AM Hendropriyono terlibat kejahatan kemanusian Timor Timur
Hilversum, Senin 18 Maret 2002 14:50 UTC
Departemen Pertahanan Indonesia terlibat dalam banjir darah di Timor Timur pasca
jajak pendapat September 1999. Selain itu, masih ada salah satu tokoh TNI lain yang
juga terlibat, itulah Hendropriyono, kini ketua Badan Intelijen Negara dan waktu
referendum Timtim menjabat Menteri Transmigrasi. Demikian diungkap oleh dua koran
Australia pekan lalu yang memperoleh informasi ini dari dinas intelijen Australia.
Menurut koran Australia ini, bahkan Hendropriyono sangat terlibat dalam perencanaan
kejahatan terhadap kemanusiaan 1999. Indonesia baru saja menandatangani
perjanjian pertahanan dan kerja sama intelijen dengan Australia. Kami tanyakan
kepada Sidney Jones, direktur Asia lembaga hak-hak asasi manusia Human Rights
Watch, di New York, apa implikasinya kalau sekarang Ketua Badan Intelijen Negara,
Hendro Priyono didekati oleh Amerika dalam rangka perang anti-teror.
Sidney Jones [SJ]: Sekarang mulai lagi semacam debat apakah Amerika Serikat
memperkuat hubungan dengan TNI, dengan perang melawan terorisme. Sekarang ini
orang yakin bahwa akan ada kampanye besar sekali baik di dalam Congress dan di
luar supaya nama Hendropriyono diketahui sebagai orang yang diduga kuat ikut serta
dalam apa yang terjadi di Timtim selama tahun 1999. Maka itu jauh lebih sulit untukn
pemerintah Bush berhasil membuka hubungan semacam itu lagi.
Radio Nederland [RN]: Jadi ada perkembangan baru, Amerika ingin melanjutkan
perang anti teror di Asia dengan bekerjasama dengan tentara setempat, tentara
Filipina, tentara Indonesia, begitu?
[SJ]: Itu satu. Tapi juga, sekarang ada keinginan dari pemerintahan Bush memperkuat
hubungan antara tentara Amerika Serikat dan TNI secara umum atas nama
keamanan Asia dan perang melawan terorisme. Sampai sekarang, ada halangan dari
pihak Congress yang masih ingat apa yang terjadi di Timor pada tahun 1999, juga di
Aceh dan Papua.
[RN]: Lalu, apakah kongres masih kuat seperti dulu mau mempertahankan embargo
senjata?
[SJ]: Masih, masih. Apalagi, dengan berita yang baru muncul dari Australia. Jadi ini
akan menjadi satu alat yang cukup besar untuk menolong anggota kongres tahan
pada posisinya.
[RN]: Mengenai pengadilan HAM di Jakarta, ini pertama kali dibuka, namun
ditanggapi dengan skepsisme besar di mana-mana. Kalau perlu pengadilan ini diukur
dengan standar internasional, apa yang sebenarnya ukuran-ukuran apakah sidang ini
memenuhi standar internasional atau tidak?
[SJ]: Ada macam-macam. Ada kebebasan para hakim, kebersihan para jaksa,
bagaimana surat dakwaan disiapkan, apakah prosedur di dalam pengadilan sendiri
apakah betul-betul adil, apakah saksi merasa dilindungi, dan tidak terancam
pihak-pihak luar, apakah tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan, definisinya cocok
dengan definisi internasional.
[RN]: Apakah ini tugas UNTAET untuki memulai memeriksa ini ataukah UNTAET
harus menunggu perintah dari Dewan Keamanan yang memantau proses ini?
[SJ]: Saya yakin, PBB tidak begitu peduli tentang apa yang terjadi di Jakarta
sekarang ini terhadap pengadilan ad hoc HAM. Kalau gagal dan menjadi semacam
sandiwara saja tanpa tekanan internasional yang jauh lebih besar daripada yang ada
sekarang ini, PBB tidak akan berbuat apa-apa.
[RN]: Jadi kalau sidang ini gagal, tinggal UNTAET, apakah UNTAET mampu tanpa
wewenang PBB?
[SJ]: Bukan tinggal UNTAET saja. Karena UNTAET tidak mampu, apalagi karena
dalam beberapa bulan lagi,Timtim akan merdeka. Kalau gagal, satu-satunya pilihan
adalah menyiapkan kasus supaya diadili di pengadilan atau di Eropa, atau di Amerika
Serikat atau di tempat lain.
[RN]: Bagaimana prosesnya, dari mana kampanyenya?
[SJ]: Ada gugatan perdata yang bisa dilaksanakan. Dan saksi atau korban yang
tinggal di Indonesia atau di Timtim, bisa mengajukan gugatan kepada seorang
perwira. Tapi yang penting, perwira mesti berada di luar negeri, tanpa pelakunya
berada di tempat pengadilan akan melaksanakan kasusnya tidak jadi. Yang kedua,
kalau ada orang, misalnya Feisal Tanjung, yang pergi ke luar negeri, misalnya ke
Kanada, ternyata bahwa pengadilan Kanada bisa saja mengadili seorang penjahat
kelas kakap, kalau ada orang Timtim yang tinggal di Kanada, yang bisa mengajukan
pengaduan kepada Feisal Tanjung pada waktu dia berada di Kanada, bisa dia
ditangkap tapi hanya kalau buktinya semua sudah dikumpulkan dan hakim di Kanada
sudah bisa diyakinkan bahwa orang ini betul-betul pelaku pelanggaran berat HAM.
Demikian Sidney Jones, direktur Asia lembaga hak-hak asasi manusia Human Rights
Watch di New York, Amerika Serikat.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|