ARTIKEL

 

Home

   Manhaj Tarjih Muhammadiyah  
 

 

KURIKULUM DALAM INSTITUSI MASJID

Pendekatan kurikulum masjid tentunya berdasarkan pada satu komitmen penting yang seyogyanya dihayati oleh setiap pribadi muslim. Persoalan penting dari kurikulum masjid bukanlah semata-mata berorientasi pada rancang bangun masjid secara fisik, tetapi titik tekannya (stressing) adalah kepada bagaimana pembentukan struktur masyarakat Islam modern yang selaras dengan kemajuan, sekaligus dapat menjawab tantangan zaman. Apabila umat Islam masih terbuai pada pembicaraan berkisar kecantikan, keindahan dan kemegahan masjid atau ketepatan penggunaannya semata-mata, dapat dipastikan hasil rancangan masjid tidak akan mampu memenuhi persoalan-persoalan substansi masyarakat apalagi sampai meyentuh ruh dari eksistensi masjid itu sendiri sebagai simbol kejayaan umat Islam.

Pemikiran ini bermula dari persoalan yang dihadapi umat Islam dewasa ini. Umat Islam dan masjid nyaris seperti tidak ada keterkaitan. Masjid dirasakan tidak lebih dari sebuah bangunan persinggahan, tempat melepas lelah dan menjalankan ibadah seremonial seperti sholat Jum’at dan sholat Iedain (idul fitri dan idul adha). Selain itu kelemahan umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan menuntut kita mengkaji ulang sejarah, fungsi dan peran masjid pada zaman pembentukkan dan perkembangan Islam, dimana saat itu masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ritual semata, tetapi juga sebagai pusat kebudayaan, ilmu, ketatanegaraan, dll. padahal saat itu masjid masih berbentuk sebuah bangunan biasa.

Agar masjid benar-benar menjadi tumpuan umat dalam segala aspek kehidupannya, maka persoalan tentang masjid hanya bisa dijawab dengan cara kita mempersoalkan tentang apa yang sebenarnya dikehendaki oleh masyarakat muslim untuk membina umat yang kental menghadapi tantangan zaman. Semua kegiatan hanya ditujukan untuk membangun dan memberdayakan umat.

Salah satu contoh tentang persoalan yang jarang kita ketengahkan untuk merancang pendekatan pembangunan masjid adalah persoalan tentang krisis identitaas masyarakat Islam.

Krisis identitaas yang melanda komunitas Islam dewasa ini bukan karena ketiadaan objek-objek atau bahan-bahan visual yang menggambarkan identitaasas Islam. Di zaman modern ini cukup banyak simbol-simbol Islam seperti model pakaian, masjid yang besar dan indah dengan corak Timur Tengah dan slogan-slogan politik ala Islam.

Memang umat Islam telah berusaha keras dengan membuat kurikulum pendidikan yang bernuansa “keislaman” dalam lembaga-lembaga sekolah dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) sampai ke Perguruan Tinggi, selain itu mereka juga masih membangun majlis-majlis Ta’lim. Tetapi marilah kita mencoba melihat dengan jujur, apakah out put dari proses pembelajaran itu telah dapat dikatakan berhasil…?

Krisis identitaas yang dimaksudkan di atas adalah kehilangan perasaan keislaman di dalam budaya hidup masyarakat. Bayangkan keadaan di mana proses pembesaran seorang individu tidak lagi diikat dengan budaya-budaya keislaman seperti upacara berkahan, marhaban, perkawinan dan khatam al-Quran. Jika kita mengaamati proses kehidupan sebuah keluarga baru di dalam masyarakat Islam sekarang ini terutama di kota-kota besar. Upacara pernikahan tidak lagi dibuat di masjid tetapi di rumah. Ketika isteri melahirkan anak, budaya tentang akikah dan kenduri marhaban serta upacara penamaan dan pengumuman jarang sekali diadakan. Upacara berkahan berlaku biasanya di klinik dan berakhir di rumah. Pembelajaran seni mempertahankan diri dipelajari secara berasingan dari agama Islam dan bertempat pada sesuatu yang bukan dari semangat perjuangan Islam. Ayah dan ibu tidak lagi memainkan peranan yang cukup signifikan dalam komunitas Islam. Masjid dibangun biasanya dengan memberikan uang dan mempercayakan sepenuhnya kepada kontraktor, para ibu tidak lagi membuat konsumsi untuk para pekerja dan digantikan dengan catering, membuat nilai kegotong-royongan dan rasa memiliki masyarakat Islam makin berkurang.

Walaupun terdapat pelajaran-pelajaran di sekolah-sekolah yang beridentitaskan Islam, tapi para ahli pendidikan banyak yang mengatakan bahwa hal itu tidak lebih dari swekedar proses penghafalan doktrin dan bukan membangun perasaan keislaman.

