TEORI BELAJAR DALAM

DESAIN SISTEM PEMBELAJARAN ONLINE LEARNING

 

(Review Artikel “Foundations of Educational Theory for Online Learning”

Karya Mohamed Ally dari Athabasca University dalam Terry Anderson & Fathi Elloumi (Eds.). 2004.  Theory and Practice of Online Learning. Canada. Athabasca University)

 

Oleh: Lukman

 

A.     Pendahuluan

Sistem instruksional didesain dengan tujuan utama untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Secara operasional, sistem instruksional memerlukan teori-teori belajar yang sebagai dasar pijakan aplikasi dan kemungkinan pengembangan sistem. Begitu juga dengan sistem instruksional media Online Learning,[1] sebagai media penyampaian, harus disadari bahwa Online Learning bukanlah faktor tunggal yang menentukan kualitas pembelajaran.

Penelitian terkini mengatakan bahwa lingkungan pembelajaran yang bermedia teknologi dapat meningkatkan nilai para pelajar, sikap mereka terhadap belajar, dan evaluasi dari pengalaman belajar mereka. Teknologi juga dapat membantu untuk meningkatkan interaksi antar pengajar dan pelajar, dan membuat proses belajar yang berpusat pada pelajar (student oriented). Walaupun penelitian mengatakan seperti itu, tetapi ada juga penelitian yang berisikan dampak negatif dari Lingkungan Pembelajaran Maya berbasis ini, yaitu para pelajar memungkinkan mengalami perasaan terisolasi, frustasi, cemas, dan kebingungan atau mengurangi minat terhadap bidang studi.

Tulisan ini akan mereview sebuah artikel yang berjudul “Foundations of Educational Theory for Online Learning” Karya Mohamed Ally dari Athabasca University, yang berupaya meminimalisir dampak negatif Online Learning dengan semaksimal mungkin mendesain sistem Online Learning Berparadigma Teori Belajar. Pereview akan fokus membahas posisi materi yang dibahas penulis dalam kaitannya dengan Bidang Ilmu Teknologi Pembelajaran.

 

 

B.     Foundations Of Educational Theory For Online Learning Karya Mohamed Ally dari Athabasca University

Artikel ini dimulai dengan adanya diskusi tentang apakah penggunaan teknologi atau disain dari instruksi tertentu yang secara efektif meningkatkan pembelajaran? Satu pihak berpendapat bahwa penggunaan media menggunakan audio visual atau komputer media dapat membantu siswa itu memperoleh pelajaran bermanfaat. Pihak yang lain berpendapat bahwa efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh strategi pembelajaran dan isi pelajaran dibanding oleh jenis teknologi (media) yang digunakan. Penulis artikel ini menawarkan solusi dengan mengaplikasikan pondasi teori bidang pendidikan untuk perancangan materi Online Learning yang efektif, dan menyarankan suatu model untuk mengembangkan pembelajaran online berdasar pada teori bidang pendidikan yang sesuai.

Pengembang Online Learning harus mengetahui perbedaan pendekatan-pendekatan dalam belajar agar dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran harus dipilih untuk memotivasi para pebelajar, memfasilitasi proses belajar, membentuk manusia seutuhnya, melayani perbedaan individu, mengangkat belajar bermakna, mendorong terjadinya interaksi, memberikan umpan balik, memfasilitasi belajar kontekstual, dan mendorong selama proses belajar. Berkaitan dengan hal ini, penulis artikel ini kemudian mendeskripsikan prinsip-prinsip teori belajaran dan implementasinya pada Desain Strategi Pembelajaran Online. Ada 3 teori belajar yang penulis kemukakan pada artikel tersebut, yaitu: 1) Behaviorime; 2) Kognitivisme; dan 3) Kontruktivisme. Strategi behaviorisme dapat digunakan untuk mengajar “apa”(fakta), strategi kognitivisme dapat digunakan untuk mengajar “bagaimana” (proses dan prinsip-prinsip). Strategi konstruktivisme dapat digunakan untuk mengajar “mengapa” (tingkat berfikir yang lebih tinggi yang dapat mengangkat makna personal dan keadaan dan belajar kontekstual). Selengkapnya sevagai berikut:

