Bom Palu Setelah Deklarasi Malino: Cermin Tak
Tuntasnya Konflik-konflik Sosial di Indonesia
Hilversum, Senin 07 Januari 2002 05:45 WIB
Saat pergantian tahun yang baru lalu, masyarakat kota
Palu dikejutkan oleh serentetan ledakan bom. Empat buah
bom menghantam empat buah gereja. Meski tidak
menimbulkan korban jiwa kejadian ini meniupkan
kekhawatiran, akankah konflik bernuansa agama seperti
yang sudah mencabik-cabik Poso merembet ke ibukota
Sulawesi Tengah itu?
Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Tengah Habib
Sayed Saggaf Al Djufrie menyatakan tidak tahu adanya
upaya pengalihan konflik Poso ke Palu. Namun menurutnya
Deklarasi Malino telah menghasilkan langkah-langkah
kongkrit dalam penuntasan konflik Poso. Meski demikian ia
yakin ada pihak ketiga yang bermain untuk mengadu
domba umat beragama di Sulawesi Tengah
Habib: Mungkin ini ada pihak ketiga akan membuat
semacam keonaran, tindak teror dan mau memfitnah
antarumat beragama. Pihak ketiga saya maksudkan bukan
kelompok Islam atau Kristen tapi pihak ketiga. Saya telah
mengeluarkan suatu seruan agar masyarakat luas tidak
terpancing hal-hal yang semacam ini.
Setelah rentetan peledakan itu, para pemuka agama Islam
dan Kristen Palu segera bertemu membicarakan
langkah-langkah meredam konflik. Warga Nasrani di Palu
menurut Ketua Forum Komunikasi Gereja-gereja Palu
Pendeta BJ Bangguna juga tidak terpancing. Bangguna
menegaskan semua umat beragama di Palu sepakat untuk
tidak memberi peluang masuknya provokator termasuk
yang berasal dari Poso.
Bangguna : Kami telah sepakat tadi dalam pertemuan
semua dari tokoh-tokoh Islam, gereja termasuk umat
katolik. Kami sepakat tidak memberi kesempatan sedikitpun
bagi kaum provokator dan teroris yang terjadi di kota Palu.
Dan kami minta juga supaya aparat transaparan
mengungkap kasus ini dan mengumumkan pelakunya secara
transaparan.
Bangguna menambahkan pihak gereja terus
memasyarakatkan hasil-hasil deklarasi Malino ke seluruh
Sulawesi Tengah. Baik pemuka agama Islam maupun
Kristen di Palu mengakui bahwa selama ini kerukunan di
antara mereka terjalin erat. Setelah peledakan itu sejumlah
organisasi massa Islam mengerahkan massanya untuk
menjaga gereja-gereja.
Pengamat sosial Thamrin Amal Tamagola mengatakan
kondisi masyarakat Palu juga bisa menghindarkan Palu jadi
medan konflik seperti Poso. Menurut Thamrin dalam
masyarakat Palu tidak dikenal pemisahan kampung Islam
dan Kristen seperti di Ambon. Namun demikian ia
mengingatkan akan adanya kelompok-kelompok masyarakat
yang tidak puas dengan upaya perdamaian Malino. Ketiga
kelompok itu menurut Thamrin bisa saja memancing
kerusuhan kembali.
Thamrin: Pertama kelompok politisi lokal yang mempunyai
ambisi-ambisi posisi politik strategis camat, bupati atau
anggota DPR. Kedua kelompok laskar bersenjata yang dari
luar dan ketiga kelompok tentara atau polisi yang desersi.
Kalau aparat keamanan bisa bersikap tegas ada harapan ke
depan Sulawesi Tengah makin aman.
Mengapa selalu saja ada pihak-pihak yang menginginkan
kerusuhan dan betapa sulit menegakkan kedamaian di
Indonesia? Pengamat konflik dari Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta Samsurizal Panggabean mengatakan
penyebabnya adalah kelemahan negara dalam mengatasi
konflik-konflik yang terjadi. Akibatnya tak ada konflik yang
bisa dituntaskan selama ini seperti yang terjadi Poso,
Ambon, Aceh dan Papua.
Samsurizal: Persoalan kita adalah kegagalan negara untuk
menghentikan konflik itu secepat dan sedini mungin
sebelum dia berlangsung berlarut-larut bertahun-tahun.
Dan ujung-ujungnya menjadi sangat termiliterisasi seperti
ada bom ada senjata organik yang berpindah ke tangan
masyarakat sipil.
Parahnya menurut Samsurizal, lemahnya negara mengatasi
konflik berlangsung sejak zaman Orde Baru hingga saat ini.
Sebab yang mengelola konflik saat ini adalah para petugas
keamanan lama yang mengatasi konflik dengan cara-cara
yang lama. Artinya meski sudah memasuki masa reformasi
dan terjadi pergantian kekuasaan berkali-kali tetap saja
pemerintah datang dengan satu resep dalam mengatasi
konflik sosial, itulah cara kekerasan militer. Tidaklah
mengherankan kalau konflik di pelbagai wilayah Indonesia
tidak kunjung berhenti!
Tim Liputan 68 H Jakarta melaporkan untuk Radio
Nederland di Hilversum.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|