Ambon Kembali Tegang

CONTENTS

"... orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka, dan pastilah Aku memasukkan mereka ke dalam syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah ..." (Ali Imran 195)
____________________________________________________________________


Ribuan Senjata Canggih Israel, Belgia, dan Belanda dukung Perusuh

Ambon Diobok Pemberontak RMS II !


Pengantar Redaksi:
Hasil jajak pendapat Timtim yang memenangkan kelompok prokemerdekaan, ternyata membuat cemas umat Islam yang berada di kawasan Maluku. Sebab, kemenangan itu dianggap semakin memperkokoh gerakan separatis dan simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS) yang - sudan sekitar delapan bulan - dihadapi umat Islam Maluku. Bahkan beberapa hari lalu, sempat ada kegiata "penyusupan" yang dilakukan pasukan Interfet ke wilayah Pulau Kisar, Maluku Tenggara.

Untuk mengetahui lebih jauh hal itu, wartawan Pikiran Rakyat, H. Achmad Setiyaji mewawancarai Imam Besar Masjid Raya Al-Fatah yang juga komandan Mujahidin Muslim Ambon, KH Abdul Aziz Arbi, Lc., dan KH Abdurrahman Khauw (Imam Masjid Al Ikhlas, Poka Kodya Ambon / Ketua Bidang Kerukunan Antarumat Beragama MUI Maluku). Wawancara dilakukan di dalam beberapa kesempatan, ketika temu MUI Kodya Bandung dan Dompet Sosial Ummul Quro (DSUQ) Bandung itu bersilaturahmi ke sejumlah kalangan di Bandung, Sumedang, dan Garut, pada Kamis-Jum'at (7-8 Oktober 1999) lalu. Berikut ini petikan wawancaranya:

Mengapa kerusuhan di Ambon dan sekitarnya tidal berakhir. Bukankah sudah ribuan orang meninggal dunia, ratusan rumah, toko, kantor, kendaraan, dan saran umum terbakar serta hancur ?

Menurut kami, kerusuhan di Ambon dan sekitarnya tidal akan berakhir sebelum ada salah satu pihak yang kala.

Mengapa begitu ?

Karena, kami umat Islam berada pada posisi pihak yang selalu disalahkan sekaligus sering mengalah demi perdamaian, persatuan, dan kesatuan. Padahal yang kami lawan itu pemberontak RMS. Selama para pemberontak dan simpatisannya tetap ada di bumi 'Manise' serta selama mereka membunuhi kami, maka selama itu pula umat Islam akan ber- jihad fii sabilillaah.

Kenapa Anda menyebut pihak yang dilawan umat Islam itu adalah pemberontak ?

Bagi kami yang berada di Maluku, lawan kami adalah jelas-jelas pemberontak. Mereka adalah sebagian rakyat Maluku yang ingin memisahkan diri membuat negara, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para pendahulunya, yakni ketika pada 25 April 1950 mendirikan negara "Republik Maluku Sarani" atau dikenal orang luar Ambon sebagai "Republik Maluku Selatan" (RMS). Para pemberontak dan simpatisan RMS itu, sampai sekarang masih menunjukkan perlawanannya yang gigih kepada umat Islam. Mereka itu adalah pemberontak yang membonceng isu agama dan suku, serta gerakan reformasi yang dilontarkan mahasiswa. Terus terang kami terpaksa berperang, karena kami diperangi oleh para simpatisan RMS. Kami melawan ketidakadilan. Kami melawan mereka yang atas nama agama non-Islam, namun sebenarnya ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Maksudnya bagaimana ? Bisa diperjelas ?

