Republika Online edisi:
25 Jan 2000

Kamp RMS Ditemukan di Hutan P Seram

AMBON -- Sebuah kamp yang diduga tempat pelatihan aktivis Republik Maluku Selatan (RMS) ditemukan di kawasan hutan Pulau Seram. Lokasi kamp itu berjarak sekitar 5 km dari Dusun Sopelesi, Desa Tehoru, Kec Tehoru, Kab Maluku Tengah. ''Kami menduga tempat ini sudah lama dijadikan sebagai kamp pelatihan,'' kata Syamsudin, ketua panitia Peduli Umat Kecamatan Tehoru, pada //Republika//, di Ambon, kemarin.

Menurut Syamsudin, kamp itu telah ditemukan sejak 3 Januari lalu. Ia menambahkan barang bukti berupa sebuah bendera RMS berukuran 90 x 35 cm yang dipancang di tiang bambu berukuran tiga meter, ditemukan di kamp yang telah ditinggalkan itu. Bendera itu lantas diamankan di Koramil setempat.

Sementara logistik yang terdiri atas lima karung beras dan 20 karton Indomie serta tungku-tungku masak, juga terdapat di sekitar kamp itu. Syamsudin mengaku telah mengirimkan surat laporan kepada Pokja MUI Maluku di Ambon.

Sekretaris Pokja MUI Maluku, Malik Selang, saat dikonfirmasi //Republika// mengaku telah menerima surat laporan penemuan itu. Menurut Malik, penemuan kamp itu bermula dari hilangnya Latulussy (49 tahun) warga Dusun Sopelesi, pada 3 Jnauari lalu.

Latulussy hilang dalam pertikaian antarwarga yang terjadi di kawasan itu pada akhir Desember lalu, dicari oleh warga dusun setempat sampai ke kawasan hutan. Latulussy tak ditemukan, tapi warga menemukan sebuah kamp RMS di hutan itu.

''Bukti-bukti yang menguatkan keterlibatan RMS yang ditemukan sudah terlalu banyak, saya harap pemerintah segera menyikapi temuan-temuan itu,'' pinta Malik, yang menduga kuat bahwa kamp yang ditemukan itu hanya salah satu dari sekian banyak kamp RMS.

Pemasok amunisi bebas
Sementara itu, Sono Salakory (27 tahun), Monalisa Palapessy (20), dan Johanis Tenlima (36), tiga tersangka pemasok amunisi dilepaskan diam-diam dari tahanan Polres Ambon. Ketiga tersangka ini diringkus tim //sweeping// gabungan TNI/Polri di Lantamal Halong, Ambon, saat turun dari KM Dobonsolo, Selasa malam (14/12) lalu.

Hamdani Laturua, ketua Tim Advokasi MUI Maluku, saat ditemui //Republika// mengaku heran dan menyesalkan pelepasan itu. ''Kami mendengar ketiganya dilepaskan hari ini (24/1),'' kata Hamdani Laturua SH, ketua Tim Advokasi MUI Maluku.

Menurut Hamdani, pelepasan sepihak itu memperlihatkan adanya keberpihakan oknum aparat keamanan dan penegak hukum di Ambon. ''Kasus penyelundupan 950 butir amunisi dan lain-lain itu termasuk kasus berat,'' katanya.

Hamdani mengaku untuk kasus ringan yang menimpa terdakwa Muslim, Tim Advokasi MUI Maluku sampai harus pontang-panting untuk meminta penangguhan penahanan. ''Padahal, biasanya kami sudah buat surat permohonan penangguhan penahanan, tapi jarang dikabulkan,'' keluhnya.

Ia pun mengaku pesimistis //law enforcement// bisa ditegakkan di Ambon bila polisi, jaksa penuntut, dan hakim masih memihak. Untuk itu, ia mendesak agar masyarakat ikut mengawasi kinerja hamba-hamba hukum tersebut agar bekerja adil serta jujur.

Menurutnya, sulitnya penegakan hukum itu adalah ketimpangan komposisi penegak hukum di Ambon. Menurutnya, penegak hukum di Ambon 75 persen Nasrani. ''Jadi jangan mimpi //law enforcement// bisa diterapkan di Ambon, kalau komposisi itu tak segera diubah atau tak ada sebuah lembaga seperti legal watch untuk Ambon,'' katanya.

''Persoalan itu sudah pernah kami sampaikan kepada Bambang W Soeharto dari KPP HAM, dan beliau mengatakan akan membicarakan masalah itu dengan Menteri Hukum dan Perundang-undangan,'' kata Hamdani.

Sono Salakory, Monalisa Palapessy, dan Johanis Tenlima yang merupakan warga Kelurahan Batumeja, Kodya Ambon itu, saat diringkus membawa berbagai jenis amunisi. Sono Salakory yang juga mahasiswa STIA YAI ini membawa 150 butir peluru kaliber 7,62 mm, satu buah granat kimia, dua buah detonator listrik, dua buah meriam buatan VOC, 6 buah laras senapan rakitan, satu stel pakaian PDL TNI, dan 116 bungkus mercon. Selain itu, ia juga membawa 16 amplop ganja dan 3 buah alat penghisap shabu-shabu.

Monalisa Palapessy saat ditangkap membawa 40 boks peluru kaliber 5,56 mm yang disimpan dalam sebuah tas bersama alat pembalut. Setiap boks berisi 800 butir. Sedangkan Johanis Tenlima, pengendara speed boat yang menjemput Sony Salakory dan Yohanis Tenlima itu kedapatan membawa tiga buah bom rakitan.

Sementara aparat hukum melepaskan tersangka penyuplai senjata, kemarin aparat TNI terus melakukan razia senjata. Itu menyusul perintah untuk bersikap lebih tegas terhadap warga yang melanggar ketertiban umum. Hasilnya, pada Ahad malam berhasil ditangkap empat orang -- satu orang di antaranya tertangkap membawa amunisi -- di Jl Dr Tamaela, Ambon.

Razia oleh personel asal Yon 403 Kodam IV/Diponegoro Jateng itu menangkap HM (21), warga Batu Gantung yang melanggar jam malam dan membawa enam butir amunisi dari jenis Colt dan SKS. HM yang merupakan siswa STM itu mengaku bahwa keenam amunisi itu diperolehnya dari Simon di Galela dan akan dijual dengan harga Rp 2.500 per butir kepada temannya bernama Edi warga Tahala. ''Uangnya sudah saya terima untuk saya pakai minum-minum,'' kata HM dalam pengakuannya.

Selain itu, HM juga mengaku kalau sebelumnya dia sudah pernah membawa sekitar 15 butir amunisi jenis SS1 yang digunakannya dalam beberapa pertikaian yang terjadi sejak 27 Juli 1999 di Ambon. Sedangkan tiga orang lainnya yang tertangkap karena melanggar jam malam dan tidak membawa kartu tanda penduduk di lokasi yang menjadi pembatas antarwilayah dari dua kelompok yang bertikai di sana. n run/ant

 

    [TELUSUR] -->

Diterbitkan oleh Republika Online
Hak Cipta © PT Abdi Bangsa 2000