 

1.      Behaviorisme dan Online Learning

Behaviorisme memandang fikiran sebagai ‘kotak hitam” dalam merespon rangsangan yang dapat diobsevasi secara kuantitatif, sepenuhnya mengabaikan proses berfikir yang terjadi dalam otak. Kelompok ini memandang tingkah laku yang dapat diobservasi dan diukur sebagai indikator belajar. Implementasi prinsip ini dalam mendesain strategi Online Learning adalah sebagai berikut:

  1. Siswa harus diberitahu secara eksplisit outcome belajar sehingga mereka dapat mensetting harapan-harapan mereka dan menentukan apakah dirinya telah mencapai outcome dari pembelajaran online atau tidak.
  2. Pebelajar harus diuji apakah mereka telah mencapai outcome pembelajaran atau tidak. Ujian online atau bentuk lainnya dari ujian dan penilaian harus diintegrasikan kedalam urutan belajar untuk mencek tingkat pencapaian pebelajar dan untuk memberi umpan balik yang tepat.
  3. Materi belajar harus diurutkan dengan tepat untuk meningkatkan belajar. Urutan dapat dimulai dari bentuk yang sederhana ke yang kompleks, dari yang diketahui sampai yang tidak diketahui dan dari pengetahuan sampai penerapan.
  4. Pebelajar harus diberi umpan balik sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana melakukan tindakan koreksi jika diperlukan.

2.      Kognitivisme dan Online Learning

Kognitivisme membagi tipe-tipe pebelajar, yaitu: 1) Pebelajar tipe pengalaman-konkret lebih menyukai contoh khusus dimana mereka bisa terlibat dan mereka berhubungan dengan teman-temannya, dan bukan dengan orang-orang dalam otoritas itu; 2) Pebelajar tipe observasi reflektif suka mengobservasi dengan teliti sebelum melakukan tindakan; 3) Pebelajar tipe konsepsualisasi abstrak  lebih suka bekerja dengan sesuatu dan symbol-simbol dari pada dengan manusia. Mereka suka bekerja dengan teori dan melakukan analisis sistematis. 4) Pebelajar tipe eksperimentasi aktif lebih suka belajar dengan melakukan paktek proyek dan melalui kelompok diskusi. Mereka menyukai metode belajar aktif dan berinteraksi dengan teman untuk memperoleh umpan balik dan informasi.

Implikasi terhadap Desain Strategi Online Learning adalah sebagai berikut:

  1. Materi pembelajaran online harus memasukan aktivitas gaya belajar yang berbeda, sehingga siswa dapat memilih aktivitas yang tepat berdasarkan kecenderungan gaya berlajarnya.
  2. Sebagai tambahan aktivitas, dukungan secukupnya harus diberikan kepada siswa dengan perbedaan gaya belajar. Siswa dengan perbedaan gaya belajar memiliki perbedaan pilihan terhadap dukungan, sebagai contoh, assimilator lebih suka kehadiran instruktur yang tinggi. Sementara akomodator lebih suka kehadiran instruktur yang rendah.
  3. Informasi harus disajikan dalam cara yang berbeda  untuk mengakomodasi berbedaan individu dalam proses dan memfasilitasi transfer ke long-term memory.
  4. Pebelajar harus dimotivasi untuk belajar, tanpa memperdulikan sebagaimana efektif materi, jika pebelajar tidak dimotivasi mereka tidak akan belajar.
  5. Pada saat belajar online pebelajar harus diberi kesempatan untuk merefleksi apa yang mereka pelajari. Bekerja sama dengan pebelajar lain, dan mengecek kemajuan mereka.
  6. Strategi online yang memfasilitasi transfer belajar harus digunakan untuk mendorong penerapan  yang berbeda dan dalam situasi kehidupan nyata. Simulasi situasi nyata, menggunakan kasus kehidupan nyata, harus menjadi bagian dari pelajaran.
  7. Psikologi kognitif menyarankan bahwa pebelajar menerima dan memproses informasi untuk ditransfer ke long term memory untuk disimpan.

