"... orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang
disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan
Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka, dan pastilah Aku memasukkan mereka
ke dalam syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di
sisi Allah ..." (Ali Imran 195)
____________________________________________________________________
Ribuan Senjata Canggih Israel, Belgia, dan Belanda dukung Perusuh
Ambon Diobok Pemberontak RMS II !
Pengantar Redaksi:
Hasil jajak pendapat Timtim yang memenangkan kelompok prokemerdekaan,
ternyata membuat cemas umat Islam yang berada di kawasan Maluku. Sebab,
kemenangan itu dianggap semakin memperkokoh gerakan separatis dan
simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS) yang - sudan sekitar delapan bulan
- dihadapi umat Islam Maluku. Bahkan beberapa hari lalu, sempat ada kegiata
"penyusupan" yang dilakukan pasukan Interfet ke wilayah Pulau Kisar, Maluku
Tenggara.
Untuk mengetahui lebih jauh hal itu, wartawan Pikiran Rakyat, H. Achmad
Setiyaji mewawancarai Imam Besar Masjid Raya Al-Fatah yang juga komandan
Mujahidin Muslim Ambon, KH Abdul Aziz Arbi, Lc., dan KH Abdurrahman Khauw
(Imam Masjid Al Ikhlas, Poka Kodya Ambon / Ketua Bidang Kerukunan Antarumat
Beragama MUI Maluku). Wawancara dilakukan di dalam beberapa kesempatan,
ketika temu MUI Kodya Bandung dan Dompet Sosial Ummul Quro (DSUQ) Bandung
itu bersilaturahmi ke sejumlah kalangan di Bandung, Sumedang, dan Garut,
pada Kamis-Jum'at (7-8 Oktober 1999) lalu. Berikut ini petikan
wawancaranya:
Mengapa kerusuhan di Ambon dan sekitarnya tidal berakhir. Bukankah sudah
ribuan orang meninggal dunia, ratusan rumah, toko, kantor, kendaraan, dan
saran umum terbakar serta hancur ?
Menurut kami, kerusuhan di Ambon dan sekitarnya tidal akan berakhir sebelum
ada salah satu pihak yang kala.
Mengapa begitu ?
Karena, kami umat Islam berada pada posisi pihak yang selalu disalahkan
sekaligus sering mengalah demi perdamaian, persatuan, dan kesatuan. Padahal
yang kami lawan itu pemberontak RMS. Selama para pemberontak dan
simpatisannya tetap ada di bumi 'Manise' serta selama mereka membunuhi
kami, maka selama itu pula umat Islam akan ber- jihad fii sabilillaah.
Kenapa Anda menyebut pihak yang dilawan umat Islam itu adalah pemberontak ?
Bagi kami yang berada di Maluku, lawan kami adalah jelas-jelas pemberontak.
Mereka adalah sebagian rakyat Maluku yang ingin memisahkan diri membuat
negara, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para pendahulunya, yakni
ketika pada 25 April 1950 mendirikan negara "Republik Maluku Sarani" atau
dikenal orang luar Ambon sebagai "Republik Maluku Selatan" (RMS). Para
pemberontak dan simpatisan RMS itu, sampai sekarang masih menunjukkan
perlawanannya yang gigih kepada umat Islam. Mereka itu adalah pemberontak
yang membonceng isu agama dan suku, serta gerakan reformasi yang
dilontarkan mahasiswa. Terus terang kami terpaksa berperang, karena kami
diperangi oleh para simpatisan RMS. Kami melawan ketidakadilan. Kami
melawan mereka yang atas nama agama non-Islam, namun sebenarnya ingin
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Maksudnya bagaimana ? Bisa diperjelas ?
