KOMPAS, Senin, 4 Maret 2002
Suasana Kota Ambon Berangsur Tenang
Ambon, Kompas -Setelah peristiwa pawai damai yang diwarnai kericuhan Sabtu (2/3)
lalu, suasana Kota Ambon sepanjang pagi, siang, hingga malam hari kemarin
berangsur-angsur tenang. Aktivitas penduduk berjalan normal dan tidak tampak
ketegangan.
Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Maluku Brigjen (Pol) Soenarko DA menegaskan,
aparat keamanan tidak menangkap atau mengamankan seorang pun atas peristiwa
yang terjadi di depan Masjid Al Fatah itu.
Walaupun demikian, aparat keamanan Sabtu lalu sempat menutup garis demarkasi di
wilayah-wilayah perbatasan kelompok Kristen dan Muslim. Upaya itu dilakukan untuk
menghindari terjadinya bentrok yang lebih buruk di antara dua kelompok.
Namun, sehari kemudian, garis-garis demarkasi itu sudah dibuka kembali. Sebagian
warga Muslim dan Kristen di Ambon sudah bisa berbaur lagi. Seorang penduduk
bernama Loli Latuheru yang ditemui Kompas di Bandara Pattimura menyayangkan
terjadinya peristiwa Sabtu lalu itu.
"Memang upaya damai itu agak tercederai dengan peristiwa tersebut. Tetapi, saya
kira tidak akan melebar jauh. Itu hanya insidental. Massa terlalu bersuka cita setelah
sekian lama berada dalam cekaman ketakutan," kata Latuheru. Dia percaya, keadaan
kondusif di Ambon, di mana kedua belah pihak yang sebelumnya pernah bertikai
sudah saling ingin berbaur, terjadi setelah Deklarasi Malino II tanggal 12 Februari lalu.
Meski demikian, untuk mencapai Kota Ambon lewat Bandara Pattimura, wilayah
terkait masih terbelah dalam dua jalur, yakni jalur yang biasa digunakan masyarakat
Kristen dan Muslim. Karena itu, dari bandara, sejumlah warga masyarakat ada yang
memilih taksi ke Pelabuhan Wayame yang juga terbelah dua. Sesampainya di
Wayame, naik speedboat menuju Gudang Arang (untuk Kristen) dan Belakang Kota
(untuk Muslim).
Jarak Pelabuhan Wayame untuk Kristen dan Muslim hanya sekitar 200 meter.
Dengan tarif Rp 10.000 per orang, penumpang sampai di tempat tujuan dengan waktu
tempuh sekitar 20 menit. Namun, dari bandara ke Wayame, ongkos taksi rata-rata Rp
50.000.
Adanya dua jalur itu tidak berarti "harga mati". Kompas menyaksikan di Bandara
Pattimura keluarga Muslim yang mengenakan peci haji dan istri serta anaknya yang
mengenakan jilbab tidak ragu naik taksi yang sesungguhnya "diperuntukkan" bagi
warga Kristen. Bahkan, seorang wartawan yang mengenakan jilbab berani naik ojek
sepeda motor dari Pelabuhan Wayame ke Bandara Pattimura.
Antara Pelabuhan Wayame dan Bandara Pattimura merupakan wilayah
"belang-belang", seperti Desa Tawiri yang Kristen dan Desa Laha yang Muslim.
Aktivitas di pasar tradisional dan pertokoan juga tidak terganggu. Hanya minimnya
sarana transportasi mengakibatkan tarif angkutan menjadi tinggi. Mobil sewaan,
misalnya, tarifnya Rp 40.000 per jam.
Tak ditangkap
Beberapa saat setelah terjadi kekacauan saat berlangsungnya pawai massa dari dua
kelompok, sempat disebut-sebut adanya massa yang ditangkap aparat keamanan,
baik dari kelompok Kristen maupun Islam. Namun, Kepala Polda Soenarko saat
berada di Ambon Plaza meyakinkan, tidak ada seorang pun yang ditangkap. "Tidak
ada seorang pelaku pun yang ditangkap sejak peristiwa kemarin (Sabtu lalu- Red),"
katanya.
Kericuhan yang terjadi Sabtu siang itu merupakan rangkaian pawai hari keempat, di
mana kelompok Muslim dan Kristen mulai berbaur menjadi satu. Pawai dimulai pada
27 Februari, di mana penduduk Hatuhaha dan Hulaliu yang Muslim mulai
mengadakan pawai damai yang kemudian disambut hangat oleh kelompok Kristen.
Hari berikutnya, kelompok Kristen yang membalas pawai damai tersebut dan diikuti
oleh kelompok Muslim.
Jumat 1 Maret pawai damai terus berlangsung dengan massa yang semakin banyak.
Hal itu berlangsung dengan aman tanpa insiden. Barulah pada pawai hari keempat
yang terjadi Sabtu lalu terjadi kericuhan dengan dibakarnya kendaraan roda empat
dan becak di depan Masjid Al Fatah.
Sosialisasi jalan terus
Gubernur Maluku Saleh Latuconsina menegaskan, proses sosialisasi butir-butir
kesepakatan perundingan Maluku di Malino akan berjalan terus kendati terjadi
ketegangan Sabtu siang itu."Kejadian ini tidak membuat kita mundur kembali ke
belakang. Proses sosialisasi kesepakatan Malino tidak akan gagal, tetapi jalan
terus," ujarnya seperti dikutip Antara di Ambon, Minggu.
Dia mengharapkan semua pihak agar mengambil hikmah dari insiden tersebut guna
menyatukan langkah dan gerak untuk mendukung proses penghentian konflik yang
tengah digalakkan melalui sosialisasi butir-butir kesepakatan.
Latuconsina yang juga Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku mengakui,
proses sosialisasi perjanjian Malino banyak mendapat tantangan dari
kelompok-kelompok yang tidak menyetujuinya, di mana setiap saat mencari peluang
untuk mengacaukan situasi.
"Saya minta kepada kelompok-kelompok ini agar jangan membuat atau mengganggu
jalannya sosialisasi atau interaksi masyarakat karena akan berhadapan dengan
pemerintah, TNI/Polri, serta masyarakat yang menyepakati perjanjian Malino,"
tegasnya.
Panglima Kodam XVI/Pattimura Brigjen Mustopo menegaskan, seluruh komponen
bangsa di Maluku telah bersepakat untuk mengawal proses sosialisasi perdamaian
Maluku di Malino. Dengan demikian, setiap unsur yang menghasut dan tidak
mendukung akan ditindak tegas.
"Pokoknya, proses sosialisasinya harus berjalan terus karena telah disepakati semua
komponen bangsa. Yang tidak sepakat dan mendukung akan kami cari dan
sadarkan. Jika tidak mau sadar, terpaksa akan ditindak tegas," ujarnya. (pep)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|