Republika Online edisi:
31 May 2000

Kerusuhan Poso Meningkat, TNI Siapkan 1.500 Prajurit

MAKASSAR -- Eskalasi kerusuhan di Poso, Sulawesi Tengah, terus meningkat. Kerusuhan kemarin meletus di Kelurahan Moengko, Gebang Rejo, Lawengko, dan Sayo. Sedikitnya dua orang meninggal, sepuluh orang luka berat, dan seorang luka ringan dalam kerusuhan bernuansa SARA itu.

''Situasi dalam dua hari terakhir semakin ruwet,'' kata Pangdam VII Wirabuana Mayjen TNI S Kirbiantoro kepada wartawan seusai gelar pasukan untuk mengantisipasi kerusuhan Sulawesi Tengah, di Makassar, kemarin.

Kadispen Polda Sulawesi Tengah Kapten Pol Rudi Suprapto di Palu, kemarin, mengatakan kerusuhan terjadi di Kelurahan Moengko, Gebang Rejo, Lawengko, dan Sayo. ''Sejak pagi, perusuh mencoba menekan dengan masuk ke kota, tetapi sampai pukul 11.00 WIT petugas kemanan berhasil mendorong mereka ke luar kota,'' kata Kadispen kemarin. Menurutnya, para perusuh menggunakan senjata tajam dan senjata rakitan.

Sejak Selasa pekan lalu, sudah 15 orang tewas. Kerusuhan Selasa lalu itu dipicu kedatangan orang-orang berpakaian ninja. Mereka menyerang kantong-kantong permukiman Muslim. Ketika itu, tiga warga tewas dan enam mengalami luka serius. Ini merupakan rangkaian bentrok ''Kelompok Merah'' dengan ''Kelompok Putih'' 16-19 April 2000 lalu. Dalam peristiwa itu sedikitnya 130 rumah dibakar dan tujuh orang tewas.

Kadispen Polda menyatakan tiga orang yang diduga otak pelaku kerusuhan sudah ditahan. Perusuh itu transmigran asal Flores yang lahir di Palu. ''Mereka ini, yang jumlahnya 14 orang, awalnya diajak untuk mengawasi panti asuhan, namun ternyata kemudian dipakai untuk memicu kerusuhan,'' jelas Kadispen Rudi Suprapto.

Menyusul meningkatnya eskalasi kerusuhan di Poso, Kodam VII Wirabuana siap membantu aparat kepolisian dan pemerintah daerah untuk menjaga dan memelihara kondisi keamanan yang kondusif. ''Kami sudah siap, tinggal menunggu perintah dari atas dan permintaan dari Pemda,'' kata Pangdam Kirbiantoro. Menurutnya sejak awal kerusuhan sudah dikirim 2 SSK sesuai permintaan Pemda.

Dalam gelar pasukan kemarin, dipersiapkan 1.500 prajurit yang diterjunkan begitu ada permintaan dari Pemda Sulteng. Pasukan itu terdiri atas 1 SSK 721/Makkasau, 1 SSK 726/Tamalate, 1 SSK Linud 700/BS, 1 SSK Yon Armed, 1 SST Yon Zipur, 1 SST Yon Kav 10/Serbu, ditambah dinas jawatan se-Kodam VII Wirabuana.

Kemarin, puluhan mahasiswa Muslim asal Poso, yang tergabung dalam Solidaritas Gerakan Muslim Poso (SGMP) di Makassar, mendatangi Kodam VII Wirabuana. Mereka mendesak Kodam segera mengirimkan pasukan ke Poso untuk mengatasi kerusuhan yang bermuatan SARA di daerah itu.

Mahasiswa yang melakukan long march ke Kodam saat itu, sempat memacetkan lalu lintas sekitar setengah jam di sepanjang Jl Urip Sumoharjo.

Dengan membentangkan spanduk, mereka merintangi kendaraan bermotor sehingga pengandara sepeda motor maupun mobil berhenti beberapa saat. Di Kodam VII, mereka diterima Asisten Operasi (Asop) Kodam VII/Wirabuana, Guntur Manihuruk.

''Kodam jangan pilih kasih. Poso sudah bersimbah darah. Kenapa Kodam masih tinggal diam,'' kata Presidium GSM Poso, Afif Siraja, ketika diterima Kolonel Guntur. Dari Kodam, mereka selanjutnya menuju ke stasiun TVRI Makassar untuk menyampaikan aspirasinya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Al-Khaeraat di Palu, Umar Awod, mengakui kalau ada sekitar 300 orang massa dari Palu membantu kaum Muslimin yang terkepung di Poso, tetapi sebagaian dari mereka hanya sampai di Parigi kemudian kembali.

''Kami tidak bisa mengambil risiko, sebab kalau mereka terus-menerus ditahan di sini dikhawatirkan kerusuhan akan meluas di kota Palu. Jadi diarahkan saja mereka sambil memberikan pengertian agar masalah ini diserahkan ke Polri dan TNI,'' jelas Umar pada Republika.

Ketua MUI Sulsel, Dr Hamka Haq, yang dimintai komentarnya soal kerusuhan SARA di Poso mengatakan kalau target para perusuh ingin menggagalkan MTQ di Sulteng Juni mendatang, itu berarti mereka sudah melawan negara. ''MTQ itu adalah program Departemen Agama, sehingga orang Islam pun kalau mencoba menggagalkan program negara tersebut akan ditahan apalagi kalau bukan,'' jawab Dosen IAIN Alaudin Makassar itu. ''Salah kalau targetnya begitu, ia bisa berhadapan dengan negara.''

Seharusnya di antara warga Poso, lanjut Hamka, tidak ada perasaan kalah dan menang. ''Perasaan negatif itu dihilangkan, sebab tidak ada agama di dunia ini yang mengizinkan menghabisi agama lainnya, sehingga di sini sangat dibutuhkan perasaan saling pengertian dan saling menghargai,'' tandasnya.

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000