Bagaimana wajah peradaban manusia setelah 10.000 tahun, apakah didominasi oleh wajah ini ?

|   Sang Manusia  |   Aristoteles   |   Gamelan Kosmos    |    SatuBumi    |   Masa_Depan    | 

  |    Author    |   

                      |    Science-Box  News     |                     

 

 

Makna 10.000 tahun peradaban manusia :

Kenapa diskusi tentang masa depan  manusia dan kosmos akan selalu berujung kepada perdebatan yang tiada habis-habisnya. Barangkali itulah sebenarnya sifat alam semesta yang tidak akan pernah selesai, alias abadi selamanya. Kita akan terus bertanya siapakah diri kita sebenarnya fisik atau metafisik dan bagaimana cara membuktikannya. Kita ingin bukti !! Segera !! Itulah sifat-sifat manusia yang cenderung terburu-buru seolah-olah tidak sabar menanti masa depan sebenarnya. Padahal usia peradaban yang 10,000 tahun ini tetap menyisakan pertanyaan tentang imortalitas diantara batas-batas mortalitas yang kita hadapi sehari-hari.

Barangkali lebih menarik jika sajikan dalam bentuk diskusi imajiner dengan Aristoteles  sang pencipta silogisme berfikir dan Tsai_Lun sang pencipta kertas tempat menuangkan dimensi dimensi logika berfikir kita sebagai pengamat kosmos saat ini dan kita masih tetap sendiri di alam semesta sejauh 13.7 milyar tahun cahaya.

       Sumber referensi : Wikipedia dan lainnya situs sains (bold italic links)

1

Mohamad SM :

"Jika umur peradaban manusia baru tumbuh 10.000 tahun , kenapa manusia 'harus melihat' usia kosmos sejauh  13.700.000.000 tahun cahaya ( 13,7 milyar tahun cahaya ) ?"

 

Aristoteles :

"Secara matematis besaran 10,000 tahun adalah dapat dianggap sebagai 'titik' dibanding dengan besaran 13.7 milyar tahun. Itulah fenomena kosmos bahwa manusia 'harus melihat titik', yakni fenomena titik kesadaran semesta materi, energi, ruang dan waktu. Pada saat ini telah terjadi titik kesadaran semesta, berikutnya adalah apakah titik kesadaran itu adalah hakikinya 'titik awal' atau 'titik akhir'. Apakah manusia hanya melihat sendiri di alam semesta ini, atau bersama-sama mahluk alien lain di santereo galaksi sana, pertanyaan ini sulit dibuktikan meskipun kita berhasil mengamati planet planet yang mirip kondisinya dengan bumi, tetapi perjalanan ruang angkasa secara fisik masih menjadi pertanyaan 'sangat sangat sangat besar'.  Kembali ke pertanyaan awal, kenapa spesies manusia yang harus melihat bukan spesies lain yang ada di bumi.

Disinilah kita perlu berhati-hati dengan angka angka perbandingan yang luar biasa yang terjadi di alam semesta ini, sama halnya kita harus berhati-hati menyimpulkan angka luar biasa dari jumlah sel-sel dalam tubuh sehat kita sekitar 100.000.000.000.000 yang berasal dari 1 zygote hasil kunjungan 1 spermatozoa yang bertandang ke peraduan 1 sel telur  dan hanya '1(satu) spermatozoa yang terpilih' dari hasil '1(satu) putaran kompetisi 180-400 juta' zat-zat tipikal pembawa cahaya kesadaran kehidupan ini. Jika dari perjalanan ruang waktu sejauh 13.700.000.000 tahun cahaya, tercipta bumi yang 1(satu) dan akhirnya manusia menemukan Sang Pencipta adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka   silogisme mungkin sekali berlaku untuk 1(satu) pengertian kosmos(Universe).

Cobalah mulai menghitung jumlah sel-sel semua spesies kehidupan yang ada di bumi dan mulailah membuat klasifikasi dan analisa. Di bumi ada organisasi sel-sel dan memori yang luar biasa raksasa  dari tanaman dan hewan, apakah di galaksi sana ada? Yakin ? Lantas kenapa kita harus cepat berspekulasi. Jadi kunci melihat rahasia alam semesta adalah dari perbandingan angka angka observasi dan gunakan silogisme."   

 

Tsai_Lun :

"Jika manusia harus melihat perbandingan luar biasa dari 10,000 tahun dibanding 13.7 milyar tahun, maka manusia jangan lupa juga perbandingan jumlah kertas yang telah diproduksi sebagai buku catatan sejarah peradaban manusia. Buku-buku itu awalnya kosong dan kita terus menerus harus menuliskan realitas fikiran kita di atas kertas. Jadi seharusnya manusia harus ingat tentang hal ihwal 'kertas kosong', katakan sebagai kondisi '0' (nol) dan manusia telah menorehkan tulisan di atas kertas kosong tersebut 'kesadaran semesta', katakan sebagai kondisi '1'(U = universe). Itulah sebabnya manusia harus selalu ingat kondisi fitrah awalnya dari tiada menjadi ada dan harus siap mengalami kondisi menjadi tiada kembali."        

 

Mohamad SM :

"Saya doakan semoga Guru Tsai Lun di kehidupan masa mendatang, terlahir kembali tetap sebagai pencipta awal produksi kertas secara massal, dan hidup secara sempurna di dalam lingkungan kaisar Ho Ti yang bijaksana. Amien."  