Begini, ada informasi yang menarik untuk diketahui bersama. Ketua Pusat Penanggulangan Krisis Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) yang juga Asisten Sekum PGI, Pendeta Dicky Mailoa mengatakan, "Saya tidak percaya bahwa konflik Ambon inyi hanya menggunakan 'bahan bakar' lokal. Ini pasti bahan bakar lain. Saya menduga bahan bakar yang menyebabkan Ambon terbakar itu tidak dari lokal. Itu datang dari luar. Ini bahan bakar kualitas tinggi, bukan premium. Ini premix." Pernyataan Pendeta Dicky Mailoa itu bisa dibaca dalam buku "Tragedi Ambon dan Seruan Jihad", terbitan Yayasan Al Mukmin Jakarta, halaman 137. Selain itu, dalam majalah Sabili No. 18 Tahun VI / 24 Mei 1999, halaman 49, Pendeta Dicky Mailoa mengatakan, "Kasus Ambon tidak hanya sekedar antara Muslim dengan Kristen di Ambon. Sebab kalau cuma antara Muslim dan Kristen di Ambon, seharusnya konflik itu tidak masuk ke dalam emosi massa sebegitu kuat. Masuk ke emosi massa yang Muslimnya, masuk ke emosi massa yang Kristennya. Saya melihat orang di Ambon berkelahi antar desa, itu sudah biasa. Desa Kristen perang lawan desa Kristen, desa Muslim lawan desa Muslim, itu biasa. Tetapi tidak berkembang luas seperti sekarang. Oleh karena itu, intinya saya tidak melihat ini Cuma sesuatu yang dipicu atau dimatangkan oleh Muslim dan Kristen Ambon. Ini mestinya ada kaitannya dengan sesuatu di luar Ambon." Pernyataan itu semakin diperkuat dengan pernyataan Menhankam / Panglima TNI , Jenderal TNI Wiranto. Ketika bertemu dengan Central for Islamic Studies (CIS), Himpunan Masyarakat Shalawat (Hamas), dan Kontras, Senin (8/9 '99), Wiranto mengakui adanya aparat keamanan yang sudah memihak serta adanya provokasi dan campur tangan pihak internasional dalam kasus Ambon. Apa artinya buat kita terhadap pernyataan itu ? Kita bisa tahu kasus Ambon adalah kasus pemberontakan RMS. Karenanya, semestinya harus ditumpas oleh aparat keamanan.

Dalam beberapa kali ceramah, Anda sering menyinggung soal konstelasi politik di Timtim dengan gerakan pemberontakan RMS di kawasan Ambon. Bisa dijelaskan ?

Begini, dulu ketika sebelum terjadi aksi pembantaian terhadap umat Islam pada Hari Raya Idul Fitri, 19 Januari 1999, umat Islam di Maluku bersikap 'baik sangka' terhadap saudara-saudaranya yang berbeda agama. Kita sama sekali tidak menyangka bahwa sebenarnya ada gerakan bawah tanah yang dikendalikan para separatis RMS, yang menumpang kelompok umat beragama non-Islam. Mereka ingin membalas dendam umat Islam, sehubungan di masa lalu kaum Muslimin ikut bersama-sama ABRI/TNI menumpas para pemberontak RMS.

Apa buktinya ?

Soal bukti, itu semakin kuat setelah beberapa hari lalu terjadi sejumlah peristiwa yang mengarah pada kesimpulan adanya tumpangan kepentingan dari kelompok pemberontak RMS. Dulu, kami sekedar menerka saja, tapi kini semakin yakin bahwa musuh yang kami hadapi sesungguhnya para pemberontak dan simpatisan RMS yang terorganisir dan punya persenjataan api. Bukti-buktinya antara lain, yang paling aktual, yakni menyusupnya sejumlah pesawat helikopter Black Hawk yang bisa terbang malam hari. Dengan dalih mencari dan mengejar milisi pro-integrasi Timtim, mereka masuk ke daerah Pulau Kisar di Maluku Tenggara. Pintarnya mereka itu, beberapa helikopter Interfet membuat manuver dengan seolah-olah mencoba mendarat di lapangan terbang perintis JJ Baker di Desa Pura-Pura, Pulau Kisar, Kamis malam (30/9). Mereka kami duga kuat mengalihkan perhatian saja, dan ada sasaran lain yang ingin dilakukan. Warga Pulau Kisar, tepatnya yang berada di Kecamatan Wonreli, wilayah paling selatan Maluku Tenggara, tampaknya terpancing dan mereka mengusirnya. Kami tentunya tidak tahu kemana terbang dan mendaratnya pesawat helikopter lainnya, mengingat Pulau Kisar itu daerahnya tidak padat penduduk. Namun kami menduga kuat ada suatu 'kegiatan' tertentu yang dilakukan helikopter tersebut, setidaknya kami menduga terjadi pemasokan persenjatgaan dan mesiu yang kemudian diambil oleh para pemberontak RMS. Ketahuilah, jarak Pulau Kisar dan Pulau Ambon itu tidak terlalu jauh, bisa ditempuh dengan kapal kecil dan bisa mendarat di mana saja yang tidak terlihat aparat keamanan pantai. Apalagi Pulau Ambon dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Pulau Seram, itu cukup luas derah pantainya serta lemah dalam pemantauan aparat keamanan. Buktinya, kami mendapat laporan betapa canggihnya persenjataan para pemberontak dan simpatisan RMS ketika menyerang kami. Koordinator Kontras, bilang tidak merasa aneh kalau para perusuh di Ambon ada yang membawa senjata M-16. Melihat persenjataan mereka yang canggih, kami juga menjadi heran, kami bertanya-tanya dari mana mereka memperolehnya. Keheranan umat Islam Ambon itu sama dengan herannya kami ketika menerima informasi adanya sejumlah senjata yang tersimpan di Pulau Seram, serta herannya kami terhadap kasus tertembaknya Danton Zeni Tempur (Zipur) 3 Kompi II Kostrad / Siliwangi, Letnan Dua Ricky Kalalo Bale tewas tertembak di kepalanya pada hari Senin (4/10). Kami bertanya-tanya, kenapa yang ditembak persis di kepalanya itu orang Siliwangi. Padahal menurut saksi mata, di lokasi ada juga aparat keamanan dari kesatuan lain. Selain itu, mengapa mereka tergolong penembak mahir, yang bisa membidik sasarannya persis di bagian kepala sebagaimana korban-korban sipil lainnya. Mengapa Dantonnya yang ditembak, bukannya yang lain.