3.      Konstruktivisme dan Online Learning

Penekanan pokok pada konstruktivis adalah situasi belajar, yang memandang belajar sebagai yang kontekstual. Aktivitas belajar yang memungkinkan pebelajar mengkontekstualisai informasi harus digunakan dalam Online Learning. Jika informasi harus diterapkan dalam banyak konteks, maka strategi belajar yang mengangkat belajar multi-kontekstual harus digunakan untuk meyakinkan bahwa pebelajar pasti dapat menerapkan informasi tersebut secara luas. Belajar adalah bergerak menjauh dari pembelajaran satu-cara ke konstruksi dan penemuan pengetahuan. Implementasi pada online learning adalah sebagai berikut:

  1. Belajar harus menjadi suatu proses aktif. Menjaga pebelajar tetap aktif melakukan aktivitas yang bermakna menghasilkan proses tingkat tinggi, yang memfasilitasi penciptaan makna personal.
  2. pebelajar mengkonstruksi pengenetahuan sendiri bukan hanya menerima apa yang diberi oleh instruktur. Konstruksi pengetahuan difasilitasi oleh pembelajaran online interaktif yang bagus, karena siswa harus mengambil inisiatif untuk berinteraksi dengan pebelajar lain dan dengan instruktu, dan karena agenda belajar dikontrol oleh pebelajar sendiri.
  3. Bekerja dengan pebelajar lain memberi pebelajar pengalaman kehidupan nyata melalui kerja kelompok, dan memungkinkan mereka menggunakan keterampilan meta-kognitif mereka.
  4. Pebelajar harus diberi control proses belajar. Harus ada bentuk bimbingan penemuan dimana pebelajar dibiarkan untuk menentukan keputusan terhadap tujuan belajar, tetapi dengan bimbingan dari instruktur.
  5. Pebelajar harus diberi waktu dan kesempatan untuk refleksi. Pada saat belajar online siswa perlu merefleksi dan menginternalisasi informasi.
  6. Belajar harus dibuat bermakna bagi siswa. Materi belajar harus memasukan contoh-contoh yang berhubungan dengan pebelajar sehingga mereka dapat menerima informasi yang diberikan.
  7. Belajar harus interaktif dan mengangkat belajar tingkat yang lebih tinggi dan kehadiran sosial, dan membantu mengembangkan makna personal. Pebelajar menerima materi pelajaran melalui teknologi, memproses informasi, dan kemudian mempersonalisasi dan mengkontekstualisasi informasi tersebut.

 

Pada akhir artikel, penulis mengusulkan suatu model, yang didasarkan pada teori pendidikan, yang menunjukan komponen-komponen belajar yang penting yang harus digunakan ketika mendesain materi online. Baik penempatan informasi pada Web maupun link ke sumber-sumber digital lainnya Online Learning.

 

C.     Implementasi Teori Belajar dalam Kawasan Teknologi Pembelajaran

Implementasi Teori Belajar sebagai Paradigma Online Learing sebagaimana dideskripsikan dalam artikel di atas, dilihat dari perspektif bidang ilmu Teknologi Pembelajaran berada pada kawasan pertama, yaitu kawasan Desain, lebih fokus lagi pada sub kawasan Desain Sistem Pembelajaran (DSP). Teknologi pembelajaran memiliki lima kawasan yang menjadi bidang garapnya, baik sebagai objek formal maupun objek materinya, yaitu desain, pengembangan, pemanfaatan, pengolahan, evalusi sumber dan proses belajar. Oleh karenanya aplikasi teknologi pembelajaran juga tidak terlepas dari lima kawasan tersebut. Seels dan Richey (1994: 122) menjelaskan bahwa demi menjaga keutuhan definisi (teknologi pembelajaran. pen.) kegiatan-kegiatan dalam setiap kawasan teknologi pembelajaran dapat dikaitkan baik kepada proses maupun sumber pembelajaran. Seels dan Richey juga membuat gambar tentang hubungan antara kawasan dan kegiatan dalam bidang sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