 

 2

Mohamad SM :

"Jika amuba spesies satu sel dan manusia spesies 100 trilyun sel kemudian matahari satu sistem tata surya dan galaksi  Bima Sakti 200 milyar sistem tata surya, apakah makna sesungguhnya dari fenomena kosmos ini ? 
 

Aristoteles :

"Mari kita observasi, kita buat klasifikasi dan seterusnya kita analisa :

Amuba = 1 tata-sel hidup

Manusia = 100 exp (+12) tata-sel hidup

Matahari = 1 tata-surya

Bima Sakti = 200 exp (+9) tata-surya

Jika diperkirakan ada sekitar 100 milyar sistem galaksi dan rata-rata per-galaksi ada 100 milyar tata-surya, maka ada 100 exp(+9) x 100 exp(+9) = 100 exp (+20) tata-surya.

Cobalah kita hitung berapa jumlah tata-sel yang pernah hidup di bumi, berani menyebut angka 10xp (+20) tata-sel hidup bahkan mungkin angka 10exp(+33). Bagaimana cara menciptakan satu sel amuba dari ketiadaan, tampaknya begitu sulit kita fahami secara fisis, maka angka 10exp(+33) sel hidup adalah sebuah kerendahan hati dari Tuhan Sang Maha Pencipta untuk menampilkan sifat sains-Nya yang tidak terlihat tetapi begitu menakjubkan.

Kenapa kosmos mempunyai  energi massa ruang waktu yang besar dan kenapa juga kehidupan mempunyai jumlah angka yang lebih besar lagi ? Jawabannya mungkin densitas kesadaran tertinggi memerlukan densitas energi masaa ruang waktu  yang cukup untuk 'bermain' dan kita sudah faham bahwa kesadaran itu memerlukan proses pertumbuhan melalui yang disebut sebagai  proses 'permainan evolusi kehidupan'. Densitas energi massa ruang waktu bersiklus '1' dan '0' seperti kita coba fahami dari Teori Big Bang tetapi densitas kesadaran kosmos tetap abadi menciptakan suatu pola permainan energi massa ruang yang "mudah berganti", yakni kondisi '1' dan '0'. Itulah sebabnya kita tidak bisa mendefinsikan ruang waktu di luar kosmos katakan di luar jarak 13.7 milyar tahun cahaya, yang memang '0' alias belum ada definisinya. Lantas siapa yang akan mendefinsikannya ?

Kelihatannya  fikiran manusia terlampau rumit memikirkan batas batas kosmos, sementara bagaimana cara menemukan vaksin virus penyakit demam berdarah, AIDS dan flu burung masih jauh dari keterjangkauan pemahaman yang nyata, apa sebenarnya mahluk yang disebut virus itu ?         

 

 Tsai Lun

"Tampaknya cerita tentang manusia sebagai pengamat kosmos begitu dominannya sehingga memerlukan ukuran kertas milyaran tahun cahaya bahkan sebagian harus diproses dan disimpan dalam arsip memori komputer. Saya akan merencanakan membuat piramida dari bahan kertas seukuran piramida Giza Mesir. Di puncak piramida kertas tersebut saya akan buat bola kertas bumi ukuran mini, dan saya akan tuliskan 'kecil' saja  :'Bumi adalah Pusat Kesadaran Semesta'. Memang saatnya yang tepat untuk memahami arti kemanusiaan itu sendiri yang jumlahnya melampaui 6 milyar ini." 

 

Mohamad SM :

"Jadi kesadaran semesta itu tampaknya seperti suatu permainan. Jarak yang jauh adalah sebuah bayang-bayang dari waktu yang panjang tidak terbatas. Massa yang besar adalah suatu bayang-bayang adanya sumber energi yang lebih besar dan tidak terbatas. Kita diajak untuk bermain angka pada sisi-sisi dadu yang bergulir terus menerus. Einstein harus mengakui bahwa jika Tuhan suka bermain dadu, maka manusia pun pasti lebih suka-suka. Itulah sebabnya umur manusia itu dibatasi. OK, saya sudah faham".       

    

3.

Mohamad SM :

"Apakah usaha-usaha pencarian mahluk-mahluk luar angkasa dan proyek penjelajahan ruang angkasa perlu dikurangi dan lebih baik difokuskan kepada keperluan kemanusiaan" ? Saya mencoba memahami dari beberapa artikel tentang masa depan kosmologi, rasanya semakin absurd alias buntu." 

 

 Aristoteles :

"Lha, situ sudah bilang kesadaran manusia itu adalah suatu pola permainan. Siapa yang bisa menghentikan hobi manusia untuk berjudi. Jika ada 200 exp (+20) sistem tata-surya, mosok yang nyangkut cuma satu bumi. Cobalah kita tawar-menawar dan negosiasi yang baiklah. Kira-kira dengan siapalah kita bernegosiasi agar ada lebih banyak bumi lagi ? Coba tebak, siapa dia ? "

 

 Tsai Lun :

"Di Cina kami suka bermain dengan jumlah banyak cahaya lilin pada lampion kertas yang mendamaikan hati di malam hari. Perjalanan apapun seharusnya memberi kedamaian hati, di bumi ataupun ke luar angkasa. Bintang-bintang yang jauh di galaksi sana berkelap-kelip itu sudah cukup mendamaikan hati".    

  Mohamad SM :

"Jika semua ini tokh cuma permainan '1' dan '0', buat apa lagi bumi harus banyak-banyak. Nanti kita akan bertemu lagi di satu bumi lagi, bermain lagi. Mudah-mudahan Sang Maha Pencipta memberi kesempatan hidup berkali-kali, paling tidak DNA sel tubuh kita berjalan terus ke depan mengekspresikan kehidupan dari garis keturunan generasi ke generasi.

