MAKASSAR -- Eskalasi kerusuhan di Poso, Sulawesi Tengah, terus
meningkat. Kerusuhan kemarin meletus di Kelurahan Moengko, Gebang Rejo,
Lawengko, dan Sayo. Sedikitnya dua orang meninggal, sepuluh orang luka
berat, dan seorang luka ringan dalam kerusuhan bernuansa SARA itu.
''Situasi dalam dua hari terakhir semakin ruwet,'' kata Pangdam VII
Wirabuana Mayjen TNI S Kirbiantoro kepada wartawan seusai gelar pasukan
untuk mengantisipasi kerusuhan Sulawesi Tengah, di Makassar, kemarin.
Kadispen Polda Sulawesi Tengah Kapten Pol Rudi Suprapto di Palu,
kemarin, mengatakan kerusuhan terjadi di Kelurahan Moengko, Gebang Rejo,
Lawengko, dan Sayo. ''Sejak pagi, perusuh mencoba menekan dengan masuk
ke kota, tetapi sampai pukul 11.00 WIT petugas kemanan berhasil
mendorong mereka ke luar kota,'' kata Kadispen kemarin. Menurutnya, para
perusuh menggunakan senjata tajam dan senjata rakitan.
Sejak Selasa pekan lalu, sudah 15 orang tewas. Kerusuhan Selasa lalu
itu dipicu kedatangan orang-orang berpakaian ninja. Mereka menyerang
kantong-kantong permukiman Muslim. Ketika itu, tiga warga tewas dan enam
mengalami luka serius. Ini merupakan rangkaian bentrok ''Kelompok
Merah'' dengan ''Kelompok Putih'' 16-19 April 2000 lalu. Dalam peristiwa
itu sedikitnya 130 rumah dibakar dan tujuh orang tewas.
Kadispen Polda menyatakan tiga orang yang diduga otak pelaku
kerusuhan sudah ditahan. Perusuh itu transmigran asal Flores yang lahir
di Palu. ''Mereka ini, yang jumlahnya 14 orang, awalnya diajak untuk
mengawasi panti asuhan, namun ternyata kemudian dipakai untuk memicu
kerusuhan,'' jelas Kadispen Rudi Suprapto.
Menyusul meningkatnya eskalasi kerusuhan di Poso, Kodam VII Wirabuana
siap membantu aparat kepolisian dan pemerintah daerah untuk menjaga dan
memelihara kondisi keamanan yang kondusif. ''Kami sudah siap, tinggal
menunggu perintah dari atas dan permintaan dari Pemda,'' kata Pangdam
Kirbiantoro. Menurutnya sejak awal kerusuhan sudah dikirim 2 SSK sesuai
permintaan Pemda.
Dalam gelar pasukan kemarin, dipersiapkan 1.500 prajurit yang
diterjunkan begitu ada permintaan dari Pemda Sulteng. Pasukan itu
terdiri atas 1 SSK 721/Makkasau, 1 SSK 726/Tamalate, 1 SSK Linud 700/BS,
1 SSK Yon Armed, 1 SST Yon Zipur, 1 SST Yon Kav 10/Serbu, ditambah dinas
jawatan se-Kodam VII Wirabuana.
Kemarin, puluhan mahasiswa Muslim asal Poso, yang tergabung dalam
Solidaritas Gerakan Muslim Poso (SGMP) di Makassar, mendatangi Kodam VII
Wirabuana. Mereka mendesak Kodam segera mengirimkan pasukan ke Poso
untuk mengatasi kerusuhan yang bermuatan SARA di daerah itu.
Mahasiswa yang melakukan long march ke Kodam saat itu, sempat
memacetkan lalu lintas sekitar setengah jam di sepanjang Jl Urip
Sumoharjo.
Dengan membentangkan spanduk, mereka merintangi kendaraan bermotor
sehingga pengandara sepeda motor maupun mobil berhenti beberapa saat. Di
Kodam VII, mereka diterima Asisten Operasi (Asop) Kodam VII/Wirabuana,
Guntur Manihuruk.
''Kodam jangan pilih kasih. Poso sudah bersimbah darah. Kenapa Kodam
masih tinggal diam,'' kata Presidium GSM Poso, Afif Siraja, ketika
diterima Kolonel Guntur. Dari Kodam, mereka selanjutnya menuju ke
stasiun TVRI Makassar untuk menyampaikan aspirasinya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Al-Khaeraat di Palu, Umar Awod,
mengakui kalau ada sekitar 300 orang massa dari Palu membantu kaum
Muslimin yang terkepung di Poso, tetapi sebagaian dari mereka hanya
sampai di Parigi kemudian kembali.
''Kami tidak bisa mengambil risiko, sebab kalau mereka terus-menerus
ditahan di sini dikhawatirkan kerusuhan akan meluas di kota Palu. Jadi
diarahkan saja mereka sambil memberikan pengertian agar masalah ini
diserahkan ke Polri dan TNI,'' jelas Umar pada Republika.
Ketua MUI Sulsel, Dr Hamka Haq, yang dimintai komentarnya soal
kerusuhan SARA di Poso mengatakan kalau target para perusuh ingin
menggagalkan MTQ di Sulteng Juni mendatang, itu berarti mereka sudah
melawan negara. ''MTQ itu adalah program Departemen Agama, sehingga
orang Islam pun kalau mencoba menggagalkan program negara tersebut akan
ditahan apalagi kalau bukan,'' jawab Dosen IAIN Alaudin Makassar itu.
''Salah kalau targetnya begitu, ia bisa berhadapan dengan negara.''
Seharusnya di antara warga Poso, lanjut Hamka, tidak ada perasaan
kalah dan menang. ''Perasaan negatif itu dihilangkan, sebab tidak ada
agama di dunia ini yang mengizinkan menghabisi agama lainnya, sehingga
di sini sangat dibutuhkan perasaan saling pengertian dan saling
menghargai,'' tandasnya.