Begini, ada informasi yang menarik untuk diketahui bersama. Ketua Pusat
Penanggulangan Krisis Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) yang juga Asisten
Sekum PGI, Pendeta Dicky Mailoa mengatakan, "Saya tidak percaya bahwa
konflik Ambon inyi hanya menggunakan 'bahan bakar' lokal. Ini pasti bahan
bakar lain. Saya menduga bahan bakar yang menyebabkan Ambon terbakar itu
tidak dari lokal. Itu datang dari luar. Ini bahan bakar kualitas tinggi,
bukan premium. Ini premix." Pernyataan Pendeta Dicky Mailoa itu bisa dibaca
dalam buku "Tragedi Ambon dan Seruan Jihad", terbitan Yayasan Al Mukmin
Jakarta, halaman 137. Selain itu, dalam majalah Sabili No. 18 Tahun VI / 24
Mei 1999, halaman 49, Pendeta Dicky Mailoa mengatakan, "Kasus Ambon tidak
hanya sekedar antara Muslim dengan Kristen di Ambon. Sebab kalau cuma
antara Muslim dan Kristen di Ambon, seharusnya konflik itu tidak masuk ke
dalam emosi massa sebegitu kuat. Masuk ke emosi massa yang Muslimnya, masuk
ke emosi massa yang Kristennya. Saya melihat orang di Ambon berkelahi antar
desa, itu sudah biasa. Desa Kristen perang lawan desa Kristen, desa Muslim
lawan desa Muslim, itu biasa. Tetapi tidak berkembang luas seperti
sekarang. Oleh karena itu, intinya saya tidak melihat ini Cuma sesuatu yang
dipicu atau dimatangkan oleh Muslim dan Kristen Ambon. Ini mestinya ada
kaitannya dengan sesuatu di luar Ambon." Pernyataan itu semakin diperkuat
dengan pernyataan Menhankam / Panglima TNI , Jenderal TNI Wiranto. Ketika
bertemu dengan Central for Islamic Studies (CIS), Himpunan Masyarakat
Shalawat (Hamas), dan Kontras, Senin (8/9 '99), Wiranto mengakui adanya
aparat keamanan yang sudah memihak serta adanya provokasi dan campur tangan
pihak internasional dalam kasus Ambon. Apa artinya buat kita terhadap
pernyataan itu ? Kita bisa tahu kasus Ambon adalah kasus pemberontakan RMS.
Karenanya, semestinya harus ditumpas oleh aparat keamanan.
Dalam beberapa kali ceramah, Anda sering menyinggung soal konstelasi
politik di Timtim dengan gerakan pemberontakan RMS di kawasan Ambon. Bisa
dijelaskan ?
Begini, dulu ketika sebelum terjadi aksi pembantaian terhadap umat Islam
pada Hari Raya Idul Fitri, 19 Januari 1999, umat Islam di Maluku bersikap
'baik sangka' terhadap saudara-saudaranya yang berbeda agama. Kita sama
sekali tidak menyangka bahwa sebenarnya ada gerakan bawah tanah yang
dikendalikan para separatis RMS, yang menumpang kelompok umat beragama
non-Islam. Mereka ingin membalas dendam umat Islam, sehubungan di masa lalu
kaum Muslimin ikut bersama-sama ABRI/TNI menumpas para pemberontak RMS.
Apa buktinya ?
Soal bukti, itu semakin kuat setelah beberapa hari lalu terjadi sejumlah
peristiwa yang mengarah pada kesimpulan adanya tumpangan kepentingan dari
kelompok pemberontak RMS. Dulu, kami sekedar menerka saja, tapi kini
semakin yakin bahwa musuh yang kami hadapi sesungguhnya para pemberontak
dan simpatisan RMS yang terorganisir dan punya persenjataan api.
Bukti-buktinya antara lain, yang paling aktual, yakni menyusupnya sejumlah
pesawat helikopter Black Hawk yang bisa terbang malam hari. Dengan dalih
mencari dan mengejar milisi pro-integrasi Timtim, mereka masuk ke daerah
Pulau Kisar di Maluku Tenggara. Pintarnya mereka itu, beberapa helikopter
Interfet membuat manuver dengan seolah-olah mencoba mendarat di lapangan
terbang perintis JJ Baker di Desa Pura-Pura, Pulau Kisar, Kamis malam
(30/9). Mereka kami duga kuat mengalihkan perhatian saja, dan ada sasaran
lain yang ingin dilakukan. Warga Pulau Kisar, tepatnya yang berada di
Kecamatan Wonreli, wilayah paling selatan Maluku Tenggara, tampaknya
terpancing dan mereka mengusirnya. Kami tentunya tidak tahu kemana terbang
dan mendaratnya pesawat helikopter lainnya, mengingat Pulau Kisar itu
daerahnya tidak padat penduduk. Namun kami menduga kuat ada suatu
'kegiatan' tertentu yang dilakukan helikopter tersebut, setidaknya kami
menduga terjadi pemasokan persenjatgaan dan mesiu yang kemudian diambil
oleh para pemberontak RMS. Ketahuilah, jarak Pulau Kisar dan Pulau Ambon
itu tidak terlalu jauh, bisa ditempuh dengan kapal kecil dan bisa mendarat
di mana saja yang tidak terlihat aparat keamanan pantai. Apalagi Pulau
Ambon dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Pulau Seram, itu cukup luas derah
pantainya serta lemah dalam pemantauan aparat keamanan. Buktinya, kami
mendapat laporan betapa canggihnya persenjataan para pemberontak dan
simpatisan RMS ketika menyerang kami. Koordinator Kontras, bilang tidak
merasa aneh kalau para perusuh di Ambon ada yang membawa senjata M-16.