Seharusnya perhitungan sederhana tentang ketidakmungkinan perjalanan ruang angkasa memberikan gambaran adanya realitas '1' dan '0'. Perjalanan peradaban manusia 10.000 tahun di bumi adalah suatu fenomena, tetapi 10,000 tahun perjalanan ruang angkasa tanpa oksigen gratis bukan hanya tragedi, tetapi sains harus mendefinsikannya sebagai '0' untuk jarak yang paling dekatpun sejauh 4.5 tahun cahaya ke Alpha Centauri.       

Pada akhirnya kita harus mendefinisikan '1' adalah Tuhan Sang Maha Pencipta. Kita dipelihara oleh Sang Pencipta seolah kita bermain sama seperti spesies hidup lainnya tetapi sesungguhnya Dia lebih tahu apa sebenarnya tugas mahluk ciptaannya. Dia Tuhan Maha Pencipta akan menuntaskan keputusannya di kemudian hari".           

 

Aristoteles sambil berjalan-jalan :

" Lho, koq anda menjawab pertanyaan anda sendiri. Dasar Bego !!  OK-lah saya hanya mengingatkan formula saya yang sederhana, silogisme. Nah ingatlah jika peradaban manusia terlahir dari sebuah kegelapan perjalanan manusia di gua gua, maka adalah mungkin kita akan terlahir kembali lagi dari kondisi yang sama, sebuah 'kegelapan' dimana pembuktian manusia pertama itu  tidak pernah jelas-jelas sampai sekarang.   

    

4.

Mohamad SM :

"Saya mencoba memahami apa arti rasa "marah manusia" yang jumlahnya 6 milyar ini sepanjang 10.000 tahun peradaban. Jika rasa "marah manusia" berasal dari sifat-sifat hewani katakanlah dari primata simpanse, lantas dari manakah asal-muasalnya  rasa "senyum manusia" itu. Jika "senyum manusia" penuh arti maka "marah manusia" pastilah juga banyak arti, dan sangat berbeda dengan rasa marah hewani yang mempunyai satu arti, yakni rasa naluri terancam eksistensinya. Apa sebenarnya arti rasa "marah manusia" itu ? Lantas siapakah yang sedang tersenyum ?       

 

Aristoteles :

"Gunakan silogisme saya lagi .  Carilah persamaan hakiki dari fenomena rasa "marah manusia" sbb : 

  • Apa sebenarnya arti "rasa marah" Alexander Yang Agung 330 SM  dengan 1.000.000(satu juta) pasukan infanteri Hellenic  menyerbu Persia ?

  • Apa sebenarnya arti "rasa marah" 2.000.000(dua juta) pasukan Crusaders dari Eropa menyerbu Jerusalem sepuluh abad yang silam?

  • Apa sebenarnya arti "rasa marah" 3.000.000(tiga juta) pasukan berkuda Genghis Khan menyerbu Asia dan Eropa 1000 tahun yang lalu?

  • Apa sebenarnya arti "rasa marah" 10.000.000 (sepuluh juta)  kiloton hulu ledak nuklir dari seorang yang bernama    George   Walker    Bush  ?

 

Mohamad SM :

"Luar biasa silogisme Guru Aristoteles. Lantas bagaimana caranya mencari lahan baru, bumi baru untuk petualangan manusia di santereo jagad semesta galaksi ini? Beberapa artikel tentang usaha pencarian lahan baru untuk bumi baru, saya sudah coba kumpulkan dari sumber Kompas dibawah ini."        

 

Tsai Lun :

" Saya hanya perlu kertas kosong dan saya tuliskan "kecil" saja "

 'DICARI SEGERA BUMI BARU'       

 

 

http://www.kompas.com/teknologi/news/0602/19/223619.htm

Kompas Minggu, 19 Februari 2006, 22:35 WIB, Sains & Teknologi

Bintang-Bintang Manakah yang Mungkin Berpenghuni

Sumber/Wsn : www.bbc.co.uk

Pernahkah Anda berpikir bahwa ada kehidupan lain di luar Bumi? Bila ya, maka Anda tidak sendiri. Hebatnya, orang yang berpikiran sama dengan Anda, di antaranya adalah para peneliti. Dan hal yang membuat Anda bertanya-tanya, mungkin sama dengan mereka: Bagaimana menemukan kehidupan itu di jagad yang maha luas ini?

Untuk menemukannya, seorang astronom AS telah membuat sebuah daftar berisi bintang-bintang yang paling mungkin dihuni kehidupan cerdas. Bintang dalam daftar itu ditentukan antara lain berdasarkan usianya dan kandungan besi yang terdapat dalam atmosfernya.

Selama ini para ilmuwan berusaha mencari kehidupan asing yang mungkin ada di luar tata surya kita dengan mendengarkan sinyal-sinyal radio dari bintang-bintang lain. Mereka berharap menangkap sinyal yang dikirimkan makhluk cerdas dari dunia lain.

Namun pencarian dengan meneliti bintang di langit satu demi satu membutuhkan waktu amat panjang. Oleh karena itu Margaret Turnbull dari Carnegie Institution, Washington DC, mempersempit pencarian dengan mengelompokkan bintang-bontang yang paling mungkin memiliki planet berpenghuni.Sebelumnya Dr Turnbull telah mengidentifikasi sekitar 17.000 tata surya yang menurutnya bisa dihuni. Dari semua itu, ia menyeleksi lima bintang yang paling mungkin mendukung kehidupan asing - bila memang benar ada.