Gambar: Hubungan antara Kawasan dan Kegiatan dalam Bidang

 

 

Desain Sistem Pembelajaran (DSP) adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah: 1) penganalisaan, yaitu proses perumusan apa yang akan dipelajari; 2) perancangan, yaitu proses penjabaran bagaimana hal tersebut akan dipelajari; 3) pengembangan, yaitu proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pembelajaran; 4) pelaksanaan, yaitu pemanfaatan bahan dan strategi yang bersangkutan; dan 5) penilaian, yaitu proses penentuan ketepatan pembelajaran (Seels dan Richey, 1994: 33).

 

1.      Pendekatan Desain Sistem Pembelajaran

Langkah dalam Desain Sistem Pembelajaran (DSP) yang pertama adalah merumuskan materi yang akan dipelajari siswa. Perlu dirumuskan aspek-aspeknya. Pertama, apa saja materinya, apakah bersifat kognitif, afektif atau psikomotorik, berapa porsinya, dan sebagainya. Kedua, bagaimana metode instruktur dalam media Online Learning dalam proses pembelajarannya, prasyarat apa saja yang perlu diberikan kepada siswa dan sebagainya. Ketiga, sarana tambahan apa yang perlu diberikan. Keempat, lingkungan maya yang bagaimana yang diperlukan untuk mendukung pelajaran tersebut.

2.      Aspek Strategi Pembelajaran

Aspek ini pada dasarnya adalah menjawab bagaimana materi Online Learning tersebut dipelajari. Pada aspek inilah teori belajar mempunyai peran yang sangat signifikan. Ide-ide dalam artikel di atas dapat diimplementasikan pada perancangan aspek Strategi Pembelajaran ini.

3.      Aspek Desain Bahan Pembelajaran

Langkah ketiga dalam Mendesaian Sistem Pembelajaran adalah pengembangan, yaitu proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pembelajaran. Proses penulisan bahan pembelajaran harus memperhatikan hal-hal berikut:

  1. Kejelasan tujuan pembelajaran (realistis dan terukur);
  2. Relevansi tujuan pembelajaran dengan Kurikulum/SK/KD;
  3. Ketepatan penggunaan media yang sesuai dengan tujuan dan materi pembelajaran;
  4. Kesesuaian materi, pemilihan media dan evaluasi (latihan, test, kunci jawaban) dengan tujuan pembelajaran;
  5. Sistematika yang runut, logis, dan jelas;
  6. Interaktivitas;
  7. Penumbuhan motivasi belajar;
  8. Kontekstualitas;
  9. Kelengkapan dan kualitas bahan bantuan belajar;
  10. Kejelasan uraian materi, pembahasan, contoh, simulasi, latihan;
  11. Konsistensi evaluasi dengan tujuan pembelajaran;
  12. Relevansi dan konsistensi alat evaluasi;
  13. Pemberian umpan balik terhadap latihan dan hasil evaluasi.

Proses pemanfaatan bahan dan strategi tersebut harus memperhatikan hal-hal berikut:

  1. Efektif dan efisien dalam pengembangan maupun penggunaan media pembelajaran;
  2. Reliabilitas (kehandalan);
  3. Maintainabilitas (dapat dipelihara/dikelola dengan mudah);
  4. Usabilitas (mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya);
  5. Ketepatan pemilihan jenis aplikasi/software/tool untuk pengembangan;
  6. Kompatibilitas (media pembelajaran dapat diinstalasi/dijalankan diberbagai hardware dan software yang ada);
  7. Pemaketan program media pembelajaran terpadu dan mudah dalam eksekusi;
  8. Dokumentasi program media pembelajaran yang lengkap meliputi: petunjuk instalasi (jelas, singkat, lengkap), trouble shooting (jelas, terstruktur, dan antisipatif), desain program (jelas dan menggambarkan alur kerja program);
  9. Reusabilitas (sebagian atau seluruh program media pembelajaran dapat dimanfaatkan kembali untuk mengembangkan media pembelajaran lain).

