Berikut adalah sepenggal kisah tentang tipikal seorang
wanita yang aku idam-idam kan. Mungkin aku terlalu naif untuk mendapatkan istri
seorang wanita seperti Dia. Jika aku tak mendapatkannya, maka aku akan
selalu berharap anak perempuanku kelak akan menjadi perempuan seperti dia. Kini
istriku Siti Robiatul Adawiyah telah kembali berpulang pada Yang paling
dicintainya. Sementara aku ditinggal kesepian di dunia fana, dan mengharapkan
ada seorang perempuan lain yang dapat menemaniku agar aku tak tersesat dijalan
yang penuh rintang dan terasa panjang. Duhai Robbi anugrahkanlah sekali lagi
padaku teman seperjalanan yang mampu membimbing dalam meniti jalan menjuju
ridhoMu.
Ummu Sulaim binti Malhan
Beliau bernama Rumaisha' Ummu
Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam
bin Adi bin Naja al-Anshaiyah al-Khazrajiyah.
Beliau adalah seorang wanita yang
memiliki sifat keibuan dan cantik, dihiasi pula dirinya dengan ketabahan,
kebijaksanaan, lurus pemikirannya, dan dihiasi pula dengan kecerdasan berpikir
dan kefasihan serta berakhlak mulia, sehingga nantinya cerita yang baik
ditujukan kepada beliau dan setiap lisan memuji atasnya. Karena, beliau memiliki
sifat yang agung tersebut sehingga mendorong putra pamannya yang bernama malik
bin Nadhar untuk segera menikahinya yang akhirnya melahirkan Anas bin Malik.
Tatkala cahaya nubuwwah mulai
terbit dan dakwah tauhid mulai muncul, orang-orang yang berakal sehat dan
memiliki fitrah yang lurus untuk bersegera masuk Islam. Ummu Sulaim termasuk
golongan petama yang masuk Islam awal-awal dari golongan Anshar. Beliau tidak
mempedulikan segala kemungkinan yang akan menimpanya di dalam masyarakat
jahiliyah penyembah behala yang beliau buang tanpa ragu.
Adapun kalangan petama yang harus
beliau hadapi adalah kemarahan Malik, suaminya, yang baru saja pulang dari
bepergian dan mendapati istrinya telah masuk Islam. Malik berkata dengan
kemarahan yang memuncak, "Apakah engkau murtad dari agamamu?" Maka
dengan penuh yakin dan tegar beliau menjawab, "Tidak, bahkan aku telah
beriman."
"Demi Allah, orang seperti
anda tidak pantas untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir sedangkan
aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika
kamu mau masuk Islam, maka itulah mahar bagiku dan kau tidak meminta yang selain
dari itu." (Lihat an-Nasa'i VI/144).
Sungguh ungkapan tesebut mampu
menyentuh perasaan yang paling dalam dan mengisi hati Abu Thalhah, sungguh Ummu
Sulaim telah bercokol di hatinya secara sempurrna, dia bukanlah seorang wanita
yang suka bermain-main dan takluk dengan rayuan-rayuan kemewahan, sesungguhnya
dia adalah wanita cedas, dan apakah dia akan mendapatkan yang lebih baik
darrinya untuk dipeisti, atau ibu bagi anak-anaknya?"
Tanpa terasa lisan Abu Thahah
mengulang-ulang, "Aku berada di atas apa yang kamu yakini, aku bersaksi
bahwa tidak ada ilah yang hak kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah."
Ummu Sulaim lalu menoleh kepada
putranya Anas dan beliau berkata dengan suka cita karena hidayah Allah yang
diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya, "Wahai Anas nikahkanlah aku
dengan Abu Thalhah." Kemudian beliau pun dinikahkan Islam sebagai mahar.
Oleh karena itu, Tsabit meiwayatkan hadis darri Anas:
"Aku belum penah mendengar
seorang wanita yang paling mulia dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah
Islam." (Sunan Nasa'i VI/114).
Ummu Sulaim hidup bersama Abu
Thahah dengan kehidupan suami istri yang diisi dengan nilai-nilai Islam yang
menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan yang tenang dan penuh
kebahagiaan.
Ummu Sulaim adalah profil seorang
istri yang menunaikan hak-hak suami istri dengan sebaik-baiknya, sebagaimana
juga contoh terbaik sebagai seorang ibu, seorang pendidik yang utama dan orang
da'iyah.