Bintang yang mungkin menyimpan kehidupan

Pencarian kehidupan asing sendiri telah sejak lama dilakukan manusia. Beberapa tahun lalu pencarian itu dikerucutkan dalam wadah Seti, atau Search for Extraterrestrial Intelligence. Proyek Seti mencari bukti-bukti keberadaan kehidupan lain di jagad raya yang antara lain berupa sinyal radio dari bintang-bintang jauh.

Namun banyaknya bintang yang ada membuat para ilmuwan harus mempersempit pencarian mereka. "Ada banyak sekali bintang, tak terhingga jumlahnya. Tidak mungkin bagi kami mengamati semuanya," kata Dr Turnbull.

"Kami harus memprioritaskan pencarian sehingga kami hanya melihat bintang yang paling mirip Matahari. Di sanalah mungkin ada kehidupan seperti yang kita miliki ini," lanjutnya.

Salah satu kriteria utama yang digunakan adalah usia bintang. Turnbull memasukkan bintang-bintang berumur setidaknya tiga milyar tahun - waktu yang cukup bagi planet-planet untuk terbentuk, dan bagi kehidupan untuk berkembang.

"Kehidupan maju tidak muncul dalam waktu satu malam. Di Bumi, butuh waktu milyaran tahun bagi kehidupan cerdas untuk berkembang."

Bintang-bintang yang dipilih juga memiliki kandungan besi setidaknya 50 persen dibanding Matahari. Bila atmosfer dalam bintang itu memiliki kadar besi rendah, maka di sana kemungkinan tidak ada cukup logam berat yang dibutuhkan dalam pembentukan planet.

Dr Turnbull juga mengesampingkan bintang-bintang yang cahayanya terlalu kuat karena mereka biasanya bintang-bintang yang masih terlalu muda. Bintang dengan ukuran di atas 1,5 kali massa Matahari juga disingkirkan karena jenis seperti ini cenderung tidak hidup cukup lama untuk menghasilkan wilayah yang bisa dihuni.

Hal lain yang dilihat adalah lokasi planet di sekitar bintangnya. Bila planet terlalu dekat, maka panas dari bintang akan membakarnya atau menguapkan air yang ada. Sedang bila terlalu jauh, air akan membeku, dan kehidupan tidak mungkin bertahan.

Nah, bintang-bintang yang masuk dalam kategori itu antara lain: Beta CVn, sebuah bintang serupa Matahari yang berada sekitar 26 tahun cahaya dari Bumi, pada arah rasi bintang Canes Venatici. Kedua adalah HD 10307, bintang dengan massa, suhu, dan kandungan besi hampir sama dengan Matahari. Ketiga, HD 211 415, memiliki kandungan logam setengah dari Matahari dan sedikit lebih dingin. Selanjutnya adalah 18 Sco, bintang mirip Matahari di rasi bintang Scorpio, dan kelima 51 Pegasus, dimana planet serupa Jupiter ditemukan. Bintang ini mungkin juga memiliki planet serupa Bumi.

 

http://www.kompas.com/teknologi/news/0504/07/114228.htm

Kompas, Kamis, 07 April 2005, 11:42 WIB. Sains & Teknologi

Banyak Bumi Lain di Luar Sana...
Jagad raya bisa jadi menyimpan jutaan planet serupa Bumi

Para peneliti Inggris sangat yakin bahwa ada ’bumi-bumi’ lain di luar sana yang menunggu untuk ditemukan. Mereka mengatakan barangkali setengah dari sistem perplanetan yang diketahui saat ini memiliki sebuah planet seperti bumi yang bisa ditinggali.
 
Sejauh ini baru diketahui bahwa sebagian besar sistem perplanetan merupakan tempat tak dikenal, dimana terdapat planet-planet raksasa yang mengorbit sangat dekat dengan bintang induknya.

Namun peneliti Barrie Jones dan rekan-rekannya mengatakan, model yang mereka pakai dalam penelitian menunjukkan bahwa di balik keanehan ini, kemungkinan besar ada ruang bagi planet berbatu (rocky planet) seperti Bumi, di sistem-sistem perplanetan asing.

Dalam presentasi di pertemuan Astronomi Nasional Inggris, Selasa (5/4), mereka membuat model berdasar penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, mengenai planet-planet di luar tata surya kita.

Para peneliti memperhitungkan berapa kemungkinan adanya planet seperti Bumi di sana, berdasarkan apa yang kita ketahui tentang bagaimana planet-planet terbentuk. Mereka juga mempertimbangkan kondisi yang dibutuhkan bagi kehidupan untuk bisa bertahan - misalnya posisinya terhadap bintang induknya, sehingga suhu planet tidak terlalu panas, tapi juga tidak terlalu dingin.

"Hasilnya, sekitar separuh dari sistem yang kita ketahui di luar tata surya kita sepertinya memiliki planet seperti Bumi. Tempat ini bisa mendukung kehidupan dan sudah ada sejak lama sehingga cukup waktu bagi kehidupan untuk berkembang," papar Jones.

Namun keterbatasan kemampuan teleskop telah membuat kita sangat sulit untuk mengamati planet-planet itu. Keberadaan planet-planet di luar tata surya bahkan belum bisa dideteksi secara langsung. Kebanyakan di antara mereka ditemukan setelah para astronom mengamati goyangan cahaya sebuah bintang yang terjadi ketika sebuah planet melintas di depannya.