Maksud Anda, ada keterkaitannya dengan motif lain ?

Kami menduga, penembakan itu dilakukan oleh simpatisan RMS dengan persenjataan yang canggih dan dilakukan dari jarak jauh. Umat Islam di sana tahu betul, mengapa aparat keamanan dari Siliwangi atau Jabar sering dijadikan sasaran para penembak dari RMS. Soalnya, ini berhubungan dengan sejarah masa silam. Bisa dibilang, pemberontak RMS yang ada di Ambon sekarang menyimpan dendam terhadap tentara dari Siliwangi. Sejarahwan, H. Ahmad Mansur Suryanegara dan sejumlah pengamat seringkali mengupas kembali sejarah RMS dan peran aparat TNI dari Jabar dalam menumpas RMS. Dakan buku berjudul "Tragedi Ambon dan Seruan Jihad" terbitan Yayasan Al-Mukmin Jakarta, halaman 127-129, ada pandangan dari dosen Pascasarjana UI, yakni Tamrin Amal Tomagola. Menurut dia, dulu itu Belanda mempunyai pengaruh yang kuat di Ambon dan Sulawesi Utara untuk menjadikannya negara boneka. Saat itu, Belanda mengobok-obok dan menjanjikan kemerdekaan kepada RMS. Penumpasan RMS dan Kahar Muzakar ternyata berlangsung lama, karena yang dikirim itu pasukan dari Brawijaya dan Diponegoro, yang kalau bergerak dalam jumlah banyak. Bukan dalam sistem komando. Begitu dicegat di tengah jalan oleh RMS, mereka habis ditembaki. Jadi, mereka dianggap tidak mampu bertempur. Namun ketika yang dikirim dari Jabar, atau Siliwangi, rakyat menyambutnya dengan penuh respek. Pasukan Kujang saat itu berhasil menumpas RMS. Untuk itulah, sebenarnya ketika kami di Bandung ini ingin sekali bersilaturahmi dan bicara soal itu kepada Pangdam III / Siliwangi. Tapi 'kan nanti malah mempersulit beliau. Jadi lewat kesempatan ini kami hanya mengimbau tentang perlunya kehati-hatian yang lebih tinggi, bila tentara asal Siliwangi ingin bertugas di Ambon.

Kabarnya ada sejumlah pasokan senjata yang disimpan di Pulau Seram ?

Soal ini, menurut kami bukan sekedar isu, tapi sudah menjadi kenyataan. Umat Islam banyak yang menyaksikan adanya senjata rakitan dari para pemberontak, yang kalau diamati sebenarnya bukan rakitan. Tapi senjata betulan, yang canggih. Yang aslinya itu, oleh mereka, rupa-rupanya dibongkar sana-sini agar terkesan rakitan. Tapi 'kan tetap saja kalau digunakan untuk menembak kami, ya, kami kena dan mati. Kemampuannya 'kan jauh. Senjata-senjata itu disimpan di Pulau Seram.

