The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Deklarasi Malino Tidak Boleh Layu Sebelum Berkembang


KOMPAS, Senin, 07 Januari 2002, 20:35 WIB

Deklarasi Malino Tidak Boleh Layu Sebelum Berkembang

Tentena, Poso, Senin

Deklarasi Malino untuk Poso hendaknya jangan hanya sekedar menjadi lips service tetapi harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata agar kesepakatan damai tersebut tidak layu sebelum berkembang, kata Kapuspen TNI Marsda Graito Usodo.

"Jika kesepakatan damai ini sampai gagal, maka perintisan perdamaian selanjutnya bisa menjadi jauh lebih sulit lagi," katanya di Poso, Sulteng, Senin.

Lebih buruk lagi, sambungnya, kegagalan kesepakatan untuk berdamai itu akan menjadi preseden buruk bagi daerah-daerah lainnya yang juga potensial terjadi konflik, seperti Sampit, Ambon, Aceh, maupun Papua.

Oleh karena itu, proses rekonsiliasi masyarakat Poso harus secepatnya dilakukan sehingga keinginan berdamai diantara mereka-mereka yang pernah bertikai itu dapat secepatnya pula mengkristal.

Konflik antarmasyarakat bernuansa SARA yang terjadi di Kabupaten Poso dan Morowali, Sulteng, telah terjadi semenjak Desember 1998 dan mengakibatkan puluhan ribu penduduk kehilangan rumah dan mata pencahariannya.

Berbagai pihak telah mengupayakan perdamaian diantara dua kelompok masyarakat yang saling bertikai itu dan mencapai puncaknya pada tanggal 20 Desember 2001 dengan ditandatanganinya "Deklarasi Malino Untuk Poso"

Dalam deklarasi yang ditandatangani tokoh-tokoh masyarakat muslim dan kristiani itu, diantaranya, disepakati penghentian semua bentuk konflik dan perselisihan serta pemberian sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar perdamaian, menolak campur tangan pihak asing, dan pengembalian seluruh pengungsi ke tempat asal masing-masing.

Pintu masuk

Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat nasrani, Pdt Arnold Tobondo mengatakan Deklarasi Malino itu merupakan satu pintu masuk kearah perdamaian dan karenanya nilai perdamaian yang terjalin di kota Malino itu sangatlah mahal.

Ditanya tentang kemungkinan masih adanya sekelompok orang yang masih merasa dendam dan dikhawatirkan menghancurkan upaya perdamaian itu, Ketua Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) itu mengatakan bahwa kemungkinan seperti itu tetap saja ada dan terbuka.

"Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan adalah melakukan pendampingan kepada mereka-mereka yang masih mengalami trauma akibat pertikaian berdarah tersebut," katanya seraya menambahkan bahwa rehabilitasi sosial tanpa adanya rehabilitasi mental para korban, tidak akan mendatangkan banyak kemajuan berarti bagi rekonsiliasi.

Lebih jauh Tobondo mengatakan bahwa pendampingan harus dilakukan dengan pendekatan yang sifatnya human approach dan bukan lagi sekedar religi approach.(Ant/jy)

© C o p y r i g h t   1 9 9 8   Harian Kompas
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/baguala67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044