Melihat persenjataan mereka yang canggih, kami juga menjadi heran, kami
bertanya-tanya dari mana mereka memperolehnya. Keheranan umat Islam Ambon
itu sama dengan herannya kami ketika menerima informasi adanya sejumlah
senjata yang tersimpan di Pulau Seram, serta herannya kami terhadap kasus
tertembaknya Danton Zeni Tempur (Zipur) 3 Kompi II Kostrad / Siliwangi,
Letnan Dua Ricky Kalalo Bale tewas tertembak di kepalanya pada hari Senin
(4/10). Kami bertanya-tanya, kenapa yang ditembak persis di kepalanya itu
orang Siliwangi. Padahal menurut saksi mata, di lokasi ada juga aparat
keamanan dari kesatuan lain. Selain itu, mengapa mereka tergolong penembak
mahir, yang bisa membidik sasarannya persis di bagian kepala sebagaimana
korban-korban sipil lainnya. Mengapa Dantonnya yang ditembak, bukannya yang
lain.
Maksud Anda, ada keterkaitannya dengan motif lain ?
Kami menduga, penembakan itu dilakukan oleh simpatisan RMS dengan
persenjataan yang canggih dan dilakukan dari jarak jauh. Umat Islam di sana
tahu betul, mengapa aparat keamanan dari Siliwangi atau Jabar sering
dijadikan sasaran para penembak dari RMS. Soalnya, ini berhubungan dengan
sejarah masa silam. Bisa dibilang, pemberontak RMS yang ada di Ambon
sekarang menyimpan dendam terhadap tentara dari Siliwangi. Sejarahwan, H.
Ahmad Mansur Suryanegara dan sejumlah pengamat seringkali mengupas kembali
sejarah RMS dan peran aparat TNI dari Jabar dalam menumpas RMS. Dakan buku
berjudul "Tragedi Ambon dan Seruan Jihad" terbitan Yayasan Al-Mukmin
Jakarta, halaman 127-129, ada pandangan dari dosen Pascasarjana UI, yakni
Tamrin Amal Tomagola. Menurut dia, dulu itu Belanda mempunyai pengaruh yang
kuat di Ambon dan Sulawesi Utara untuk menjadikannya negara boneka. Saat
itu, Belanda mengobok-obok dan menjanjikan kemerdekaan kepada RMS.
Penumpasan RMS dan Kahar Muzakar ternyata berlangsung lama, karena yang
dikirim itu pasukan dari Brawijaya dan Diponegoro, yang kalau bergerak
dalam jumlah banyak. Bukan dalam sistem komando. Begitu dicegat di tengah
jalan oleh RMS, mereka habis ditembaki. Jadi, mereka dianggap tidak mampu
bertempur. Namun ketika yang dikirim dari Jabar, atau Siliwangi, rakyat
menyambutnya dengan penuh respek. Pasukan Kujang saat itu berhasil menumpas
RMS. Untuk itulah, sebenarnya ketika kami di Bandung ini ingin sekali
bersilaturahmi dan bicara soal itu kepada Pangdam III / Siliwangi. Tapi
'kan nanti malah mempersulit beliau. Jadi lewat kesempatan ini kami hanya
mengimbau tentang perlunya kehati-hatian yang lebih tinggi, bila tentara
asal Siliwangi ingin bertugas di Ambon.
Kabarnya ada sejumlah pasokan senjata yang disimpan di Pulau Seram ?
Soal ini, menurut kami bukan sekedar isu, tapi sudah menjadi kenyataan.
Umat Islam banyak yang menyaksikan adanya senjata rakitan dari para
pemberontak, yang kalau diamati sebenarnya bukan rakitan. Tapi senjata
betulan, yang canggih. Yang aslinya itu, oleh mereka, rupa-rupanya
dibongkar sana-sini agar terkesan rakitan. Tapi 'kan tetap saja kalau
digunakan untuk menembak kami, ya, kami kena dan mati. Kemampuannya 'kan
jauh. Senjata-senjata itu disimpan di Pulau Seram.