Kata siapa itu di Pulau Seram ?

Ini sudah bukan rahasia umum lagi, ketika koran di Jakarta meributkan di Pulau Seram, mereka tampaknya cepat-cepat memindahkannya ke daerah lain, ke pulau lain. Dulu saja, ketika terjadi aksi penumpasan terhadap pemberontak RMS di daerah Laha dan Desa Lateri, ada puluhan pucuk senjata api di bawah altar bangunan tempat ibadah. Kan dulu Anda sebagai wartawan Pikiran Rakyat yang pernah kami hantar untuk melihat sisa-sisa bangunan tempat penyimpanan senjata milik mereka itu. Desa yang Anda foto itulah desanya basis RMS. Di desa itulah dulu sering hadir ayah seorang sekjen sebuah partai politik. Ayahnya itu dikenal pula sebagai sekretaris sebuah organisasi sayap dari RMS, dan orang Ambon di sini tahu peran dia di RMS. Karenanya, kami pun bisa mengerti ketika peristiwa 27 Juli lalu di desa Poka, Ambon, putranya itu ada di lokasi kejadian.

Yang Anda maksudkan dengan koran Jakarta itu apa ?

Begini, dulu koran Republika dan Media Indonesia mengungkapkan hasil liputannya tentang ditemukannya 12 peti kemas berisi senjata api dan amunisi. Persenjataan itu dipasok dari Jakarta, yang dikirim oleh negara asing. Koran Media Indonesia, terbitan 10 Agustus 1999, mengungkapkan ada 12 peti kemas senjata api dan amunisi gelap yang didatangkan dari Jakarta melalui kapal barang tiba di Ambon. Senjata dan amunisi itu masih disimpan di Pulau Seram dan Desa Hutumury. Wartawan Media Indonesia menulis itu didasarkan laporan dari investigasi di Ambon pada 8 Agustus 1999 dan mengutip laporan Bakin (Badan Koordinasi Intelejen Nasional) di Jakarta yang menyebutkan, ke 12 peti kemas yang berisi senjata dan amunisi itu berasal dari Belgia, Israel, dan Belanda. Senjata laras panjang jenis PNC-1 penuh amunisi, menurut Media Indonesia, jumlahnya mencapai ribuan pucuk. Secara organik, senjata jenis ini biasa digunakan untuk melakukan pemberontakan. Bahkan senjata laras panjang tersebut saat ini sudah banyak digunakan oleh sekelompok perusuh di Ambon. Berbagai senjata dan amunisi itu, kata sumber Media Indonesia, juga siap dimodifiaksi sebagai senjata rakitan. Senjata itu hanya disalurkan di Dili dan Maluku. Karena di kedua daerah tersebut masih ada gerakan separatis Fretilin dan RMS. Dugaan ini semakin kuat dengan ditemukannya 100 pucuk senjata di daerah Wayame Ambon beberapa hari lalu. Selain itu, ditemukan juga 27 senjata yang sudah dimodifikasi berasal dari Belanda di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Pulau Ambon. Juga ditemukan tempat pembuatan senjata rakitan di sebuah bengkel Suka Maju Galal, Ambon, dan di bengkel Fakultas Teknik dan Politeknik Universitas Pattimura.

Anda percaya terhadap yang ditulis Media Indonesia ?

Kami percaya, karena sesuai pula dengan fakta yang terjadi di medan peperangan melawan pemberontak RMS. Dan kami ingin tanya Anda, selaku wartawan, apa bisa sekedar main-main dalam membuat berita. Apa Anda berani membawa-bawa hasil investigasi, nama baik koran, dan mengutip laporan Bakin sebagaimana Media Indonesia, jika itu tidak diyakininya benar, atau mendekati kebenaran. Selain itu, yang terjadi kemudian ternyata bantahan dari institusi keamanan hanya sebatas menyebut 'kami sedang menyelidiki' atau 'tidak benar isu itu'. Dan selanjutnya, berita ini tenggelam, karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) bermain lawak, para politisi bermanuver, dan soal-soal politik lainnya kian hangat, termasuk SU MPR. Sedangkan bagi kami di Ambon, berita ini tetap diyakini sampai sekarang. Apalagi setelah adanya Danton Zipur Siliwangi tertembak persis di kepalanya, kami tambah percaya bahwa para pemberontak RMS itu menggunakan senjata canggih.