4.      Aspek Pemanfaatan Bahan

Selain harus memperhatikan aspek-aspek di atas, langkah pemanfaatan juga dapat menggunakan komunikasi visual sebagai strategi pembelajaran, dengan memperhatikan hal-hal berikut:

  1. Komunikatif: visualisasi mendukung materi ajar, agar mudah dicerna oleh siswa;
  2. Kreatif: visualisasi diharapkan disajikan secara unik dan tidak klise (sering digunakan), agar menarik perhatian;
  3. Sederhana: visualisasi tidak rumit, agar tidak mengurangi kejelasan isi materi ajar dan mudah diingat;
  4. Unity: menggunakan bahasa visual yang harmonis, utuh, dan senada, agar materi ajar dipersepsi secara utuh (komprehensif);
  5. Penggambaran objek dalam bentuk image (citra) yang representatif;
  6. Pemilihan warna yang sesuai, agar mendukung kesesuaian antara konsep kreatif dan topik yang dipilih;
  7. Tipografi (font dan susunan huruf), untuk memvisualisasikan bahasa verbal agar mendukung isi pesan, baik secara fungsi keterbacaan maupun fungsi psikologisnya;
  8. Tata letak (lay-out): peletakan dan susunan unsur-unsur visual terkendali dengan baik, agar memperjelas peran dan hirarki masing-masing unsur tersebut;
  9. Unsur visual bergerak (animasi dan/atau movie), animasi dapat dimanfaatkan untuk mensimulasikan materi ajar dan video untuk mengilustrasikan materi secara nyata;
  10. Navigasi (icon) yang familiar dan konsisten agar efektif dalam penggunaannya.

5.      Penilaian, Umpan Balik dan Perbaikan Terus Menerus

Langkah kelima dalam mendesain sistem pembalajaran adalah penilaian, yaitu proses penentuan ketepatan pembelajaran. Setiap bab menyajikan rangkuman/kesimpulan dan atau soal latihan untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik dan sekaligus mengevaluasi ketepatan strategi pembelajaran. Penilaian ini mutlak dilakukan sebagai sistem manajemen mutu dan pengendalian proses belajar mengajar sehingga terjadi umpan balik dan perbaikan secara terus menerus (continous improvement).

 

D.    Kesimpulan

Dalam mereview artikel ini, pereview berusaha mengkaitkan dengan isi artikel dengan konteks Teknologi Pembelajaran sebagai suatu bidang Ilmu. Hal ini untuk membangun komitmen keilmuan dan struktur berpikit yang konsisten dengan Bidang Keilmuan.

Dari hasil pembahasan di atas, pereview menemukan bahwa Teori Belajar sebagai Paradigma Online Learning berada pada kawasan Desain, yaitu kawasan pertama di antara lima kawasan Teknologi Pembelajaran. Lebih khusus, implementasi dari hal teori belajar ini berada pada subkawasan Desain Sistem Pembelajaran (DSP).

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Seels, Barbara B. & Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya. Penerjemah Dewi S. Prawiradilaga dkk. Jakarta: Kerjasama IPTPI LPTK UNJ.

 

Terry Anderson & Fathi Elloumi (Eds.). 2004. Theory and Practice of Online Learning. Canada. Athabasca University.

 

 

 


 

[1] Istilah berbeda telah digunakan untuk Online Learning yaitu e-learning, Internet Learning, distributed learning, networked learning, tele-learning, virtual learning, computer-assisted learning, Web-based learning, and distance learning.