Cara ini tentu saja tidak bisa memberikan ukuran yang tepat mengenai planet tersebut. Hanya diyakini, planet yang bisa menimbulkan goyangan cahaya pastilah memiliki gaya tarik besar dengan massa beberapa kali massa Jupiter. Ia juga pasti mengorbit sangat dekat dengan bintangnya, dengan jarak yang lebih dekat dari jarak Merkurius-Matahari.

Pemikiran ini menimbulkan masalah tersendiri karena teori yang diyakini sekarang adalah bahwa planet-planet besar itu mungkin terbentuk jauh dari bintang induknya sebelum akhirnya mendekat. Dan bila benar itu yang terjadi, maka dalam perjalanannya mendekati bintang induk, ia akan menghancurkan planet-planet lain di jalurnya, termasuk planet serupa Bumi bila ada.

Akan tetapi tim peneliti menyatakan kemungkinan adanya ’bumi-bumi’ lain bukan sesuatu yang mustahil karena ada banyak ruang dan waktu bagi planet seperti itu untuk berkembang. "Pada saat planet-planet raksasa itu bergerak, planet seperti Bumi belum terbentuk - mereka masih berupa calon planet. Calon planet ini memang tersingkir, namun simulasi kami menunjukkan bahwa planet masih bisa terbentuk."

Hasil simulasi menyimpulkan sekitar setengah dari sistem perplanetan memiliki setidaknya sebuah planet yang selama periode hidupnya cukup memberi kesempatan pada kehidupan untuk berkembang.

Bila kesimpulan ini benar adanya, maka kita bisa berharap suatu saat nanti menemukan bumi-bumi lain di luar sana yang mungkin dihuni makhluk-makhluk hidup. (bbc.co.uk/wsn)

 

Kompas, Kamis, 02 September 2004, 13:57 WIB, Sains & Teknologi

http://www.kompas.com/teknologi/news/0409/02/140023.htm

Wahana Asing, Cara Terbaik Menemukan Alien
Mungkin ada pesawat ruang angkasa milik makhluk asing yang membawa pesan bagi kita, sedang berada di suatu tempat di tata surya kita, demikian diungkapkan ilmuwan-ilmuwan dalam journal Nature.

Sampai saat ini, secara umum diyakini bahwa cara terbaik untuk menemukan makhluk asing atau ET (extra terrestrial) adalah dengan mencari sinyal radio yang mungkin mereka kirimkan karena sinyal itu bisa menempuh jarak yang amat jauh.

Namun sebuah analisa yang dilakukan peneliti-peneliti AS menyebutkan, pengiriman sebuah wahana ke ruang angkasa sebenarnya merupakan cara yang lebih efisien. Perlu diketahui, pencarian ET menggunakan radio ke 800 buah bintang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sinyal dari mereka.

Water hole

Pencarian kehidupan lain di angkasa luar mulai dilakukan dengan cara-cara modern setelah pemuatan paper yang ditulis Giuseppe Cocconi dan Philip Morrison dari Cornell University di journal Nature tahun 1959. Mereka mengatakan bahwa teleskop radio yang dibangun untuk mengamati sumber-sumber sinyal radio di langit bisa juga dipakai untuk mencari sinyal dari alien.

Dengan sebuah metode analisa, gelombang radio menawarkan cara terbaik untuk mengirimkan informasi dalam jarak antar bintang. Bahkan ada frekuensi tertentu yang secara logis bisa dipakai. Apa yang disebut dengan "water hole" (tempat hewan-hewan berkumpul untuk minum) adalah wilayah dalam spektrum radio yang ditandai dengan emisi atom hidrogen yang, bila dihubungkan dengan air dan kehidupan, bisa jadi merupakan tempat pertemuan berbagai spesies makhluk.

Sejak tahun 1959 telah banyak dilakukan pencarian ET, kebanyakan di sekitar water hole, namun tidak menghasilkan apapun. Pencarian juga dilakukan untuk menemukan cahaya-cahaya laser, karena dalam beberapa kondisi, laser bisa dipakai untuk menyampaikan pesan dari sebuah bintang ke bintang lain.

Pesan dalam botol

Christopher Rose dari Rutgers University dan Gregory Wright dari Antiope Associates, memberi analisa baru terhadap topik lama itu untuk menjelaskan mengapa pencarian sinyal radio ET tidak menampakkan hasilnya.

Menurut mereka, dalam beberapa situasi, jauh lebih masuk akal untuk mengirimkan wahana ruang angkasa pembawa pesan ke sistem perbintangan lain, daripada menembakkan gelombang radio. Selain karena pesan radio itu terlalu singkat, strategi penggunaan wahana dianggap lebih efisien.

Pendapat mereka itu membuka kembali jalur riset yang sebelumnya dianggap membutuhkan terlalu banyak energi dan biaya untuk membuat dan meluncurkan "pesan dalam botol" (wahana pembawa pesan) dibanding dengan mengirimkan sinyal radio.

Sesungguhnya kemungkinan adanya pesawat ruang angkasa asing yang bersembunyi di tata surya kita telah menjadi ide umum di kalangan penulis fiksi-fiksi ilmiah. Hal itu digambarkan secara begus oleh Arthur C Clarke tahun 1951 dalam bukunya "The Sentinel" yang menceritakan tentang adanya penemuan barang-barang alien di Bulan. Buku itu kemudian menjadi inspirasi film "2001: A Space Odyssey" yang dibuat tahun 1968.