Kata siapa itu di Pulau Seram ?
Ini sudah bukan rahasia umum lagi, ketika koran di Jakarta meributkan di
Pulau Seram, mereka tampaknya cepat-cepat memindahkannya ke daerah lain, ke
pulau lain. Dulu saja, ketika terjadi aksi penumpasan terhadap pemberontak
RMS di daerah Laha dan Desa Lateri, ada puluhan pucuk senjata api di bawah
altar bangunan tempat ibadah. Kan dulu Anda sebagai wartawan Pikiran Rakyat
yang pernah kami hantar untuk melihat sisa-sisa bangunan tempat penyimpanan
senjata milik mereka itu. Desa yang Anda foto itulah desanya basis RMS. Di
desa itulah dulu sering hadir ayah seorang sekjen sebuah partai politik.
Ayahnya itu dikenal pula sebagai sekretaris sebuah organisasi sayap dari
RMS, dan orang Ambon di sini tahu peran dia di RMS. Karenanya, kami pun
bisa mengerti ketika peristiwa 27 Juli lalu di desa Poka, Ambon, putranya
itu ada di lokasi kejadian.
Yang Anda maksudkan dengan koran Jakarta itu apa ?
Begini, dulu koran Republika dan Media Indonesia mengungkapkan hasil
liputannya tentang ditemukannya 12 peti kemas berisi senjata api dan
amunisi. Persenjataan itu dipasok dari Jakarta, yang dikirim oleh negara
asing. Koran Media Indonesia, terbitan 10 Agustus 1999, mengungkapkan ada
12 peti kemas senjata api dan amunisi gelap yang didatangkan dari Jakarta
melalui kapal barang tiba di Ambon. Senjata dan amunisi itu masih disimpan
di Pulau Seram dan Desa Hutumury. Wartawan Media Indonesia menulis itu
didasarkan laporan dari investigasi di Ambon pada 8 Agustus 1999 dan
mengutip laporan Bakin (Badan Koordinasi Intelejen Nasional) di Jakarta
yang menyebutkan, ke 12 peti kemas yang berisi senjata dan amunisi itu
berasal dari Belgia, Israel, dan Belanda. Senjata laras panjang jenis PNC-1
penuh amunisi, menurut Media Indonesia, jumlahnya mencapai ribuan pucuk.
Secara organik, senjata jenis ini biasa digunakan untuk melakukan
pemberontakan. Bahkan senjata laras panjang tersebut saat ini sudah banyak
digunakan oleh sekelompok perusuh di Ambon. Berbagai senjata dan amunisi
itu, kata sumber Media Indonesia, juga siap dimodifiaksi sebagai senjata
rakitan. Senjata itu hanya disalurkan di Dili dan Maluku. Karena di kedua
daerah tersebut masih ada gerakan separatis Fretilin dan RMS. Dugaan ini
semakin kuat dengan ditemukannya 100 pucuk senjata di daerah Wayame Ambon
beberapa hari lalu. Selain itu, ditemukan juga 27 senjata yang sudah
dimodifikasi berasal dari Belanda di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Pulau
Ambon. Juga ditemukan tempat pembuatan senjata rakitan di sebuah bengkel
Suka Maju Galal, Ambon, dan di bengkel Fakultas Teknik dan Politeknik
Universitas Pattimura.
Anda percaya terhadap yang ditulis Media Indonesia ?
Kami percaya, karena sesuai pula dengan fakta yang terjadi di medan
peperangan melawan pemberontak RMS. Dan kami ingin tanya Anda, selaku
wartawan, apa bisa sekedar main-main dalam membuat berita. Apa Anda berani
membawa-bawa hasil investigasi, nama baik koran, dan mengutip laporan Bakin
sebagaimana Media Indonesia, jika itu tidak diyakininya benar, atau
mendekati kebenaran. Selain itu, yang terjadi kemudian ternyata bantahan
dari institusi keamanan hanya sebatas menyebut 'kami sedang menyelidiki'
atau 'tidak benar isu itu'. Dan selanjutnya, berita ini tenggelam, karena
Komisi Pemilihan Umum (KPU) bermain lawak, para politisi bermanuver, dan
soal-soal politik lainnya kian hangat, termasuk SU MPR. Sedangkan bagi kami
di Ambon, berita ini tetap diyakini sampai sekarang. Apalagi setelah adanya
Danton Zipur Siliwangi tertembak persis di kepalanya, kami tambah percaya
bahwa para pemberontak RMS itu menggunakan senjata canggih.