Begitulah Abu Thalhah mulai
memasuki madrasah imaniyah melalui istrinya yang utama, yakni Ummu Sulaim.
sehingga, pada gilirannya beliau minum dari mata air nubuwwah hingga menjadi
setara dalam hal kemuliaan dengan Ummu Sulaim.
Marilah kita dengarkan penuturan
Anas bin malik yang menceitakan kepada kita bagaimana pelakuan Abu Thalhah
terhadap kitabullah dan komitmenya tehadap Alquran sebagai landasan dan
kepribadian. Anas bin Malik berkata:
"Kamu sekali-kali tidak
sampai kepada kebajikan (yang sempuna), sebelu kamu menafkahkan sebagian hata
yang kamu cintai." (Ali Imran: 92).
Seketika Abu Thalhah bediri
menghadap Rasulullah saw dan berkata, "Sesungguhnya Allah telah berfiman di
dalam kitabnya (yang artinya), "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai." Dan sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah kebunku, untuk
itu aku sedekahkan ia untuk Allah degan harapan mendapatkan kebaikan dan
simpanan di sisi Allah, maka pergunakanlah sesukamu ya Rasulullah."
"Bagus... bagus... itulah
harta yang menguntungkan... itulah harta yang mnguntungkan.... Aku telah
mendengar apa yang kamu katakan dan aku memutuskan agar engkau sedekahkan kepada
kerabat-kerabatmu."
Maka Abu Thalhah
membagi-bagikannya kepada anak kerabatnya dan Bani dari pamanya."
Allah memuliakan kedua orang suami
istri ini dengan seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bergembira dan
anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan
dengan tingkah lakunya. Anak tersebut diberi nama Abu Umair. Suatu ketika anak
tersebut bemain-main dengan seekor burung lalu burung tersebut mati. Hal itu
menjadikan anak tersebut bersedih dan menangis. Pada saat itu Rasulullah saw
melewati dirinya maka beliau berkata kepada anak tesebut untuk meghibur dan
bermain dengannya, "Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh anak burung
pipit itu?" (Al-Bukhari VII/109).
Allah berkehendak untuk menguji
keduanya denga seorang anak yang cakap dan dicintai. Suatu ketika Abu umair
sakit sehingga kedua orang tuanya disibukkan olehnya. Sudah menjadi kebiasaan
bagi ayahya apabila kembali dari pasar, petama kali yang dia kerjakan setelah
mengucapkan salam adalah bertanya tentang kesehatan anaknya, dan beliau belum
merasa tenag sebelum melihat anaknya.
Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke
masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka Ibu mukminah yang sabar
ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridha dan baik. Sang ibu
membaringkannya di temp[at tidur sambil senantiasa mengulangi, "Inna
lillahi wa inna ilaihi raji'un." Beliau berpesan kepada anggota
keluarganya, "Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalhah hingga aku
sendiri yang menceritakan kepadanya."
Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya,
kemudian dengan semangat menyambut suaminya dan menjawab seperti biasanya,
"Apa yang dilakukan oleh anakku?" Beliau menjawab, "Dia dalam
keadaan tenang."
Abu Thalhah mengira bahwa anaknya
sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan dan
kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat karena kahawatir mengganggu
ketenangannya. Kemudian Ummu Sulaim mendekati beliau dan memperssiapkan makan
malam baginya, lalu beliau makan dan minum, sementara Ummu Sulaim bersolek
dengan dandanan yang lebih cantik daripada hari-hari sebelumnya, beliau
mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-wangian, kemudian
keduanya pun berbuat sebagaimana layaknya suami istri.
Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa
suaminya sudah kenyang dan telah mencampurinya serta merasa tenang terhadap
keadaan anaknya, maka beliau memuji Allah karena abeliau tidak membuat risau
suaminya dana beliau bioarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.
Tatkala di akhir malam beliau
berkata kepada suaminya, "Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu
seandainya ada suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga kemudian
suatu ketika mereka mengambil titipan tersebut, maka bolehkah bagi keluarga
tersebut menolaknya?" Abu Thalhah menjawab, "Tentu saja tidak boleh."