Padahal, apa yang dituliskan Clarke itu barangkali bukan fiksi sama sekali... (bbc.co.uk/wsn)

 

Kompas Senin, 26 Juli 2004, 15:24 WIB, Sains & Teknologi

http://www.kompas.com/teknologi/news/0407/26/152809.htm

Dalam 20 Tahun, Kita Akan Mengontak Makhluk Luar Angkasa

Bila kehidupan cerdas lain memang ada di jagad raya, maka dalam dua dekade kita akan bisa mendeteksinya. Hal itu dipastikan berkat kemajuan teknologi komputer dan teleskop yang ada masa kini. Demikian kesimpulan para ilmuwan Institut Pencarian Kecerdasan di Luar Bumi (Search for Extraterrestrial Intelligence Institute atau SETI) di Mountain View, California.

Seth Shostak, astronom senior SETI, mendasarkan prediksi di atas pada asumsi-asumsi mengenai lokasi di mana makhluk asing mungkin berada, digabungkan dengan kemajuan kekuatan komputasi dan sistem perteleskopan yang ada.

Shostak --yang perhitungannya akan dipublikasikan di journal antariksa ilmiah Acta Astronautica edisi mendatang-- pertama-tama memperkirakan banyaknya kehidupan alien di galaksi kita yang mungkin mengirimkan sinyal radio.

Dalam hal ini, ia menggunakan sebuah formula yang diciptakan tahun 1961 oleh astronom Frank Drake, yang memasukkan faktor-faktor seperti berapa jumlah bintang berplanet di Bima Sakti, berapa di antara planet-planet itu yang mungkin memiliki kehidupan, dan seterusnya. Perhitungan Shostak akhirnya menghasilkan angka antara 10.000 hingga sejuta radio transmiter berseliweran di galaksi kita.

Untuk menemukan sinyal yang dipancarkan makhluk asing, kita harus meneliti dan memilah-milah sinyal sebagian besar bintang yang berjumlah 100 milyar di galaksi kita. Artinya kita membutuhkan teknologi canggih, seperti teleskop radio Allen Telescope Array seluas satu hektar yang akan dibangun, dan mikrochip amat kuat yang bisa memilah-milah sinyal tersebut. Dan teknologi itu akan ada dalam dua dekade mendatang.

Kehidupan makhluk asing

Shostak memperkirakan kekuatan pemrosesan komputer akan terus berlipat ganda tiap 18 bulan hingga tahun 2015. Setelah itu ia memperkirakan peningkatan kemampuan komputasi mikrochip akan terjadi tiap 36 bulan karena keterbatasan ukuran transistor.

Nah, pada masa tertentu, dimana kemampuan komputasi kita cukup kuat, kita akan mampu menemukan dan menganalisa sinyal radio dari berbagai bintang untuk mencari makhluk asing, kata Shostak. Namun karena posisi alien itu mungkin sangat jauh --sekitar 200 hingga 1000 tahun cahaya dari Bumi-- maka untuk membalas sinyal radio mereka dibutuhkan waktu beberapa abad.

Mengenai perkiraan Shostak di atas, Paul Shuch, direktur SETI League, organisasi terpisah yang bermarkas di New Jersey, mengatakan prediksi tersebut sayangnya tidak memperhitungkan salah satu faktor penting. "Memang masuk akal bila kita memproyeksikan perkembangan teknologi berdasar tren dan rencana masa depan," katanya. "Tapi memperkirakan bahwa kita akan mengontak alien dalam 20 tahun ke depan adalah perkiraan yang terburu-buru."

"Komunikasi hanya bisa terjadi bila alien mengirimkan sinyal. Padahal sejauh ini kita tidak mengetahui keberadaan, penyebaran, dan teknologi yang dimiliki makhluk-makhluk itu," ujar Shuch. "Selain itu apakah mereka juga mencari kehidupan lain di luar dunianya? Kita tidak tahu kan..." (newscientist.com/wsn)

 

http://www.kompas.com/teknologi/news/0311/19/155221.htm

Kompas, Rabu, 19 November 2003, 15:50 WIB, Sains & Teknologi

Manusia Akan Melakukan Kontak dengan Alien di Tahun 2025?

Manusia akan melakukan kontak dengan makhluk luar angkasa sekitar tahun 2025, demikian diramalkan dua orang astronom dalam bukunya. Sang penulis menyebutkan, makhluk luar angkasa itu tidak seperti yang digambarkan Hollywood dalam film ET --kecil, hijau dan tidak berambut. Mereka juga tidak akan tiba-tiba mengunjungi Bumi, namun barangkali akan mengirim sinyal radio terlebih dahulu untuk memberitahukan pada kita mengenai keberadaan mereka.

Menurut Seth Shostak, salah satu penulis yang juga astronom senior pada proyek Search for Extraterrestrial Intelligence Institute (SETI), di Mountain View, California, buku berjudul Cosmic Company itu berisi penjelasan mengapa para astronom yakin ada makhluk lain di luar Bumi, bagaimana mereka mencari makhluk itu, bagaimana rupanya, dan bagaimana dampak pertemuan dengan para alien tersebut.

Shostak dan rekannya Alexandra Barnett, astronom dan direktur eksekutif Chabot Space and Science Center di Oakland, California, mengemukakan ramalan mereka itu didasarkan pada berbagai faktor. Faktor itu antara lain adanya waktu milyaran tahun dimana kehidupan di luar Bumi bisa berevolusi, dan banyaknya planet dan bintang di jagad raya yang memiliki kondisi seperti Bumi dimana kehidupan bisa berkembang.