Selain fakta yang sudah diungkapkan, adakah fakta lain yang memperkuat
asumsi terjadinya gerakan pemberontakan RMS Ambon ?
Soal ini, kami sebenarnya sudah sering melaporkannya kepada aparat
keamanan. Tapi ternyata kurang digubris. Terus terang, kekuatan pemberonak
RMS sudah mempersiapkan sejak jauh-jauh hari aksi pembunuhan dan pengusiran
terhadap para pendatang yang beragama Islam. Masyarakat luar Ambon hanya
tahu kasus Ambon dimulai pada 19 Januari 1999 yang bertepatan Idul Fitri.
Padahal sudah terjadi jauh hari sebelumnya. Saat itu, warga Kampung Hative
Besar yang merupakan basis pemberontak RMS sengaja menyerang, membunuhi,
serta membakar perkampungan Wailete yang dihuni etnis Buton Bugis. Saat
itu, umat Islam berhasil menyita sebuah dokumen RMS. Oleh para tokoh Islam
setempat, dokumen itu langsung diserahkan kepada aparat kemanan. Waktu itu,
umat Islam sangat baik sangka terhadap aparat keamanan, karenanya tidak
sempat memfotocopy atau menggandakan dokumen penting milik RMS. Hingga kini
tidak jelas diapakan dokumen RMS oleh aparat kemanan. Mestinya, aparat
keamanan menindaklanjuti temuan dokumen tersebut. Apalagi ada fakta selama
kerusuhan di Ambon dan sekitarnya, para pelaku secara terbuka mengibarkan
bendera RMS, meneriakkan yel-yel RMS. Yang mendanai kepulangan preman dari
Jakarta ke Ambon, itu juga sudah diketahui adalah para Nyong-nyong Belanda
yang sering berhubungan dengan para simpatisan RMS. Bahkan umat Islam di
Ujung Pandang pernah menangkap seorang pemuda, ketika digeledah ternyata
ditemui sebuah dokumen surat yang berasal dari Belanda. Dokumen resmi dari
sebuah organisasi sayap RMS "Satu Bantu Satu" itu ditujukan ke sebuah
perwakilannya di Jakarta Selatan, di kawasan Ciledug. Isi dokumen
menjelaskan antara lain, peran dan bantuan antara Belanda dengan para
pemberontak RMS di Ambon. Di Ambon sendiri, setiap tanggal 25 April ada
perayaan hari proklamasi RMS. Para simpatisannya tampil, sebagaimana pada
25 April lalu, para pemberontak itu sengaja menyerang umat Islam. Upaya
pemanasan untuk gerakan RMS ini juga dilakukan di Maluku Tenggara.
Persisnya di Kei Besar, saat itu dilakukan penyerangan terhadap basis-basis
umat Islam di daerah pesisir pantai. Untuk itulah, kami bisa paham kalau
sesepuh Masyarakat Kei - Suku Muslim Maluku Tenggara - di Jakarta, Drs. H.
Moch. Harun Let Let menyatakan kepada pers (dimuat di Tabloid Dialog Jumat,
7 Mei lalu) bahwa RMS sudah hadir di Kei. Mereka itu termasuk bahaya laten
yang sejak zaman dulu dijanjikan merdeka oleh Belanda. Hingga kini mereka
masih terus menunggu-nunggu kemerdekaan itu. Tampaknya situasi ketegangan
sekarang ini dimanfaatkan oleh RMS untuk merdeka. Persoalan agama
diperalatnya untuk mensukseskan cita-citanya meraih kemerdekaan RMS.
Tadi Anda menyebut-nyebut adanya pasokan senjata antara lain dari Israel
kepada RMS. Apakah memang sebelumnya ada gejala keterlibatan Israel ?