Kemudian Ummu Sulim berkata lagi, "Bagaimana pendapatmu jika keluarga
tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil setelah dia sudah dapat
memanfaatkannya?" Abu Thalhah berkata, "Berarti mereka tidak adil."
Ummu Sulaim berkata, "Sesungguhnya anakmu adalah titipan dari Allah dan
Allah telah mengambil, maka tabahkanlah hatimua dengan meninggalnya anakmu."
Abu Thalhah tidak kuasa menahan
amarahnya, maka beliau berkata dengan marah, "Kau biarkan aku dalam keadaan
seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?"
Beliau mengulangi kata-kata
tersebut hingga beliau mengucapkan kalimat istirja' (inna lillahi wa inna ilaihi
raji'un) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi
tenang.
Keesokan harinya beliau pergi
menghadap Rasullah saw dan mengabarkan kepadanya tentang apa yang telah terjadi,
kemudian Rasulullah saw bersabda, "Semoga Allah memberkahi malam kalian
berdua."
Mulai hari itulah Ummu Sulaim
mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim
melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah saw,
selanjutnya Anas berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ummu Sulaim telah
melahirkan tadi malam." Maka Rasulullah saw mengunyah kurma dan mentahnik
bayi tersebut (yakni menggosokkan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit
mulut si bayi). Anas berkata, "Berikanlah nama bayi ya Rasulullah!"
beliau bersabda, "Namanya Abdullah."
Ubadah, salah seorang rijal sanad
berkata, "Aku melihat dia memiliki tujuh orang anak yang kesemuanya hafal
Alquran."
Di antara kejadian yang
mengesankan pada diri wanita yang utama dan juga suaminya yang mukmin adalah
bahwa Allah menurunkan ayat tentang mereka aberdua yang manusia dapat beribadah
dengan membacanya. Abu Hurairah berkata, "Telah datang seorang laki-laki
kepada Rasullah saw dan berkata, 'Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar'. Maka
Rasulullah saw menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada di
rumahnya, namun beiau menjawab, 'Demi yang mengutusmu dengan haq, aku tidak
memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang
lain, namun jawabannya sama. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama.
Kemudian Rasulullah saw bersabda, 'Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga
Allah merahmatinya'. Maka berdirilah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah
seraya berkata, 'Saya, ya Rasulullah'. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju
rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim),
"Apakah kamu memiliki makanan?" Istrinya menjawab, 'Tidak punya
melainkan makanan untuk anak-anak'. Abu Thalhah berkata, ' Berikanlah minuman
kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk, maka akan
saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah aberada di tangan,
maka berdirilah dan matikanlah lampu'. Hal itu dilakukan oleh Ummu Sulaim.
Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut, sementara kedua istri
tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang
kepada Rasulullah saw lalu Rasulullah saw bersabda, 'Sungguh Allah takjub (atau
tertawa) terhadap fulan dan fulanah'."
Dalam riwayat lain Rasulullah
bersabda, "Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan
terhadap tamu kalian."
Di akhir hadis disebutkan, maka
turunlah ayat:
"Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka
sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)."
(Al-Hasyr: 9).
Abu Thalhah tak kuasa menahan rasa
gembiranya, maka beliau bersegera memberikan kabar gembira itu kepada istrinya
sehingga sejuklah pandangan matanya karena Allah menurunkan ayat tentang mereka
dlam Alquran yang senantiasa dibaca. Selain berdakwah di lingkungannya, Ummu
Sulaim juga turut andil dalam berjihad bersama pasukan kaum muslimin.
Anas ra berkata, "Rasulullah
saw berperang bersama Ummu Sulaim dan para wanita dari kalangan Anshar, apabila
berperang, para wanita tersebut memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati
yang luka."
Begitulah, Ummu Sulaim memiliki
kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah saw, beliau tidak pernah masuk rumah
selain rumah Ummu Sulaim, bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa
beliau trmasuk ahli jannah. Beliau bersabda, "Aku masuk jannah, tiba-tiba
aku mendengar sebuah suara, maka aku bertanya, 'Siapa itu?' Mereka berkata, 'Dia
adalah Rumaisha' binti Malhan, ibu dari Anas bin Malik."
Selamat untukmu, wahai Ummu Sulaim,
karena Anda memang layak mendapat bintang.
Sumber: Nisa' Haular Rasuuli,
Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi
|