Situasi
politik dunia dewasa ini telah membuat komunisme terjepit. Tetapi komunisme
selalu mencari peluang, menyusup, dan memanfaatkan situasi untuk bangkit
kembali dalam berbagai metode dan bentuk seperti doktrin "Tripanji"
partai.
Pakar
politik ekonomi Amerika Serikat Profesor Geoffrey B Hainswort mengatakan,
komunisme sebagai paham dan ideologi tak akan mati. Kalau terjadi kemunduran
paham komunisme di suatu negara bukanlah kematian melainkan hanya sekarat
atau tertidur lelap. Kalimat itu bukan sekadar statemen seorang pakar,
tetapi peringatan yang menyentakkan bangsa kita, yang 33 tahun silam berhasil
membasmi komunisme sampai akar-akarnya. Namun di awal reformasi ini bangsa
kita limbung dan "lemah" menghadapi berbagai gerakan berindikasi
komunisme, yang membuat kaum reformis seakan tak berdaya. Karenanya peringatan
Geoffrey penting dijadikan setting kajian saat ini.
Indikasi-indikasi
seperti ini sudah mulai tampak beberapa tahun terakhir masa Orde Baru,
seperti isu keterlibatan orang-orang PKI yang menduduki berbagai posisi
penting secara politis, psikologis, dan ekonomi. Isu organisasi inkonstitusional
yang pengurus intinya terlibat PKI. Para bekas PKI, setidaknya masuk dalam
kategori keterlibatan dan keterpengaruhan, menduduki jabatan penting pemerintah,
lembaga-lembaga pendidikan, badan-badan dan swasta, media massa, komunis,
legislatif bahkan menyusup ke beberapa mahasiswa yang berperilaku sama
dengan kader PKI, Kita seakan menutup kemudian menganggap isu tak penting.
Kita telah menyaksikan berkali-kali kebiadaban komunisme di Indonesia dengan
korban jutaan jiwa bahkan di antaranya putra-putra terbaiknya.
Mungkinkah
lemahnya penangkalan terhadap komunisme di era reformasi karena para pakar
politik menerjemahkan teori politik agar masyarakat sendiri yang menilai
baik-buruknya komunisme seperti di Eropa dan Amerika ? Kalau ini yang dilakukan
tentunya kita telah keliru mengambil keputusan. Apa yang dilakukan Amerika
dan Eropa karena rakyatnya telah pandai (intelek) dan makmur ekonominya
sehingga paham komunisme tak laku di sana. Dalam teori politik apabila
negara dan rakyat sudah pandai maka yang berlaku adalah sistem partisipasi
karena rakyat yang pandai, telah pintar pula memilah dan memilih yang terbaik
dan benar. Sedang negara dengan rakyat yang masih bodoh, maka sistem yang
dipakai adalah instruksional, harus dipandu oleh negara secara jelas dan
tegas mengarahkan rakyatnya untuk suatu kebaikan. Karena itu, menerapkan
model AS dan Eropa di Indonesia terutama dalam menghadapi paham komunisme,
adalah suatu langkah yang kurang tepat, karena rakyat kita belum mampu
berpartisipasi secara mandiri apalagi dalam memilih suatu ideologi.
Sepenuh hati.
< Cara-cara
Orde Baru membasmi pahma komunisme. Marxisme dam leninisme di Indonesia
dulu perlu kita perhatikan. Setidaknya dikaji secara cermat efektivitasnya.
Penindakan tegas terhadap orang-orang yang tersangkut PKI oleh pemerintah
harus kita sambut sukacita, karena betapa biadabnya PKI dan semua paham
komunisme. Kewaspadaan secara politis saat itu mengambil langkah pembasmian
dengan berbagai metode antara lain metode keterlibatan dan keterpengaruhan
yang dinilai tetap efektif meskipun kemudian diembus-embuskan Orba melanggar
HAM. Bukan komunisme pelanggar HAM paling nyata dan terencana secara sistematis
?
< Keterlibatan,
artinya orang tersebut benar-benar terlibat dalam aksi Gerakan PKI yang
klimaksnya terjadi G-30-S/PKI. Sedangkan "keterpengaruhan" adalah
seseorang bisa tidak terlibat langsung dengan G-30-S/PKI, akan tetapi sikap
dan perilakunya secara nyata, lisan maupun tulisan mengandung anasir cara
kerja komunisme. Namun kini kita dengan sedih menyaksikan, tindakan pemerintah
yang sudah cukup tepat tersebut, kini era reformasi dirasa sangat permisif
terhadap ajaran-ajaran komunisme. Ini semua mempengaruhi suhu politik di
Indonesia dengan cara yang berbau komunisme semakin naik ditunjang dengan
penerapan metode " keterlibatan dan keterpengaruhan " yang tidak
konsisten.
Apalagi
dihapuskannya perekat bangsa yang cukup ampuh, asas tunggal Pancasila hanya
karena apriori terhadap Orde Baru lalu cara emosional menyimpulkan semua
tinggalan Orde Baru salah, harus dibasmi. Padahal asas tunggal Pancasila
sangat ditakuti lawan-lawan politik bangsa Indonesia malah beberapa negara
mempelajarinya untuk mentransfernya. Seandainya jujur, inilah kesalahan
paling fatal reformasi karena tak semua tinggalan Orba buruk dan salah.
