KOMPAS, Jumat, 18 Januari 2002
Hendropriyono Intervensi Gugatan Keppres
Pengangkatan Dirinya
Jakarta, Kompas
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Abdullah Makhmud Hendropriyono mengajukan
diri sebagai penggugat intervensi dalam kasus gugatan korban Talangsari Lampung
terhadap Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 229/M/2001 di Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta. Keppres tersebut berisi tentang pengangkatan Hendropriyono,
sebagai Kepala BIN.
Sebagai korban, warga menganggap pengangkatan Hendropriyono bakal
mempengaruhi penyelidikan pelanggaran HAM kasus di Dukuh Talangsari III, Way
Jepara, Lampung, 6 Februari 1989. Sebanyak 31 orang (versi pemerintah) dan 246
korban (versi Komite Solidaritas Masyarakat Lampung) pengikut Jemaah Warsidi
menjadi korban amukan senjata aparat. Pada waktu itu, Hendropriyono adalah
Komandan Korem 043/Garuda Hitam Lampung. (Kompas, 11/1)
Dalam permohonan yang disampaikan kuasa hukumnya, 16 Januari 2002,
Hendropriyono menyatakan "berkepentingan" terhadap perkara gugatan terhadap
Keppres itu. Sehingga sesuai hukum, dia memiliki hak untuk masuk sebagai salah
satu pihak dalam perkara.
Pasal 83 Ayat (1) UU No 5/ 1986 tentang PTUN menyebutkan, Selama pemeriksaan
berlangsung, setiap yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang
diperiksa oleh pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan
permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat masuk dalam sengketa tata usaha
negara dan bertindak sebagai a. pihak yang membela haknya; atau b. peserta yang
bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
Kepentingan pribadi
Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(Kontras) Munir, yang dihubungi terpisah, mengatakan, kepentingan Kepala BIN AM
Hendropriyono dalam perkara gugatan korban Peristiwa Talangsari Lampung terhadap
Keppres No 229/M/2001, kurang jelas. Kalaupun ada, hal itu adalah kepentingan
pribadi Hendropriyono semata untuk mempertahankan jabatannya.
Harus dipahami, gugatan atas keppres pengangkatan Hendropriyono adalah
perwujudan rasa prihatin atas keputusan politik pemerintah yang tidak peka terhadap
kepedihan warganya. Pertanyaan besarnya, mengapa Presiden tetap mengangkat
orang yang diduga keras bertanggung jawab dalam kejahatan HAM pada peristiwa 6
Februari 1989 di Talangsari. "Gugatan intervensi yang diajukan Hendropriyono itu
salah alamat. Semestinya yang menggugat intervensi itu Komnas HAM, bukan dia,"
kata Munir.
Komnas HAM, menurut Munir, lebih memiliki kepentingan terhadap gugatan warga
Talangsari. Pasalnya, Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Talangsari memiliki
kepentingan dengan data intelijen mengenai kejadian tahun 1989 itu. Bila
Hendropriyono menjabat Kepala BIN, sangat mungkin data-data itu menjadi kabur
atau hilang. Atau yang bersangkutan tidak akan kooperatif dalam penyelidikan
Komnas HAM.
Kamis kemarin, persidangan terhadap gugatan Keppres No 229/M/2001 di PTUN
mendengarkan replik atau jawaban terhadap keberatan kuasa hukum Presiden.
Hendrayana dari Kontras selaku kuasa hukum warga mengatakan, gugatan yang
dilakukan para korban Talangsari sudah memenuhi ketentuan undang-undang.
(m10/sah)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|