Republika Online edisi:
05 Nov 1999

Rusia Telantarkan Pengungsi Chechnya

GROZNY -- Masyarakat internasional menekan Rusia agar membebaskan ribuan warga sipil Chechen yang terjebak di perbatasan Ingushetia, saat mereka hendak mengungsi dari negerinya yang terus dibombardir tentara Rusia.

Jubir Komisi Tinggi PBB Bagi Pengungsi (United Nations High Commisioner for Refugees, UNHCR), Lyndall Sachs, mendesak Moskow untuk membuka perbatasan dan membiarkan pengungsi menghindari zona perang.

Seruan muncul bersamaan dengan kedatangan misi kemanusiaan PBB di wilayah itu, untuk memberikan bantuan bagi 190 ribu pengungsi yang menyeberang ke Ingushetia. ''Kami harus menjamin Rusia mengizinkan orang-orang ini melintasi garis batas dengan selamat,'' kata Sachs.

''Terdapat populasi sangat besar yang dijadikan sandera dan sekarang hidup mereka dalam kondisi menyedihkan dengan ancaman perang yang menakutkan setiap saat,'' tegas Sachs.

Dia mengatakan para pengungsi yang hidup di tempat-tempat terbuka ''mengingatkan kondisi Kosovo''. Rakyat Chechnya, katanya, layak mendapat perhatian seperti rakyat Kosovo. UNHCR memperkirakan terdapat sekitar 120 ribu dan 150 ribu pengungsi mencoba meninggalkan Chechnya di masa mendatang.

Presiden Ingushetia Ruslan Aushev mengecam pembunuhan yang dilakukan oleh militer Rusia atas rakyat Chechnya. Dia mengatakan tindakan itu mengakibatkan ''bencana kemanusiaan''. Dia juga menyalahkan Rusia tak cukup membantu ratusan ribu pengungsi yang lari ke Ingushetia.

''Kami sangat prihatin dengan jumlah pengungsi di jalan federal Baku-Rostov. Mereka terlah di sana seminggu, di antaranya mati karena penyakit jantung dan lainnya. beberapa bahkan melahirkan di jalan ... Ini adalah penghinaan bagi manusia...,'' kata Aushev.

Menghadapi kecaman internasional, PM Rusia Vladimir Putin Rabu (03/11) mengutus salah seorang menterinya untuk menemukan cara membantu pengungsi yang menghindari serangan udara dan darat Rusia sejak sebulan lalu di republik Chechnya. Menurut kantor berita ITAR-TASS, Putin mengutus Menteri Gawat Darurat Rusia, Sergei Shoigu, ke Republik Rusia di Ingushetia dan Ossetia Utara untuk memutuskan tindakan bantuan.

Namun Menhan Rusia Igor Sergeyev tampaknya menutup telinga atas seruan internasional. Dia menyatakan telah mendapat restu dari presiden untuk melakukan operasi untuk merebut ibukota republik Chechnya, Grozny.

Saat ini, Rusia terus melancarkan serangan darat sejak Oktober lalu sebagai upaya menggilas ''teroris'' Muslim yang dituding bertanggungjawab atas sejumlah pemboman di Rusia dan penyusupan di Dagestan Agustus lalu. Ketika mereka mengepung Grozny, Moskow mengaku berhasil memenangkan pertempuran di dua kota yang berdekatan.

Hampir 200 ribu pengungsi menghindari pertempuran, yang kebanyakan terjadi Ingushetia, yakni salah satu provinsi di wilayah rawan Kaukasus yang berpenduduk hanya 340.000 jiwa. Namun pasukan Rusia berulang kali menutup perbatasan untuk mencegah pejuang Chechnya menyelinap ke wilayah yang mereka kuasai.

Pasukan Rusia di perbatasan hanya mengizinkan sekitar 1.300 pengungsi melintasi perbatasan Ingushetia di pos Kavkaz, kemudian secara mendadak menutup pos tersebut. Hanya sekitar 200 pengungsi per hari yang biasanya dapat melintasi pos tersebut.

Sergeyev, Rabu, mengumumkan Rusia ''berencana mengenyahkan teroris bukan hanya dari Grozny, tetapi juga seluruh Chechnya.'' Pernyataan Sergeyev kian memperhebat ketakutan Barat bahwa Rusia tengah mempersiapkan serangan musim dingin di Chechnya -- yang serupa dengan serangan terhadap negara kecil di pegunungan itu dalam pertempuran brutal pada 1994-1996.

Tekad Sergeyev untuk melancarkan serangan itu dilontarkan kurang dari sehari setelah Presiden AS Bill Clinton secara pribadi mendesak Putin agar membuka dialog dengan para pemimpin Chechnya.

Presiden Rusia Boris Yeltsin, yang menyerahkan hampir seluruh kendali operasi atas warga Chechnya kepada Putin dan Sergeyev, sebelum berlibur pada pekan lalu di luar dugaan bergegas kembali ke Moskow pada Rabu untuk mengadakan pertemuan pribadi dengan Putin.

Peringkat popularitas Putin membubung saat berlangsungnya serangan darat atas Chechnya, yang oleh Moskow disebut sebagai pertempuran melawan ''teroris internasional''. Namun Moskow menghadapi keputusan berat ketika pasukan federal bergerak menuju pinggiran Grozny.

Perang atas Chechnya secara bertahap kehilangan daya tarik di dalam negeri setelah media setempat, kendati menghadapi tekanan berat Kremlin, mulai memusatkan perhatian pada nasib pengungsi Chechnya.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 1999