Saksikan saja di berbagai daerah di Ambon. Banyak dinding tembok yang
dicoret-coret dengan lambang Zionis Israel atau Yahudi. Para pemberontak
RMS itu memang berkiblat kepada Zionis. Gerakan RMS yang terlibat dalam
tragedi Ambon mempunyai jaringan kuat dengan Zionisme Israel. Salah satu
indikasinya, di Internet dapat dijumpai situs RMS yang menampilkan artikel
yang diterbitkan Israel, United Israel Bulletin (UIB). Buletin ini
mengungkap harapan RMS untuk mendapatkan dukungan Israel. Mayoritas
pendukung RMS memang dekat dengan Israel dan Yahudi. Selama beberapa
peringatan hari kemerdekaan RMS di Maluku, bendera Israel bersama emblem AS
dan Belanda, dipadukan dengan emblem RMS, tulis koresponden UIB di PBB,
David Horowitz, dalam terbitan musim panas 1997. KH Umar Attamimi, yang
dijuluki Panglima Perang Air Salobar, menegaskan RMS Ambon dibiayai oleh
freemasonry, salah satu organisasi Zionos Israel. Satgas MUI bidang
Advokasi, Najib Attamimi, pernah mengatakan, orang-orang Belanda amat bebas
bergerak di Ambon. Mereka itu adalah agen-agen RMS yang menghubungkan
gerakan di Ambon dengan di Belanda, dan mereka ingin memisahkan diri dari
Indonesia. RMS juga memiliki hubungan dengan gerakan serupa di Timtim.
Buktinya, di situs "Djangan Lupa Maluku: www.dlm.org" dapat dijumpai naskah
proklamasi RMS yang dibacakan pada tahun 1950 dan ditandatangani JH
Manuhutu dan A Wirisal. Salah satu berita yang menarik yang dirilis UIB -
selain berita tentang persahabatan RMS-Israel - artikel itu juga
mengabarkan hubungan antara RMS dan pergerakan serupa di Timtim pimpinan
Jose Ramos Horta. Menurut Horowitz, ketika Ramos Horta menerima Nobel, saat
itu salah satu menteri RMS, Edwin Matahelumual mengirim surat kepada Horta.
Dengan adanya fakta-fakta pemberontakan RMS di Ambon ini, apa yang ingin
dilakukan umat Islam di sana ?
Kami menyarankan agar Menhankam / Panglima TNI dan Kapolri secepatnya
mengganti Pangdam XVI / Patimura, Brigjen TNI Max M. Tamaela dan Kapolda
Maluku, Kol. Pol. Bugis M. Saman. Dengan begitu, bisa dibuat kebijakan
penumpasan terhadap pemberontak RMS. Soalnya, selama ini umat Islam sudah
menyampaikan berbagai fakta dn temuan perihal keterlibatan RMS dalam kasus
Ambon. Tetapi ternyata aparat keamanan terkesan tidak bertindak, bahkan
sebagian oknum aparat keamanan ada yang terbujuk rayu para pemberontak RMS
sehingga menembaki umat Islam. Ketika kami akan melawan, oknum aparat
keamanan itu menembaki kami. Tapi takala pemberontak menembaki kami, oknum
aparat keamanan diam saja. Kalaupun menembak hanya diarahkan ke udara.
Jadi, bagi kami selama keadannya masih seperti sekarang, umat Islam di sana
akan terus ber-jihad fii sabilillaah sampai tercapai izzul Islam wal
Muslimin.
Sumber: Harian Pikiran Rakyat, Senin, 11 Oktober 1999, Hal. 15
____________________________________________________________________
Di Ambon, Pasukan Brimob Menembaki Muslimin
Ketidaknetralan aparat mengotori lagi korps itu di hari ulang tahunnya.
Kenapa Kapolda Maluku seperti bingung ?
Di Jakarta mahasiswa berteriak "TNI milik rakyat, harus melindungi rakyat,
jangan menindas rakyat". Di kota Ambon sepasukan orang berseragam Brigade
Mobil (satuan elite Kepolisian RI) menembaki massa muslim. "Kami tiarap ke
tanah karena banyak oknum yang tampaknya berseragam Brimob Polda Maluku
yang sudah melepaskan peluru tajam ke massa. Kami juga sengaja melemparkan
bom rakitan ke sebuah rumah kosong dan terbakar," ujar Adi Jokja bersama
rekannya. Namun, sekitar setengah jam, tembakan dari arah Gunung Ahuru
makin menjadi-jadi sehingga membuat massa berlindung di balik pepohonan.
Beberapa warga yang melindungi Masjid Ahuru dibidik oleh aparat keamanan
berseragam Brimob dengan senjata otomatis. "Saya bersama teman-teman hanya
menjaga agar pihak perusuh jangan masuk ke lokasi masjid. Namun tiba-tiba
punggung saya merasa sakit dan ternyata ada peluru di dalam tubuh," ujar
Hasan bin Haji yang di punggungnya masih bersarang peluru.
