''Tak seorang pun berada di atas hukum,'' tegas Ahmet Necdet
Sezer di hadapan parlemen seusai pelantikannya sebagai presiden Turki,
sebuah negara penganut sekularisme di perbatasan benua Eropa dan Asia.
Sezer menekankan, hukum -- konstitusi, undang-undang, dan kesatuan
perangkat hukum -- harus mengikat semua orang.
Pernyataan Sezer yang memulai tugasnya sebagai presiden ke-10 pada 16
Mei lalu tak mengejutkan para konstituennya. Maklumlah, sebelum ini
Sezer adalah kepala hakim di Pengadilan tertinggi Turki, sebelum
parlemen memilihnya untuk duduk di kursi kepresidenan Turki. Ia
menggantikan posisi Suleyman Demirel untuk periode tujuh tahun
mendatang.
''Melindungi hak asasi manusia (HAM) dan hukum, melindungi pandangan
dan keyakinan individu, dan tidak memeras tenaga kerja adalah tugas
pertama saya,'' janji Sezer di hadapan parlemen.
Kendati demikian, sementara pengamat memberikan reserve cukup
besar untuk Sezer. Ini lantaran dalam pidato pelantikannya Sezer memuji
peran militer Turki. ''Memperkuat angkatan darat kita adalah tugas
pertama di masa depan sebagaimana halnya saat ini,'' tegasnya kepada
para jenderal.
Padahal sebelum ini kuping petinggi militer Turki kerap dibuat merah
oleh kritik tajam Sezer. Sebagai hakim, misalnya, Sezer pernah
menyerukan dilakukannya judicial review atau tinjauan ulang atas
suatu keputusan hukum yang dibuat Dewan Militer Tertinggi. Sezer memang
dikenal sangat menjunjung supremasi hukum. Namun ia pun menyebutkan
bahwa banyak perundang-undangan Turki yang harus diperbaharui.
Reserve tersebut bukannya tanpa alasan. Bagi militer, yang
telah tiga kali melakukan aksi perebutan kekuasaan sejak 1960 lalu,
gerakan politik Islam adalah ancaman terbesar bagi rejim sekular Turki.
Dalam beberapa tahun terakhir, Dewan Militer Tertinggi telah melakukan
pembersihan dalam tubuh militer dari personil-personil yang diduga
mendukung atau bersimpati terhadap perjuangan gerakan Islam. Jumlah
mereka mencapai ratusan orang.
Apakah dengan naiknya Sezer berarti gerakan Islam akan mendapat angin
segar? Tampaknya belum tentu. Presiden berusia 58 tahun ini sejak awal
telah berjanji akan tetap mempertahankan tradisi sekular Turki yang
selama ini menjadi haluannya.
Dengan janjinya itu banyak pihak melihat konsistensi Sezer. Ketika
menjabat sebagai kepala hakim, Sezer dikenal getol mendukung
undang-undang yang melarang penggunaan jilbab oleh para muslimah di
sekolah dan kantor-kantor publik.
''Prinsip sekularisme akan dilindungi dengan ketegasan dan tanpa
kelonggaran apa pun,'' tegasnya.
Jelas, umat Islam tetap tak mendapat tempat untuk menjalankan ajaran
agama yang dinilai bertentangan dengan prinsip sekularisme. Jilbab hanya
salah satu dari simbol antisekularisme yang dilarang.
Sikap tegas Sezer dalam mengusung prinsip sekularisme ini bisa jadi
merupakan tameng menuju demokrasi yang diinginkan Barat. Tepatnya,
sekularisme adalah ''karcis'' bagi Turki untuk mencapai sesuatu yang
diidamkan selama ini: meraih simpati dan menjadi bagian dari Eropa serta
peradaban Barat pada umumnya.
''Adalah suatu keharusan bagi Turki untuk menerapkan nilai-nilai Uni
Eropa. Keberhasilan kita dalam demokrasi dan penegakan hukum akan
mendongkrak citra kita di tengah masyarakat internasional. Kita harus
mencapainya tanpa menunda-nunda lagi.''
Meski sejak lama ingin diakui sebagai bangsa Eropa dan berniat
menjadi anggota badan tersebut, baru Desember mendatang UE akan memberi
kartu keanggotaan sebagian kepada Turki. Dan untuk mengamankan jalan
menuju penyatuan dengan Eropa itulah Sezer sejak pagi-pagi sudah
menegaskan kesetiaannya terhadap cita-cita Kemal Ataturk, bapak
sekularisme Turki.
''Kita tidak boleh membuang waktu lagi dalam memastikan bahwa
demokrasi berakar dengan baik dalam kehidupan politik kita dan supremasi
hukum menjadi bagian integral dalam tatanan negara kita,'' tuturnya
berapi-api.
Banyak pengamat prodemokrasi berharap terpilihnya Sezer akan kian
memuluskan jalan menuju demokrasi penuh, yang antara lain ditandai
dengan makin besarnya kebebasan berekspresi. Dan catatan Sezer dalam hal
ini memang cukup meyakinkan. Ia misalnya menyerukan pembaruan hukum
mengenai kebebasan berbicara. Padahal sikap ini cukup berseberangan
dengan pemerintah militer yang terhitung sering mengirim orang-orang
yang melakukan mimbar bebas, menulis buku, atau artikel yang dinilai
mengancam keamanan nasional, ke penjara.