Selain fakta yang sudah diungkapkan, adakah fakta lain yang memperkuat asumsi terjadinya gerakan pemberontakan RMS Ambon ?

Soal ini, kami sebenarnya sudah sering melaporkannya kepada aparat keamanan. Tapi ternyata kurang digubris. Terus terang, kekuatan pemberonak RMS sudah mempersiapkan sejak jauh-jauh hari aksi pembunuhan dan pengusiran terhadap para pendatang yang beragama Islam. Masyarakat luar Ambon hanya tahu kasus Ambon dimulai pada 19 Januari 1999 yang bertepatan Idul Fitri. Padahal sudah terjadi jauh hari sebelumnya. Saat itu, warga Kampung Hative Besar yang merupakan basis pemberontak RMS sengaja menyerang, membunuhi, serta membakar perkampungan Wailete yang dihuni etnis Buton Bugis. Saat itu, umat Islam berhasil menyita sebuah dokumen RMS. Oleh para tokoh Islam setempat, dokumen itu langsung diserahkan kepada aparat kemanan. Waktu itu, umat Islam sangat baik sangka terhadap aparat keamanan, karenanya tidak sempat memfotocopy atau menggandakan dokumen penting milik RMS. Hingga kini tidak jelas diapakan dokumen RMS oleh aparat kemanan. Mestinya, aparat keamanan menindaklanjuti temuan dokumen tersebut. Apalagi ada fakta selama kerusuhan di Ambon dan sekitarnya, para pelaku secara terbuka mengibarkan bendera RMS, meneriakkan yel-yel RMS. Yang mendanai kepulangan preman dari Jakarta ke Ambon, itu juga sudah diketahui adalah para Nyong-nyong Belanda yang sering berhubungan dengan para simpatisan RMS. Bahkan umat Islam di Ujung Pandang pernah menangkap seorang pemuda, ketika digeledah ternyata ditemui sebuah dokumen surat yang berasal dari Belanda. Dokumen resmi dari sebuah organisasi sayap RMS "Satu Bantu Satu" itu ditujukan ke sebuah perwakilannya di Jakarta Selatan, di kawasan Ciledug. Isi dokumen menjelaskan antara lain, peran dan bantuan antara Belanda dengan para pemberontak RMS di Ambon. Di Ambon sendiri, setiap tanggal 25 April ada perayaan hari proklamasi RMS. Para simpatisannya tampil, sebagaimana pada 25 April lalu, para pemberontak itu sengaja menyerang umat Islam. Upaya pemanasan untuk gerakan RMS ini juga dilakukan di Maluku Tenggara. Persisnya di Kei Besar, saat itu dilakukan penyerangan terhadap basis-basis umat Islam di daerah pesisir pantai. Untuk itulah, kami bisa paham kalau sesepuh Masyarakat Kei - Suku Muslim Maluku Tenggara - di Jakarta, Drs. H. Moch. Harun Let Let menyatakan kepada pers (dimuat di Tabloid Dialog Jumat, 7 Mei lalu) bahwa RMS sudah hadir di Kei. Mereka itu termasuk bahaya laten yang sejak zaman dulu dijanjikan merdeka oleh Belanda. Hingga kini mereka masih terus menunggu-nunggu kemerdekaan itu. Tampaknya situasi ketegangan sekarang ini dimanfaatkan oleh RMS untuk merdeka. Persoalan agama diperalatnya untuk mensukseskan cita-citanya meraih kemerdekaan RMS.

Tadi Anda menyebut-nyebut adanya pasokan senjata antara lain dari Israel kepada RMS. Apakah memang sebelumnya ada gejala keterlibatan Israel ?