Tidak sedikit tinggalan Orba yang baik yang mestinya kita pertahankan.
Sebaliknya tak sedikit yang ditempuh kaum reformis adalah buruk dan harus
dikoreksi demi keselamatan persatuan dan kesatuan bangsa yang besar ini
Menurut
Profesor Geoffrey adalah pembasmian setengah hati jika tokoh-tokoh kunci
yang terlibat makar Gestapu di Inodonesia hanya dihukum seumur hidup bahkan
diberi grasi. Di Amerika dan Eropa negara-negara yang mengklaim HAM, hukuman
terhadap orang yang terlibat makar apalagi terhadap tokoh kuncinya dihukum
ratusan tahun penjara. Ini seakan irasional, tetapi ada pesan moral, seseorang
yang dijatuhi hukuman ratusan tahun penjara apabila meninggal dunia maka
secara moral ia masih menanggung hukuman di dunia dari sisa ratusan tahun
yang belum dijalani. Hukuman ratusan tahun akan lebih berat dampak moralnya
ketimbang hukuman seumur hidup.
Apakah
kali itu tidak melecehkan hak asasi manusia ? Profesor Geoffrey secara
diplomatis mengulas, komunislah pelanggar HAM paling nyata dimuka bumi
ini dengan sifatnya yang menghalalkan segala cara. Seperti makar yang akibatnya
bukan hanya ribuan dan jutaan jiwa tak berdosa terbantai, tetapi juga putra-putra
terbaik bangsa. Belum lagi kerugian moril dan meteriil yang tak terhingga
besarnya dan trauma bangsa yang sulit terobati
Karena
itulah, hukuman seberat apapun bagi yang melakukan makar, semacam Gestapu/PKI,
pada dasarnya adalah menegaskan HAM itu sendiri. Tak ada alasan takut melanggar
HAM dalam memperlakukan tokoh- tokoh Gestapu/PKI. Dari apologia ini kita
tersadar, betapa baik hatinya kita, kalaulah tak boleh dibilang, pembebasan
Latief dkk bahkan Subandrio cs sebelumnya, sebagai kebodohan kita semua
hanya karena ingin dibilang oleh Amerika Serikat sebagai "anak manis
yang baik hati" (good boy bukan bad boy). Sedangkan
pembasmian abadi artinya, membasmi paham komunisme harus terpadu, berlanjut,
dan sistematis konsisten tanpa henti tanpa lengah.
Tripanji Komunisme
Kita
tahu, situasi politik dunia dewasa ini telah membuat komunisme terjepit.
Tetapi komunisme selalu mencari peluang, menyusup, memanfaatkan situasi
untuk bangkit kembali dalam berbagai metode dan bentuk seperti doktrin
" Tripanji" partai. Yaitu pertama, Panji Pembangunan Komunisme
yang bebas dari oportunitas revolusioner dan revisioner modern. Kedua,
Panji Revolusi Agraria menjadikan isu pertanahan untuk memancing keresahan
masyarakat dan ketiga, Panji Fron Persatuan Nasional dengan
cara mengadu domba memecah belah persatuan dan kesatuan yang telah dibangun
selama ini dengan susah payah.
Dari
strategi Tripanji tersebut berbagai indikasi bermunculan akhir-akhir ini.
Terbakarnya beberapa gedung penyimpanan arsip Gestapu/PKI, mencuatnya isu
SARA, munculnya kasus Ambon dan Sambas, meningkatnya kerusuhan massal,
aksi-aksi perburuhan, dan lahirnya beberapa organisasi yang mengklaim demokrasi
rakyat, semua itu patut dijadikan setting kajian sekaligus peningkatan
kewaspadaan terhadap doktrin Tripanji tersebut.
Memahami
pola strategi bahaya laten komunisme maka mewaspadai PKI bukan hanya terbatas
pada gerakan yang mendahului (prolog) tetapi juga terhadap gerakan-gerakan
penyertaan (epilog), biasanya dilakukan oleh orang yang terlibat atau orang
yang sama sekali baru (proses keterpengaruhan) ketika Gestapu/PKI meletus
masih kanak-kanak atau belum lahir. Berbagai gerakan setidaknya berupaya
mengaburkan peristiwa Gestapu/PKI yang sebenarnya. Beberapa generasi muda
(pelajar dan mahasiswa) saat ini malah bertanya apa benar Gestapu/PKI ada,
apa bukan rekayasa politik ? Masya Allah, mengapa anak muda itu sampai
tak yakin terhadap kebiadaban PKI tiga dekade yang lalu itu ?
Inilah
pentingnya pengetahuan tentang kebiadaban Gestapu/PKI harus terus menerus
diberikan secara konsisten pada generasi penerus. Ini pula yang diharapkan
oleh para pakar politik, membasmi komunisme dengan pembasmian sepenuh hati
dan abadi oleh setiap warga negara. Dan ini butuh komitmen dan konsistensi
politik bangsa.(Sumber : Media Indonesia 20 April 1999)
.