Sebagai seorang presiden, beragam urusan luar negeri akan menjadi
tanggung jawabnya. Kenyataannya, ia tak memiliki pengalaman di bidang
ini. Pria yang akan mewakili Turki di panggung dunia ini bahkan tidak
menguasai bahasa asing apa pun. Diperkirakan, jadwal lawatannya ke luar
negeri tak akan menandingi jadwal Demirel yang terhitung padat.
Di luar dukungan rakyat yang mengantarkannya ke kursi kepresidenan,
banyak politisi yang mempertanyakan kapasitas Sezer sebagai seorang
pemimpin negara. Kritik pedas ini dilontarkan mengingat pendahulunya,
Demirel, adalah seorang veteran politisi ulung.
Demirel memegang jabatan sebagai perdana menteri sebanyak tujuh kali.
Dengan jam terbang sedemikian tinggi, ia mampu memainkan peran yang
berpengaruh dalam kebijakan luar negeri selama menjabat sebagai
presiden.
Kedudukan Sezer sebagai presiden memang hanya seremonial belaka.
Pasalnya, kepala pemerintahan Turki dipegang oleh seorang perdana
menteri. Namun ia dapat pula berfungsi sebagai ''pialang kekuasaan''
kala krisis politik melanda.
Sezer bahkan bisa mempunyai daya magnet dalam pidato di hadapan
rakyat atau dengan mengusulkan undang-undang tertentu pada pertemuannya
dengan para menteri. Pendeknya, ia bisa amat berpengaruh dalam tatanan
politik jika pandai memainkan perannya di belakang layar.
Meski jam terbangnya di dunia politik minim, namun sebuah jajak
pendapat menunjukkan mayoritas rakyat Turki suka melihat wajah baru di
istana kepresidenan mereka.
Nama Sezer memang baru muncul setelah partai-partai politik Turki
gagal mencapai konsensus untuk menentukan calon presiden dari parlemen.
Namun ia akhirnya mendapat dukungan dari para petinggi koalisi
pemerintah dan oposisi.
Selain itu, munculnya Sezer merupakan berita baik baik bagi Perdana
Menteri Turki Bulent Ecevit. Pasalnya, Sezer adalah kuda hitam yang
menyelamatkan stabilitas kepemimpinan Ecevit yang selama ini digoncang
oleh beragam spekulasi mengenai pengganti Demirel.
Politik agama
Dalam 77 tahun tatanan sejarah Turki modern, munculnya Sezer memang
terbilang unik. Betapa tidak, ia bukan seorang politisi aktif dan bukan
pula seorang panglima militer yang memiliki dukungan kekuatan. Sepanjang
hidupnya, ia memang memilih karir di bidang hukum.
Ahmet Necdet Sezer lahir di sebelah barat kota Afyon pada 1941. Ia
lulus dari fakultas hukum Ankara University pada 1962. Gelar master
bidang hukum perdata diraihnya pada sekitar 1970-an. Sebelum meraih
gelar master, ia sempat bertugas sebagai hakim di beberapa kota.
Sezer terpilih untuk bertugas di pengadilan banding pada 1983. Pada
saat itu, ia telah menjadi anggota pengadilan konstitusional selama 12
tahun dan menjadi presiden pengadilan tersebut selama dua tahun. Sezer
menikahi seorang guru yang kemudian memberinya tiga orang anak.
Secara umum, Sezer adalah sosok liberal yang menolak politik
keagamaan. Sezer diperkirakan akan mudah disukai oleh militer Turki
karena ia seorang sekularis dan arah kepemimpinannya pun diyakini bisa
diterima Barat.
Pendekatan yang dilakukan Sezer diharapkan berbeda dengan
pendahulunya, Demirel. Semasa pemerintahan militer, misalnya, ia
mengkritik Konstitusi yang disahkan pada 1982 yang memberikan kewenangan
bagi presiden untuk membatasi gerak parlemen.
Selama ini parlemen kerap dibayang-bayangi oleh kekuasaan presiden
yang biasa menggunakan jabatan dan kekuasaannya untuk memanipulasi
tatanan politik dalam negeri. Dengan demikian, naiknya Sezer bisa
dipandang sebagai kemenangan bagi parlemen.
Aksi manipulasi tersebut dapat dilihat pada Januari 1998 lalu. Ketika
itu Demirel mengumumkan larangan Partai Kesejahteraan Islam dengan dalih
partai tersebut menjadi ujung tombak aktivitas antisekularisme.
Ketua Partai Kesejahteraan, mantan PM Turki Necmettin Erbakan, bahkan
dilarang melakukan aktivitas politik selama lima tahun. Ironisnya, Sezer
adalah ketua pengadilan konstitusional yang memutuskan penutupan Partai
Kebajikan -- yang menjadi cikal bakal Partai Kesejahteraan. Tak heran,
jika kalangan agama (baca:Islam) kadung kecewa dan tak sepenuhnya
mendukung Sezer.