Letusan senjata otomatis yang dilepaskan aparat keamanan hampir tidak bisa
dibendung. "Kami petugas Armed (Artileri Medan Angkatan Darat) saja tidak
bisa berbuat banyak, dan pertempuran di Ahuru ini sudah seperti di Bosnia
saja. Kami hanya menjaga agar massa jangan masuk ke lokasi kerusuhan, sebab
berhadapan dengan oknum Brimob," ujar beberapa anggota Armed yang bertugas
di perkampungan Ahuru.
Massa perusuh ternyata tetap brutal. Mereka secara beringas akhirnya
membakar beberapa rumah penduduk di lokasi yang berdekatan dengan kali.
"Saya tidak tahu sama sekali kalau ada yang menggunakan seragam Brimob yang
dibantu kelompok perusuh memiliki bom dan bazoka asli. Saya lalu terjatuh
setelah terkena senjata itu," kata Samsudin (29) asal Silale.
Lain lagi cerita Daiman Masahida (22) asal perkampungan Tanah Rata, Kodya
Ambon. Menurut dia, korban akan terus bertambah karena senjata yang mereka
miliki sangat canggih. "Peluru yang dimuntahkan dari arah massa sungguh
tidak bisa kita hindari dan banyak jatuh korban," Tutur Daiman. Daiman
menyatakan prihatin dan sedih melihat anak bernama Laim (13) tertembak di
bagian kemaluannya. "Anak itu setelah dilarikan di RS Al-Fatah Ambon
nyawanya tidak tertolong lagi. Padahal anak itu tidak punya orang tua
lagi," kata Daiman.
Sampai berita ini ditulis kondisi di perkampungan Ahuru masih belum tenang.
Tembakan masih terdengar di sana-sini. Bahkan beberapa rumah tampak sepi.
Asap masih menjulang tinggi ke udara pertanda masih ada kobaran api. Aparat
keamanan dari Armed yang diterjunkan ke lokasi tidak bisa berbuat banyak
untuk menghalau massa. Karena pihak perusuh dibantu oleh aparat keamanan
juga. Lebih sadis lagi mereka menggunakan senjata api dan bom yang canggih.
Sekretaris MUI Maluku, Soleman Durachman, BA, kepada Media Indonesia
mengatakan, kalau korban dari pihak muslim terus bertambah, merupakan
akibat dari tindakan sewenang-wenang oknum keamanan. Kapolda Maluku, Bugis
M. Saman tampaknya hanya tinggal diam menyaksikan semua ini. "Kami tidak
tahu persis, apakah keterlibatan aparat keamanan pada satu kelompok di
Ambon ini sudah merupakan perintah dari atasannya atau hanya bersifat
sporadis di lapangan ?"
Dua masjid dibakar dan seorang syahidah
Sementara itu, dua masjid di Air Salobar dan Passo, Senin siang, musnah
dibakar. Sementara itu seorang wanita Muslim syahid saat mempertahankan
Masjid Jabal Tsur. Sekretaris MUI Soleman menyatakan, serangan terhadap
pemukiman Muslim itu berlangsung sejak dua hari silam. "Kami umat Muslim
bertahan karena menghormati SU MPR," ujarnya. Hingga petang kemarin
sedikitnya sepuluh orang tewas - dua diantaranya perempuan - dan puluhan
lainnya cedera saat mempertahankan rumah dan tempat ibadah di Air Salobar
dan Passo.
Serangan terhadap pemukiman di Air Salobar, selain memusnahkan Masjid Jabal
Tsur, yang sejak kerusuhan pertama dipertahankan, juga memusnahkan 32 rumah
dan Kanwil Depag Propinsi Maluku. Seorang wanita Muslim syahid saat
mempertahankan masjid yang dibakar. "Sari meninggal di masjid saat
menghalau serangan kelompok merah." Sari Jayanti Pegaton, gadis setempat,
meninggal tertembak aparat keamanan saat membantu umat Islam mempertahankan
simbol Islam satu-satunya yang masih ada di Air Salobar. Sementara Ny.
Zubaedah meninggal di rumahnya di Batumerah. Diduga dia korban penembakan
aparat dari arah Karang Panjang.
Akibat serangan tersebut, ratusan Muslim Air Salobar diungsikan ke Masjid
Al-Fatah. Evakuasi korban dilakukan lewat laut menggunakan sebuah kapal
kecil milik Navigasi dan beberapa perahu motor. Dengan tambahan penduduk
Air Salobar, jumlah pengungsi di Al-Fatah kembali membengkak. "Kami
sekarang menampung 4.000 pengungsi."
