Menguak Dalang di Balik Kerusuhan
Overseas Chinese, tentara, cendana, diduga berada dibalik banyak kerusuhan massa. 

Di tengah-tengah usaha pemerintah menjaga stabilitas keamanan di dalam negeri, tiba-tiba meledak kerusuhan di beberapa daerah. Kerusuhan yang bernuansa SARA terjadi di kota Poso, Sulawesi Tengah. Kerusuhan diawali oleh perkelahian antarpemuda Kelurahan Lombogia dengan pemuda Lawangsa, dan entah bagaimana, berlanjut menjadi kerusuhan yang berbau SARA. Kabar terakhir, kerusuhan meluas ke berbagai kecamatan. Kontak fisik antara kelompok putih dan merah tak hanya di Kecamatan Sayo, tapi juga merembet ke Kecamatan Lage dan Kecamatan Poso Pesisir.
         Tak hanya di Poso, bom meletus di Kota Medan, Sumatera Utara. Kali ini yang menjadi sasaran adalah gereja GKPI. Tak kurang, 33 orang mengalami luka-luka. Menyusul ledakan bom tersebut ditemukan bom di dalam Gereja HKBP dan Gereja Katolik. Beruntung dua bom tersebut berhasil dijinakkan oleh tim penjinak bom dari satuan Brimob Polda Sumut.
         Sebelumnya, aksi kekerasan dan kerusuhan terjadi di ibukota Jakarta. Mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Kota (Jarkot) membakar lima mobil tentara dan sebuah pos polisi. 
         Apa yang tengah terjadi? Sebagian masyarakat mengira kerusuhan bermuara hanya karena ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan Gus Dur. Keadaan politik yang belum menentu dan keadaan rupiah yang masih belum stabil menjadi salah satu alasan buruknya kinerja pemerintahan Gus Dur. Namun, tak sedikit pula yang menduga ada grand design dari pihak tertentu untuk menjadikan Indonesia selalu dalam keadaan tidak stabil. 
         Pengamat Politik LIPI, Alfitra Salamm membenarkan analisa itu. Menurut Alfitra, ada grand design yang dilakukan kelompok tertentu sehingga kerusuhan-kerusuhan itu muncul di berbagai daerah. Tujuan akhirnya, menurut Alfitra, membuat Indonesia tidak stabil, sehingga tujuan mereka tercapai.    “Mereka tak suka dengan reformasi. Saya menduga orang-orang Orde Baru masih bermain,“ kata Alfitra. 
         Tentu tidak mudah menebak kelompok mana yang berada di balik kerusuhan-kerusuhan itu. Sejumlah kalangan menduga kelompok Overseas Chinese ikut terlibat dalam mendesign kerusuhan ini. Alfitra tidak menutup kemungkinan tersebut. 
        Ada beberapa alasan mengapa para Cina Perantauan ini mau terlibat. Misalnya, ketakutan kelompok Overseas Chinese terhadap jerat hukum. Ketika awal krisis ekonomi banyak pengusaha Cina yang melarikan uang ke luar negeri. Menurut sebuah sumber, jumlah dana yang dilarikan para Cina Perantauan itu mencapai 139 milyar dollar. Jumlah itu merupakan gabungan dari total kredit bank asing maupun nasional yang dikemplang ditambah 167 trilyun dana, BLBI. 
Untuk itu, satu-satunya jalan agar mereka terbebas dari jerat hukum adalah dengan membuat Indonesia instabil. Dengan situasi ini pemerintah tak mempunyai kesempatan menyeret mereka ke pengadilan. 
        Alfitra menduga kerusuhan-kerusuhan yang terjadi kemungkinan juga dibiayai oleh kelompok konglomerat Cina ini. “Mungkin saja, sekarang ini, mereka juga yang mendanai. Wajar, karena aksi-aksi kerusuhan tersebut membutuhkan dana besar. Sekarang siapa yang mempunyai dana besar kecuali para konglomerat yang hidup makmur di era Orde Baru,“ tuturnya.
        Ternyata, tak hanya kelompok Overseas Chinese yang terlibat. Banyak kalangan menduga kelompok Cendana ikut pula bermain. Anggota DPR Fraksi PBB, Ahmad Soemargono, salah seorang yang membenarkannya. Menurut Bang Gogon, panggilan Soemargono, modus operandi kerusuhan yang sekarang terjadi sama dengan modus operandi zaman Soeharto. “Soeharto bisa saja bermain,” kata Soemargono. 
        Mengapa kelompok Cendana mau terlibat? Tak terlampau sulit untuk menjawabnya. Agar Soeharto bebas dari tuntutan hukum atas KKN yang pernah dilakukannya selama menjadi presiden. 
       Selain kedua kelompok di atas, tentara pun ikut dituding terlibat dalam kerusuhan. Menurut Alfitra, hal-hal seperti itu bukanlah barang asing buat tentara. “Saya kira militer sangat pengalaman sekali dengan cara-cara seperti itu,” tegasnya.
       Namun, Kapuspen TNI, Marsda Graito Usodo, membantah ada tentara yang terlibat dalam kerusuhan-kerusuhan yang terjadi. “Sampai saat ini tak ada tentara yang terlibat dalam kerusuhan,” kata Graito. Mengenai penanganan kerusuhan Graito menjelaskan, bahwa semua pasukan sudah disiapkan sesuai fungsinya. Ketertiban, menurut Graito adalah tanggung jawab Polri. Meski jika dibutuhkan, militer pun siap untuk ikut menanganinya. 
       Rumor pun beredar di masyarakat, bahwa ada orang istana yang membiayai kerusuhan, terutama kerusuhan yang terjadi di Jakarta belakangan ini. Alasannya, untuk mengalihkan perhatian terhadap KKN yang dilakukan orang-orang istana kepresidenan. Benar atau tidak hal ini, yang jelas kasus     Buloggate menjadi coreng pemerintahan Gus Dur.
       Masing-masing kelompok mungkin mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Namun, bisa saja saling beririsan.

Rivai Hutapea
Laporan: Eman