Saksikan saja di berbagai daerah di Ambon. Banyak dinding tembok yang dicoret-coret dengan lambang Zionis Israel atau Yahudi. Para pemberontak RMS itu memang berkiblat kepada Zionis. Gerakan RMS yang terlibat dalam tragedi Ambon mempunyai jaringan kuat dengan Zionisme Israel. Salah satu indikasinya, di Internet dapat dijumpai situs RMS yang menampilkan artikel yang diterbitkan Israel, United Israel Bulletin (UIB). Buletin ini mengungkap harapan RMS untuk mendapatkan dukungan Israel. Mayoritas pendukung RMS memang dekat dengan Israel dan Yahudi. Selama beberapa peringatan hari kemerdekaan RMS di Maluku, bendera Israel bersama emblem AS dan Belanda, dipadukan dengan emblem RMS, tulis koresponden UIB di PBB, David Horowitz, dalam terbitan musim panas 1997. KH Umar Attamimi, yang dijuluki Panglima Perang Air Salobar, menegaskan RMS Ambon dibiayai oleh freemasonry, salah satu organisasi Zionos Israel. Satgas MUI bidang Advokasi, Najib Attamimi, pernah mengatakan, orang-orang Belanda amat bebas bergerak di Ambon. Mereka itu adalah agen-agen RMS yang menghubungkan gerakan di Ambon dengan di Belanda, dan mereka ingin memisahkan diri dari Indonesia. RMS juga memiliki hubungan dengan gerakan serupa di Timtim. Buktinya, di situs "Djangan Lupa Maluku: www.dlm.org" dapat dijumpai naskah proklamasi RMS yang dibacakan pada tahun 1950 dan ditandatangani JH Manuhutu dan A Wirisal. Salah satu berita yang menarik yang dirilis UIB - selain berita tentang persahabatan RMS-Israel - artikel itu juga mengabarkan hubungan antara RMS dan pergerakan serupa di Timtim pimpinan Jose Ramos Horta. Menurut Horowitz, ketika Ramos Horta menerima Nobel, saat itu salah satu menteri RMS, Edwin Matahelumual mengirim surat kepada Horta.

Dengan adanya fakta-fakta pemberontakan RMS di Ambon ini, apa yang ingin dilakukan umat Islam di sana ?

Kami menyarankan agar Menhankam / Panglima TNI dan Kapolri secepatnya mengganti Pangdam XVI / Patimura, Brigjen TNI Max M. Tamaela dan Kapolda Maluku, Kol. Pol. Bugis M. Saman. Dengan begitu, bisa dibuat kebijakan penumpasan terhadap pemberontak RMS. Soalnya, selama ini umat Islam sudah menyampaikan berbagai fakta dn temuan perihal keterlibatan RMS dalam kasus Ambon. Tetapi ternyata aparat keamanan terkesan tidak bertindak, bahkan sebagian oknum aparat keamanan ada yang terbujuk rayu para pemberontak RMS sehingga menembaki umat Islam. Ketika kami akan melawan, oknum aparat keamanan itu menembaki kami. Tapi takala pemberontak menembaki kami, oknum aparat keamanan diam saja. Kalaupun menembak hanya diarahkan ke udara. Jadi, bagi kami selama keadannya masih seperti sekarang, umat Islam di sana akan terus ber-jihad fii sabilillaah sampai tercapai izzul Islam wal Muslimin.


Sumber: Harian Pikiran Rakyat, Senin, 11 Oktober 1999, Hal. 15


____________________________________________________________________


Di Ambon, Pasukan Brimob Menembaki Muslimin

Ketidaknetralan aparat mengotori lagi korps itu di hari ulang tahunnya. Kenapa Kapolda Maluku seperti bingung ?

Di Jakarta mahasiswa berteriak "TNI milik rakyat, harus melindungi rakyat, jangan menindas rakyat". Di kota Ambon sepasukan orang berseragam Brigade Mobil (satuan elite Kepolisian RI) menembaki massa muslim. "Kami tiarap ke tanah karena banyak oknum yang tampaknya berseragam Brimob Polda Maluku yang sudah melepaskan peluru tajam ke massa. Kami juga sengaja melemparkan bom rakitan ke sebuah rumah kosong dan terbakar," ujar Adi Jokja bersama rekannya. Namun, sekitar setengah jam, tembakan dari arah Gunung Ahuru makin menjadi-jadi sehingga membuat massa berlindung di balik pepohonan. Beberapa warga yang melindungi Masjid Ahuru dibidik oleh aparat keamanan berseragam Brimob dengan senjata otomatis. "Saya bersama teman-teman hanya menjaga agar pihak perusuh jangan masuk ke lokasi masjid. Namun tiba-tiba punggung saya merasa sakit dan ternyata ada peluru di dalam tubuh," ujar Hasan bin Haji yang di punggungnya masih bersarang peluru.