"Jagad raya sudah berumur 12 hingga 15 milyar tahun, sedangkan manusia baru muncul sekitar 40.000 tahun lalu. Kita adalah pendatang baru di jagad ini. Sebelum kita, barangkali ada kehidupan lain di tempat lain yang lebih dahulu berkembang," kata Barnett. "Oleh sebab itu sangat sukar untuk berpikir bahwa tidak ada makhluk lain yang berevolusi di waktu dan tempat yang maha luas ini."

Jagad yang amat luas

Seperti diketahui, perkembangan pengetahuan manusia terhadap jagad juga meningkat dengan pesat. Tahun 1924 astronom Edwin Hubble menunjukkan bahwa ada galaksi lain di luar galaksi kita. "Lebih dari setengah abad kemudian, teleskop Hubble menunjukkan di luar sana sedikitnya ada 100 milyar galaksi," kata Shostak. "Padahal masing-masing galaksi, seperti galaksi kita Bima Sakti, adalah rumah bagi sekitar seratus milyar bintang."

Sementara itu, jumlah planet juga sangat banyak. Sejak tahun 1995, saat pertama kali para astronom menemukan planet seukuran Yupiter diluar tata surya kita, mereka kemudian berhasil mengidentifikasi sekitar 100 lebih planet, hampir semuanya berukuran sekitar 300 kali lebih besar dari Bumi.

"Planet menjadi penemuan yang umum kemudian," kata Shostak. "Kini kita tahu bahwa planet-planet di luar sana mengelilingi sepuluh atau dua puluh persen dari bintang-bintang yang kita lihat. Sejauh ini memang planet-planet besar sajalah yang kita deteksi, namun bisa jadi di antara planet-planet yang lebih kecil terdapat kehidupan."

Yang jadi masalah pada saat ini adalah bahwa pencarian makhluk-makhluk cerdas dari luar angkasa selalu terhalang keterbatasan teknologi, dimana hanya sedikit bintang yang bisa diamati dari teleskop Bumi. Meski demikian, tahun 2007 mendatang NASA akan meluncurkan Misi Kepler, sebuah sistem teleskop ruang angkasa yang mampu mendeteksi planet-planet seukuran Merkurius, Mars, atau Bumi. Misi itu memang dirancang untuk menemukan planet yang bisa didiami, yakni yang memiliki jarak tertentu dari bintang induknya sehingga suhunya tidak terlalu dingin atau panas, dan memungkinkan adanya air di sana.

Proyek Kepler, jaringan teleskop Allen di Mount Lassen, California, dan proyek teleskop ruang angkasa yang akan diluncurkan Badan Antariksa Eropa, kelak akan memungkinkan para astronom meneliti sekitar 100.000 bintang pada tahun 2015. Kemampuan itu juga bakal memungkinkan manusia menerima sinyal radio dari makhluk luar angkasa.

Pencarian kehidupan cerdas

Sesungguhnya pemikiran mengenai adanya kehidupan di luar angkasa sudah sejak dahulu dipercaya oleh banyak orang. Salah satu penyebabnya adalah bahwa senyawa-senyawa pembentuk kehidupan --seperti senyawa organik kompleks dan asam amino-- terdapat secara meluas di jagad raya. Senyawa-senyawa itu bahkan ditemukan di meteorit, komet, serta pada gas dan debu antar bintang.

"Tumbuhnya pemikiran mengenai adanya kehidupan di luar Bumi tidak terbendung lagi," kata Shostak. "Kita menemukan lautan dalam di bulan-bulan Yupiter, dan beberapa dugaan bahwa di planet Mars dahulu pernah ada kehidupan. Nah bila hal-hal seperti itu ditemukan di tata surya kita sendiri, apakah tidak mungkin hal yang lebih mencengangkan akan kita temui di bagian lain di jagad yang tak terkira luasnya ini."

Tentu saja, ada perbedaan mendasar antara kehidupan sederhana dengan kehidupan cerdas, meski hal ini masih menjadi perdebatan. Beberapa ahli percaya bahwa kehidupan cerdas hanya mampu berkembang dalam kondisi tertentu. Stephen Jay Gould, ahli biologi dari Universitas Harvard, berpendapat bahwa makhluk cerdas hanya dapat tercipta dalam kondisi-kondisi tertentu yang sangat rumit. Sementara Shostak dan Barnett berpendapat sebaliknya. Menurut mereka ada suatu mekanisme evolusi yang memunculkan makhluk cerdas.

Seperti apa rupanya?

Sedangkan mengenai rupa makhluk cerdas yang barangkali akan kita temui kelak, Shostak dan Barnett menyebutkan beberapa prinsip dasar yang harus dimiliki makhluk-makhluk itu. "Alien pastilah lebih besar dari tikus karena tikus hanya memiliki otak kecil, sementara bentuk kehidupan yang maju pastilah memiliki otak cukup besar," kata Barnett. "Mereka juga akan lebih besar dari kucing, tapi pasti lebih kecil dibanding gajah karena pasti ada batas-batas tertentu mengenai berat badan yang bisa disangganya."

Selain itu, alien diperkirakan memiliki dua mata, dengan asumsi bahwa mereka tinggal di sebuah planet yang mengelilingi suatu bintang. Seperti di Bumi, semua kehidupan yang berhubungan dengan cahaya selalu mempunyai mata. Nah, mengapa dua mata dan bukan satu? Dua mata memberikan keuntungan dalam mencari makan, kata Barnett. Mengapa bukan sepuluh mata? Karena sepuluh mata memerlukan otak yang kuat untuk memproses semua sinyal yang diterima, tanpa ada keuntungan yang sepadan.

