TEMPO, 21 Feb 2002 20:22:32 WIB
Menko Polkam: Sosialiasi Perjanjian
Malino Cukup Baik
21 Feb 2002 20:22:32 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah menilai sosialisasi Perjanjian Malino II yang
dilaksanakan komunitas Islam dan Kristen di Maluku, telah berjalan cukup baik. Tapi
Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, seusai sidang kabinet terbatas di
Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (21/2) petang, mengakui ada kelompok kecil
penentang perjanjian.
Menko Polkam, yang memimpin tim ke Maluku untuk memantau pelaksanaan
sosialisasi perjanjian itu pada Rabu (20/2) lalu, mengatakan kedatangannya untuk
mendorong agar sosialiasi terus dilaksanakan.
"Kedatangan kami dalam konteks sosialisasi itu, memberi keteguhan pada semua
pihak, baik pemda, kedua komunitas, termasuk aparat keamanan untuk mengawal
dan mengamankan proses sosialisasi itu," tuturnya menjelaskan.
Menurut Menko Polkam, penentang perjanjian Malino II dari kalangan Kristen,
sebenarnya menginginkan agar proses penyelesaian Maluku ini diserahkan pada
pihak internasional. Keinginan itu, kata dia, tidak relevan dan tidak rasional karena
proses perundingan Malino II telah memperoleh dukungan dunia.
"Ingat yang saya sampaikan beberapa hari yang lalu, PBB dan negara-negara lain,
sungguh-sungguh sambil menghormati keutuhan wilayah, juga mendukung proses
penghentian konflik dan kekerasan ini," katanya. "Jadi, saya pikir dunia tidak akan
terpengaruh dengan permintaan kelompok kecil dari komunitas Kristen itu."
Sedangkan kelompok dari komunitas Islam yang menentang, kata Yudhoyono, terdiri
dari kelompok lokal maupun pendatang. Kelompok pendatang ini, imbuhnya, adalah
orang Indonesia dan bukan penduduk Ambon, yang menolak Perjanjian Malino dan
merasa tidak perlu menaatinya. Selain itu, mereka juga mempersoalkan peserta yang
hadir dalam perundingan itu.
Terhadap penolakan itu, Menko Polkam menyatakan bahwa pemerintah telah cukup
tegas. Ia telah menyampaikan pada penguasa darurat sipil untuk mengadakan
sosialisasi yang lebih intensif.
"Silahkan, apakah dengan cara persuasif, atau agak sedikit menekan mereka untuk
tidak mengagalkan perjanjian Malino, silahkan," kata dia mengulangi instruksinya
pada Gubernur Maluku.
Meski begitu, tegasnya lagi, penguasa darurat sipil akan tetap menempuh
langkah-langkah hukum jika penolakan itu diwujudkan dalam aksi penggagalan,
seperti provokasi, menyebarluaskan penolakan Perjanjian Malino, atau menimbulkan
gangguan keamanan baru, seperti melakukan serangan, membom, membakar dan
sebagainya.
"Saya memberi kesempatan khusus pada penguasa darurat sipil, termasuk jajaran
TNI/Polri yang berada di bawah kendali Pak Gubernur. Dan Pusat akan rapat, apabila
memang harus ada bantuan yang kita berikan," kata dia.
Jika tindakan tegas memang dibutuhkan, tambah mantan Kaster ini, baik kalangan
DPR, tokoh-tokoh agama, maupun kalangan di Jakarta, akan mendukung demi
mencegah kekerasan baru di Ambon,.
Kendati demikian, hingga saat ini, Yudhoyono menilai, tidak perlu dengan
tergesa-gesa melakukan tindakan represif. "Yang jelas, saya sebetulnya masih
melihat peluang sosialisasi yang efektif," ungkapnya. Ia berharap, proses semacam
itu akan mengurangi pihak-pihak yang menolak sembari mencegah timbulnya
kekerasan baru.
Sementara itu, secara terpisah, Kapolri Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar menyebutkan,
terdapat kelompok kecil dari masing-masing komunitas yang tidak menyetujui hasil
kesepakatan yang dicapai pada perundingan Malino II itu.
"Dari kalangan Islam, ada 11 orang—dan mereka menamakan dirinya Kelompok
Sebelas. Sedangkan dari kalangan Kristen, kelompok FKM (Front Kedaulatan
Maluku)," ungkapnya.
Menurut Kapolri, kelompok-kelompok itu memang tidak hadir dalam perundingan di
Malino. "Tetapi percayalah, sebagian besar dari mereka itu kan datang ke Malino,"
ungkapnya. Untuk itu, pihaknya optimis, sosialisasi dapat terus berjalan hingga
benar-benar menjangkau masyarakat di lapisan terbawah. (Dara Meutia
Uning-Tempo News Room)
© tempointeractive.com
|