Selain di Air Salobar, serangan terhadap warga Muslim juga terjadi di
Passo, Ahuru, dan Batumerah. Bentrokan di Passo, selain memusnahkan Masjid
Nurul Ishlah, kembali memutus jalur lalu lintas menuju Tulehu. Jalur menuju
pemukiman Muslim di Tulehu itu selama 20 hari terakhir terbilang aman.
Sekretaris MUI menyesalkan dibakarnya Masjid Nurul Ishlah. "Kok, masjid
yang lokasinya persis di depan Kompleks SPN Passo bisa dibakar." Padahal,
katanya, tokoh agama setempat menyerahkan keamanan masjid tersebut kepada
aparat keamanan yang menghuni SPN. Selama ini, masjid tersebut dimanfaatkan
jajaran kepolisian yang tinggal di Passo membina mental aparatnya.
Seharusnya, kata dia, jajaran kepolisian yang tinggal di SPN Passo tidak
membiarkan tempat ibadah umat Islam itu dibakar. "Mereka diam saja saat
tempat ibadah dibakar," ujar Soleman geram. Namun demikian, dia tak
mengerti penyebab terjadinya serangan terhadap perkampungan Muslim di
Ahuru, Batumerah, Passo, dan Air Salobar. "Awalnya Cuma lemparan batu dan
bom molotov," ujarnya. Wilayah pemukiman umat Islam memang lebih rendah
dibanding wilayah yang dikuasai kelompok Nasrani saat ini. Umat Muslim
menguasai pesisir, sedangkan kelompok non-Muslim berada di tempat yang
lebih tinggi. "Sekali lempar langsung mencapai sasaran."
14 Tewas, Dua Tentara
Selama bentrokan bersenjata tiga hari itu, dua aparat keamanan dikabarkan
tewas di kawasan Desa Batumerah dan Karangpanjang. Bersamaan dengan itu,
sekurang-kurangnya 12 warga sipil, termasuk seorang bocah berusia 6 tahun,
juga tewas ditembus peluru. Dengan demikian korban tewas dalam insiden ini
14 orang, puluhan rumah hangus.
Kematian dua prajurit ini, turut menandai suasana peringatan HUT TNI ke-54
di Ambon, Selasa (5/10), yang dipimpin Pangdam XVI / Pattimura Brigjen TNI
Max Tamaela. Suasana duka cita itu diwujudkan dengan mengheningkan cipta
dipimpin oleh Pangdam Tamaela guna mendoakan kedua anumerta, sekaligus
keluarga yang ditinggalkan agar tawakal dalam menghadapi cobaan Yang Maha
Kuasa. Kedua aparat keamanan yang tewas adalah Komandan Peleton Yonif
Zipur-3 Siliwangi, Letda CZI Ricky Kulalabali dan seorang Yonif Lintas
Udara 733 / BS Serda M. Ali Lestaluhu karena mengalami luka tembak peluru
tajam di kepala. Jenazah Letda Ricky telah diberangkatkan ke Palembang,
Senin (4/10) sore, sedangkan Serda Lestaluhu dikebumikan di desanya,
Tulehu, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon), Selasa (5/10) siang. Pangdam
Tamaela mengakui TNI di HUT ke-54 mendapat banyak ujian dan tantangan dalam
pengabdiannya. Itu ditandai adanya pemberontakan bersenjata di Aceh, Irja,
Timtim, serta Maluku, khususnya Kodya Ambon yang hingga kini membutuhkan
pemikiran semua pihak untuk menghentikan pertikaian dua kelompok massa
bernuansa SARA. Ia mencontohkan, pertikaian dua kelompok massa terjadi
kembali di kawasan Pohon Mangga, Benteng Atas, dan Batumerah mengakibatkan
banyaknya korban, baik terluka berat / ringan, maupun meninggal, termasuk
kedua anumerta tersebut. Menghentikan pertikaian massa di Ambon, yang
peristiwa awalnya bertepatan dengan perayaan Idul Fitri 1419 H, menurut
Pangdam, berbagai upaya telah ditempuh. Hingga kini belum ada titik temu
yang tepat karena masih ada golongan tertentu berkeinginan agar Ambon tetap
tidak aman. Namun, ia tidak menjelaskan keterlibatan aparat di atas dalam
pertikaian SARA di Ambon, setelah sehari sebelumnya disebut-sebut bahwa
aparat ada di dua belah pihak yang saling bertikai.
Sumber: Mingguan Ali@nsi, No. 33/Th I/11-17 Oktober 1999, Hal. 4
|