Ada banyak kesan terhadap krisis identitas ini. Gejala sosial yang melanda remaja berkait erat dengan keadaan remaja yang kurang mendapatkan tanggungjawab dalam masyarakat. Orang dewasa yang menjadi ibu bapak (orang tua) selalu disibukan mencari rezeki untuk memenuhi hajat kehidupan yang mewah, sehingga mereka tidak memiliki waktu lagi untuk memberikan perhatian, pembinaan dan kasih sayang kepada anak-anaknya.

Kerangka Kurikulum Masjid

Sebuah kurikulum merupakan suatu rancangan sistematik untuk menghasilkan pelajar yang memenuhi cita-cita yang telah ditentukan. Rancangan kurikulum bergantung kepada situasi, kondisi, fisik dan psikologi pelajar, serta tahap intelektual yang dikehendaki. Setelah memikirkan tentang masalah-masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat Islam, kurikulum masjid hendaknya mencanangkan rancangan utama diantarnya :

A. Untuk menghasilkan individu muslim yang berfikiran kritis, berkeadaan sehat dan mempunyai hubungan ukhuwah yang kuat. Dari format ini, terdapat tiga objektif kurikulum masjid yang dapat diperinci :

Pertama, Menghasilkan Muslim yang dapat mencari dan menggunakan sumber-sumber ilmu bagi pembangunan masyarakat.

Kedua, Menghasilkan muslim yang memiliki hubungan silaturahim kuat bagi sesama komunitas Islam.

Ketiga, Menghasilkan Muslim yang mempunyai tubuh yang sehat dan kuat agar mampu mempertahankan masyarakat, bangsa, negara dan agama dari golongan yang sengaja membuat kekacauan.

B. Dalam pengisian akademik mempunyai beberapa hal penting dalam pembinaan seorang muslim yang berilmu, beribadah, bertanggungjawab dan berkepribadian tinggi.

Pertama, Seorang muslim perlu memahami tanggungjawab individu sebagai seorang muslim dari aspek memahami dan mempraktikkan ibadah khusus dan tanggungjawab terhadap keluarga, tetangga dan masyarakat. Mental seorang muslim harus dibentuk agar ia lebih kritis mencari, memahami dan menilai ilmu dan bukan bergantung semata-mata kepada satu sumber ilmu saja.

Kedua, Seorang muslim perlu menyadari tentang tanggungjawab sebagai rakyat sebuah negara yang menjadi tanah tumpah darahnya dengan memahami konteks sosial, politik, ekonomi dan budaya setempat agar setiap muslim dapat lebih berperan aktif dalam membangun negara.

Ketiga, Seorang muslim perlu menyadari bagaimana tanggung jawabnya terhadap sesama muslim di negara-negara lain agar batasan geografi dan politik tidak memisahkan ukhuwah kekeluargaan agama yang dituntut oleh Islam.

Keempat, Seorang Muslim perlu mengetahui dan menghayati tanggungjawabnya untuk mensyiarkan agama Islam kepada orang-orang yang belum menerima penjelasan Islam dengan baik. Muslim sejati harus bersedia menjadi pendakwah yang berperan menjelaskan keharmonian Islam yang dipraktekkannya dan bukan memaksa kaum lain.

Kelima, Seorang muslim itu harus memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi pemimpin baik pada diri sendiri maupun bagi ummat.

C. Golongan remaja seharusnya diberikan perhatian khusus sebagai generasi Islam yang mempunyai tanggungjawab jelas. Mereka ini akan mewarisi budaya hidup Islam dan memastikan keberlangsungannya di muka bumi ini.

D. Kegiatan-kegiatan yang merupakan tradisi Islam seperti hari keluarga, hari identitaas Islam (bersunat, akikah, kelahiran, perkawinan), perayaan sejarah Islam (Perang Badar, pembebasan Mekah dan sebagainya), kursus-kursus motivasi dapat menemukan individu-individu serta keluarga-keluarga supaya pertalian persahabatan dan kekeluargaan menjadi lebih erat. Dengan cara ini, semua komponen umat Islam dapat digerakkan untuk memenuhi kebutuhan program-program pendidikan secara gotong- royong.

Alangkah indahnya jika kemakmuran masjid yang ditandai dengan maraknya berbagai kegiatan pembinaan umat ini terwujud. Dan dari pembinaan masjid, diharapkan melahirkan manusia yang beriman, berilmu, bertaqwa dan berakhlakul karimah.

Penulis : Satori ibnu Warsa

 

 
 

 

Copyright©Tarjih Muhammadiyah 2001

Webmaster@tarjikh.zzn.com