GROZNY -- Masyarakat internasional menekan Rusia agar
membebaskan ribuan warga sipil Chechen yang terjebak di perbatasan
Ingushetia, saat mereka hendak mengungsi dari negerinya yang terus
dibombardir tentara Rusia.
Jubir Komisi Tinggi PBB Bagi Pengungsi (United Nations High
Commisioner for Refugees, UNHCR), Lyndall Sachs, mendesak Moskow
untuk membuka perbatasan dan membiarkan pengungsi menghindari zona
perang.
Seruan muncul bersamaan dengan kedatangan misi kemanusiaan PBB di
wilayah itu, untuk memberikan bantuan bagi 190 ribu pengungsi yang
menyeberang ke Ingushetia. ''Kami harus menjamin Rusia mengizinkan
orang-orang ini melintasi garis batas dengan selamat,'' kata Sachs.
''Terdapat populasi sangat besar yang dijadikan sandera dan sekarang
hidup mereka dalam kondisi menyedihkan dengan ancaman perang yang
menakutkan setiap saat,'' tegas Sachs.
Dia mengatakan para pengungsi yang hidup di tempat-tempat terbuka
''mengingatkan kondisi Kosovo''. Rakyat Chechnya, katanya, layak
mendapat perhatian seperti rakyat Kosovo. UNHCR memperkirakan terdapat
sekitar 120 ribu dan 150 ribu pengungsi mencoba meninggalkan Chechnya di
masa mendatang.
Presiden Ingushetia Ruslan Aushev mengecam pembunuhan yang dilakukan
oleh militer Rusia atas rakyat Chechnya. Dia mengatakan tindakan itu
mengakibatkan ''bencana kemanusiaan''. Dia juga menyalahkan Rusia tak
cukup membantu ratusan ribu pengungsi yang lari ke Ingushetia.
''Kami sangat prihatin dengan jumlah pengungsi di jalan federal
Baku-Rostov. Mereka terlah di sana seminggu, di antaranya mati karena
penyakit jantung dan lainnya. beberapa bahkan melahirkan di jalan ...
Ini adalah penghinaan bagi manusia...,'' kata Aushev.
Menghadapi kecaman internasional, PM Rusia Vladimir Putin Rabu
(03/11) mengutus salah seorang menterinya untuk menemukan cara membantu
pengungsi yang menghindari serangan udara dan darat Rusia sejak sebulan
lalu di republik Chechnya. Menurut kantor berita ITAR-TASS, Putin
mengutus Menteri Gawat Darurat Rusia, Sergei Shoigu, ke Republik Rusia
di Ingushetia dan Ossetia Utara untuk memutuskan tindakan bantuan.
Namun Menhan Rusia Igor Sergeyev tampaknya menutup telinga atas
seruan internasional. Dia menyatakan telah mendapat restu dari presiden
untuk melakukan operasi untuk merebut ibukota republik Chechnya, Grozny.
Saat ini, Rusia terus melancarkan serangan darat sejak Oktober lalu
sebagai upaya menggilas ''teroris'' Muslim yang dituding
bertanggungjawab atas sejumlah pemboman di Rusia dan penyusupan di
Dagestan Agustus lalu. Ketika mereka mengepung Grozny, Moskow mengaku
berhasil memenangkan pertempuran di dua kota yang berdekatan.
Hampir 200 ribu pengungsi menghindari pertempuran, yang kebanyakan
terjadi Ingushetia, yakni salah satu provinsi di wilayah rawan Kaukasus
yang berpenduduk hanya 340.000 jiwa. Namun pasukan Rusia berulang kali
menutup perbatasan untuk mencegah pejuang Chechnya menyelinap ke wilayah
yang mereka kuasai.
Pasukan Rusia di perbatasan hanya mengizinkan sekitar 1.300 pengungsi
melintasi perbatasan Ingushetia di pos Kavkaz, kemudian secara mendadak
menutup pos tersebut. Hanya sekitar 200 pengungsi per hari yang biasanya
dapat melintasi pos tersebut.
Sergeyev, Rabu, mengumumkan Rusia ''berencana mengenyahkan teroris
bukan hanya dari Grozny, tetapi juga seluruh Chechnya.'' Pernyataan
Sergeyev kian memperhebat ketakutan Barat bahwa Rusia tengah
mempersiapkan serangan musim dingin di Chechnya -- yang serupa dengan
serangan terhadap negara kecil di pegunungan itu dalam pertempuran
brutal pada 1994-1996.
Tekad Sergeyev untuk melancarkan serangan itu dilontarkan kurang dari
sehari setelah Presiden AS Bill Clinton secara pribadi mendesak Putin
agar membuka dialog dengan para pemimpin Chechnya.
Presiden Rusia Boris Yeltsin, yang menyerahkan hampir seluruh kendali
operasi atas warga Chechnya kepada Putin dan Sergeyev, sebelum berlibur
pada pekan lalu di luar dugaan bergegas kembali ke Moskow pada Rabu
untuk mengadakan pertemuan pribadi dengan Putin.
Peringkat popularitas Putin membubung saat berlangsungnya serangan
darat atas Chechnya, yang oleh Moskow disebut sebagai pertempuran
melawan ''teroris internasional''. Namun Moskow menghadapi keputusan
berat ketika pasukan federal bergerak menuju pinggiran Grozny.
Perang atas Chechnya secara bertahap kehilangan daya tarik di dalam
negeri setelah media setempat, kendati menghadapi tekanan berat Kremlin,
mulai memusatkan perhatian pada nasib pengungsi Chechnya.