Letusan senjata otomatis yang dilepaskan aparat keamanan hampir tidak bisa dibendung. "Kami petugas Armed (Artileri Medan Angkatan Darat) saja tidak bisa berbuat banyak, dan pertempuran di Ahuru ini sudah seperti di Bosnia saja. Kami hanya menjaga agar massa jangan masuk ke lokasi kerusuhan, sebab berhadapan dengan oknum Brimob," ujar beberapa anggota Armed yang bertugas di perkampungan Ahuru.

Massa perusuh ternyata tetap brutal. Mereka secara beringas akhirnya membakar beberapa rumah penduduk di lokasi yang berdekatan dengan kali. "Saya tidak tahu sama sekali kalau ada yang menggunakan seragam Brimob yang dibantu kelompok perusuh memiliki bom dan bazoka asli. Saya lalu terjatuh setelah terkena senjata itu," kata Samsudin (29) asal Silale.

Lain lagi cerita Daiman Masahida (22) asal perkampungan Tanah Rata, Kodya Ambon. Menurut dia, korban akan terus bertambah karena senjata yang mereka miliki sangat canggih. "Peluru yang dimuntahkan dari arah massa sungguh tidak bisa kita hindari dan banyak jatuh korban," Tutur Daiman. Daiman menyatakan prihatin dan sedih melihat anak bernama Laim (13) tertembak di bagian kemaluannya. "Anak itu setelah dilarikan di RS Al-Fatah Ambon nyawanya tidak tertolong lagi. Padahal anak itu tidak punya orang tua lagi," kata Daiman.

Sampai berita ini ditulis kondisi di perkampungan Ahuru masih belum tenang. Tembakan masih terdengar di sana-sini. Bahkan beberapa rumah tampak sepi. Asap masih menjulang tinggi ke udara pertanda masih ada kobaran api. Aparat keamanan dari Armed yang diterjunkan ke lokasi tidak bisa berbuat banyak untuk menghalau massa. Karena pihak perusuh dibantu oleh aparat keamanan juga. Lebih sadis lagi mereka menggunakan senjata api dan bom yang canggih.

Sekretaris MUI Maluku, Soleman Durachman, BA, kepada Media Indonesia mengatakan, kalau korban dari pihak muslim terus bertambah, merupakan akibat dari tindakan sewenang-wenang oknum keamanan. Kapolda Maluku, Bugis M. Saman tampaknya hanya tinggal diam menyaksikan semua ini. "Kami tidak tahu persis, apakah keterlibatan aparat keamanan pada satu kelompok di Ambon ini sudah merupakan perintah dari atasannya atau hanya bersifat sporadis di lapangan ?"


Dua masjid dibakar dan seorang syahidah

Sementara itu, dua masjid di Air Salobar dan Passo, Senin siang, musnah dibakar. Sementara itu seorang wanita Muslim syahid saat mempertahankan Masjid Jabal Tsur. Sekretaris MUI Soleman menyatakan, serangan terhadap pemukiman Muslim itu berlangsung sejak dua hari silam. "Kami umat Muslim bertahan karena menghormati SU MPR," ujarnya. Hingga petang kemarin sedikitnya sepuluh orang tewas - dua diantaranya perempuan - dan puluhan lainnya cedera saat mempertahankan rumah dan tempat ibadah di Air Salobar dan Passo.

Serangan terhadap pemukiman di Air Salobar, selain memusnahkan Masjid Jabal Tsur, yang sejak kerusuhan pertama dipertahankan, juga memusnahkan 32 rumah dan Kanwil Depag Propinsi Maluku. Seorang wanita Muslim syahid saat mempertahankan masjid yang dibakar. "Sari meninggal di masjid saat menghalau serangan kelompok merah." Sari Jayanti Pegaton, gadis setempat, meninggal tertembak aparat keamanan saat membantu umat Islam mempertahankan simbol Islam satu-satunya yang masih ada di Air Salobar. Sementara Ny. Zubaedah meninggal di rumahnya di Batumerah. Diduga dia korban penembakan aparat dari arah Karang Panjang.

Akibat serangan tersebut, ratusan Muslim Air Salobar diungsikan ke Masjid Al-Fatah. Evakuasi korban dilakukan lewat laut menggunakan sebuah kapal kecil milik Navigasi dan beberapa perahu motor. Dengan tambahan penduduk Air Salobar, jumlah pengungsi di Al-Fatah kembali membengkak. "Kami sekarang menampung 4.000 pengungsi."

