-infus awal mereka, membuat mereka peduli (perhatian), menghargai, bahkan
pengorbanan diri. Melihat putera-putera mereka tumbuh berkembang, mereka
mengetahui bahwa dia tidak semata-mata suatu perpanjangan diri mereka. Tentu
saja, beberapa orang tua tidak pernah menemukan penemuan; yang lainnya, yang
telah malakukan demikia, tidak pernah memaafkan anak mereka untuk itulangkah dan
tingkat pengembangan moral diantara para orang tua (tidak kurang dari diantara
para anak) adalah variabel secara tak berhingga. Masih, kita membenarkan dengan
mengatakan bahwa mereka yang terlinat dalam kloning tidak akan, berdasarkan
fakta ini, kebal terhadap efek-efek transformatif dari ke orang tua an-bahkan
jika demikian halnya (tidak itu tidak akan selalu) bahwa mereka memulainya
dengan motiv-motiv yang lebih problematik dari pada mereka yang terlibat dalam
lotip genetika.
Bahkan lebih pada itu tambahan pula, sifat motivasi ke orang tua an itu
sendiri adalah lebih kompleks dari pada yang sering dibolehkan oleh narsisisme
adalah suatu perbuatan jahat tidak dianjurkan, kita kekurangan suatu pendangan
yang jelas tentang dimana kebanggaan seorang anak berakhir dan narsisisme
berawal. Bila, misalnya itu tidak tampak untuk bersenag-senang dalam
kemenangannya memperoleh anak ? bayangkan seorang juara senam yang menyenangi (merasa
senang) terhadap kejagoan putrinya. Kini bayangkan bahwa seorang anak
sesungguhnya di klon dari salah satu sel somatik
tukang senam akankah kita harus merevisi kajian moral kita tentang
kesenangannya terhadap keberhasilan putrinya? atau seorang lelaki ingin di klon
dan memberi anaknya kesempatan-kesempatan yang dia sendiri tidak pernah
menikmati dan andaikan bahwa benar atau salah, seorang pria mengambil
keberhasilan seorang anak sebagai ukuran potensial yang luar biasa darinya-suatu
indikasi kehidupan yang gemilang yang mungkin ia peroleh. Apakah sentimen ini
dapat di salahkan? Dan apakah semua yang berbeda dari apa yang banyak orang tua
alamiah rasakan?
Kesimpulan
Hingga
sekarang, ada sedikit pembicaraan-pembicaraan etika, sosial, ataupun hukum
tentang kloning manusia melalui tranplatasi nuklir, karena konsesus
ilmiah,adalah suatu prosedur yang tidak mungkin secara biologis. Dengan
kemunculan dolly, situasinya menjadi berubah. Namun meskipun kini tampak lebih
mungkin meragukan bahwa praktek tersebut akan hadir dalam penggunaannya yang
luas. Saya beranggapan bahwa itu tidak akan, namun alasan-alasan saya tidak akan
menawarkan banyak kesenangan bagi pengkritik kloning. Sementara teknologi
transplatasi nuklir berlanjut, teknologi-teknologi lain-terutama teknologi
rekayasa genetika-juga akan mengalami kemajuan rekayasa genetika manusia akan
dapat diterapkan terhadap suatu variasi yang luas dari sifat-sifat fisik; itu
akan lebih berdaya guna dari pada kloning, dan dengan demikian lebih atraktif
bagi banyak orang. Dia juga akan, sebagaimana saya telah anjurkan, menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan yang lebih mengganggu dari pada prospek kloning yang telah
dimiliki sedemikian jauh.
Tentunya segala keraguan dan kekhawatiran akan dampak negatif
perkembangan bioteknologi akan berkurang bila ilmuwan ataupun calon ilmuwan yang
menggeluti bidang dan teknik ini tetap memiliki disiplin dan kesadaran yang
tinggi untuk dapat mengaplikasikan biotek "hanya" pada bidang yang
bermanfaat, bukan sebaliknya menjadi alat penghancur tatanan kehidupan manusia
dan mahluk hidup lainnya. Masalahnya, dibandingkan ilmu pengetahuan yang lain,
biotek memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi karena setiap aktivitas
bioteknologi hampir selalu melibatkan kehidupan individu baik tumbuhan, hewan
maupun manusia, sehingga penyalahgunaan aplikasinya akan berakibat fatal. Dengan
melihat dan mengetahui perkembangan serta manfaat aplikasinya sampai saat
sekarang ini, diharapkan dapat menambah informasi positif tentang manfaat
bioteknologi dalam kehidupan manusia.