Mengenai kakinya, kedua astronom sepakat bahwa kaki para alien pasti lebih dari satu, terutama bila mereka mampu membangun teleskop. Meski demikian jumlah tepatnya masih menjadi pertanyaan karena sekali lagi, terlalu banyak kaki dan tangan akan membutuhkan lebih banyak kemampuan otak untuk mengaturnya.

Karena alien-alien ini mungkin berada pada jarak yang sangat jauh, yakni trilyunan kilometer, mereka mungkin tidak akan melakukan kunjungan. "Banyak hal menarik mengenai alien, terutama dari sudut pandang bahwa mereka mengunjungi kita," kata Shostak. "Namun hal itu sangat sulit dilakukan mengingat jarak yang amat jauh. Kemungkinan terbesar saat ini adalah kita bisa melakukann kontak dengan mereka melalui sinyal radio."  (nationalgeographic/space/wsn)

 

http://www.kompas.com/teknologi/news/0309/16/121425.htm

Kompas, Selasa, 16 September 2003, 22:13 WIB, Sains & Teknologi

Pencarian Alien Diperluas ke Wilayah Ekstrim?

Bila kita menyadari bahwa Bumi adalah bagian tata surya dengan Matahari sebagai pusatnya, dan Matahari hanyalah salah satu dari ribuan bintang dalam galaksi Bima Sakti, sementara terdapat jutaan galaksi yang serupa di langit sana, maka luas jagad raya ini sungguh tidak terbayangkan.

Dengan luas yang seolah tanpa tepi itu, banyak orang, termasuk Anda mungkin, yang meyakini --atau setidaknya pernah berpikir-- bahwa kita pastilah tidak sendirian di jagad ini. Entah di galaksi yang mana, tentu ada planet serupa Bumi yang bisa mendukung kehidupan. Tidak heran bila para ilmuwan sejak lama mencari-cari planet seperti itu untuk membuktikan ada kehidupan lain, di luar yang kita ketahui selama ini.
 
Namun dengan adanya temuan baru dimana sejenis mikroba mampu hidup di sumber air panas yang mendidih atau di daerah dengan suhu yang membekukan, seorang ahli perbintangan dari Inggris mengusulkan agar kita tidak membatasi pencarian hanya pada planet yang serupa dengan Bumi. Planet-planet sejenis Yupiter dan Mars yang berada di luar sistem tata surya kita pun, menurutnya, bisa jadi menyimpan kehidupan.

Parameter baru

"Kondisi Yupiter atau Mars yang sangat ekstrim bukan mustahil bisa menyimpan kehidupan, mengingat banyak organisme ternyata hidup di habitat yang sangat keras, yang dahulu dianggap mustahil ditinggali," kata Profesor Tim Naylor, dari Universitas Exeter. "Oleh sebab itu perlu dibuat suatu parameter baru mengenai tempat-tempat yang mungkin menyimpan kehidupan, berdasar ketahanan organisme seperti di atas."

Nah, guna mendiskusikan kondisi-kondisi planet seperti apa yang mungkin memiliki kehidupan seperti itu, minggu ini para ilmuwan akan menyelenggarakan pertemuan di Universitas Exeter, barat daya Inggris. Mereka akan mencari parameter atau batasan baru mengenai syarat-syarat kehidupan di luar Bumi. Dengan parameter baru itu, maka pencarian "makhluk luar angkasa" bisa diperluas ke planet-planet lain yang dahulu dianggap tidak bisa mendukung kehidupan.

Perlu diketahui, beberapa planet di luar tata surya yang ditemukan para peneliti, berada terlalu dekat dengan bintang induknya atau ditutupi gas panas sehingga dicoret dari daftar planet yang mungkin memiliki kehidupan. Beberapa planet lain yang kondisi alamnya keras dan tidak serupa dengan Bumi juga mengalami nasib serupa. "Padahal planet-planet itu mungkin memiliki kehidupan, mengingat di Bumi pun ada mikroba yang hidup di habitat seperti itu," kata Naylor.

Misi masa depan

Saat ini badan antariksa AS dan Eropa sedang mempersiapkan misi untuk meluncurkan teleskop-teleskop ke ruang angkasa, sehingga pencarian planet-planet yang mengelilingi suatu bintang dapat dilakukan lebih mudah. Misi paling ambisius di antara semua misi adalah proyek Darwin milik European Space Agency yang berencana meluncurkan teleskop pada ketinggian 1,5 juta kilometer dari Bumi.

Dengan sistem-sistem teleskop yang sangat kuat itu, para ilmuwan bisa mengamati jagad dengan jangkauan lebih jauh. Namun karena banyak sekali bintang yang harus dilihat dan diteliti, maka para ilmuwan akan memfokuskan pencarian pada planet yang paling mirip Bumi.

Meski keputusan itu sangat masuk akal, tapi beberapa ilmuwan, termasuk Tim Naylor dan Dr Hugh Jones dari Universitas John Moores di Liverpool, mendesak agar pencarian diperluas ke planet lain yang kondisinya tidak lebih ekstrim dari tempat paling ekstrim di Bumi. Lagi-lagi hal itu berhubungan dengan temuan mikroba yang bisa hidup di lingkungan panas tadi.

Jadi bila kelak kehidupan asing memang ditemukan di planet lain, jangan kaget bila alien-alien itu ternyata tidak jauh berbeda dari mikroba-mikroba yang hidup di Bumi. (BBC/wsn)