Selain di Air Salobar, serangan terhadap warga Muslim juga terjadi di Passo, Ahuru, dan Batumerah. Bentrokan di Passo, selain memusnahkan Masjid Nurul Ishlah, kembali memutus jalur lalu lintas menuju Tulehu. Jalur menuju pemukiman Muslim di Tulehu itu selama 20 hari terakhir terbilang aman.

Sekretaris MUI menyesalkan dibakarnya Masjid Nurul Ishlah. "Kok, masjid yang lokasinya persis di depan Kompleks SPN Passo bisa dibakar." Padahal, katanya, tokoh agama setempat menyerahkan keamanan masjid tersebut kepada aparat keamanan yang menghuni SPN. Selama ini, masjid tersebut dimanfaatkan jajaran kepolisian yang tinggal di Passo membina mental aparatnya. Seharusnya, kata dia, jajaran kepolisian yang tinggal di SPN Passo tidak membiarkan tempat ibadah umat Islam itu dibakar. "Mereka diam saja saat tempat ibadah dibakar," ujar Soleman geram. Namun demikian, dia tak mengerti penyebab terjadinya serangan terhadap perkampungan Muslim di Ahuru, Batumerah, Passo, dan Air Salobar. "Awalnya Cuma lemparan batu dan bom molotov," ujarnya. Wilayah pemukiman umat Islam memang lebih rendah dibanding wilayah yang dikuasai kelompok Nasrani saat ini. Umat Muslim menguasai pesisir, sedangkan kelompok non-Muslim berada di tempat yang lebih tinggi. "Sekali lempar langsung mencapai sasaran."


14 Tewas, Dua Tentara

Selama bentrokan bersenjata tiga hari itu, dua aparat keamanan dikabarkan tewas di kawasan Desa Batumerah dan Karangpanjang. Bersamaan dengan itu, sekurang-kurangnya 12 warga sipil, termasuk seorang bocah berusia 6 tahun, juga tewas ditembus peluru. Dengan demikian korban tewas dalam insiden ini 14 orang, puluhan rumah hangus.

Kematian dua prajurit ini, turut menandai suasana peringatan HUT TNI ke-54 di Ambon, Selasa (5/10), yang dipimpin Pangdam XVI / Pattimura Brigjen TNI Max Tamaela. Suasana duka cita itu diwujudkan dengan mengheningkan cipta dipimpin oleh Pangdam Tamaela guna mendoakan kedua anumerta, sekaligus keluarga yang ditinggalkan agar tawakal dalam menghadapi cobaan Yang Maha Kuasa. Kedua aparat keamanan yang tewas adalah Komandan Peleton Yonif Zipur-3 Siliwangi, Letda CZI Ricky Kulalabali dan seorang Yonif Lintas Udara 733 / BS Serda M. Ali Lestaluhu karena mengalami luka tembak peluru tajam di kepala. Jenazah Letda Ricky telah diberangkatkan ke Palembang, Senin (4/10) sore, sedangkan Serda Lestaluhu dikebumikan di desanya, Tulehu, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon), Selasa (5/10) siang. Pangdam Tamaela mengakui TNI di HUT ke-54 mendapat banyak ujian dan tantangan dalam pengabdiannya. Itu ditandai adanya pemberontakan bersenjata di Aceh, Irja, Timtim, serta Maluku, khususnya Kodya Ambon yang hingga kini membutuhkan pemikiran semua pihak untuk menghentikan pertikaian dua kelompok massa bernuansa SARA. Ia mencontohkan, pertikaian dua kelompok massa terjadi kembali di kawasan Pohon Mangga, Benteng Atas, dan Batumerah mengakibatkan banyaknya korban, baik terluka berat / ringan, maupun meninggal, termasuk kedua anumerta tersebut. Menghentikan pertikaian massa di Ambon, yang peristiwa awalnya bertepatan dengan perayaan Idul Fitri 1419 H, menurut Pangdam, berbagai upaya telah ditempuh. Hingga kini belum ada titik temu yang tepat karena masih ada golongan tertentu berkeinginan agar Ambon tetap tidak aman. Namun, ia tidak menjelaskan keterlibatan aparat di atas dalam pertikaian SARA di Ambon, setelah sehari sebelumnya disebut-sebut bahwa aparat ada di dua belah pihak yang saling bertikai.


Sumber: Mingguan Ali@nsi, No. 33/Th I/11-17 Oktober 1999, Hal. 4