Sulaiman Rahman (SR)
Sekretaris MUI Ambon
"Komunitas Nashrani Dibiarkan Begitu Saja"
SABILI:
Bagaimana kronologi kerusuhan Ambon?
SR:
Pada tanggal 21 Juli 1999, kejadiannya beruntun. Terjadi pemukulan
terhadap 3 orang mahasiswa Islam, di depan perumahan DEPAG Poka (nama
desa) sekitar jam 17.15. Ini tidak terselesaikan masalahnya karena
korban tidak berani melapor. Dan kita belum dapat namanya.
Kemudian tgl. 22 Juli, terjadi lagi pemukulan terhadap dua orang
mahasiswa Islam di depan gereja Perumnas Poka. Dilaporkan pada aparat
keamanan, namun tidak digubris. Itu masalah biasa saja. Lalu pada tgl.
23 Juli, secara terang-terangan diadakan mobilisasi massa dari desa
Wailela, Poka, Rumah Tiga, dari kelompok Nasrani untuk menempati
rumah-rumah penduduk di Perumnas Poka. Mulai dari blok I sampai blok
5, mereka melakukan penyerangan pada perkampungan muslim.
SABILI:
Warga muslim melakukan perlawanan?
SR:
Pelemparan itu disambut pemuda-pemuda Islam dengan saling lempar.
Tanggal 25 Juli, terjadi lagi mobilisasi massa dari pihak Nasrani,
mereka menyerang Perumnas Poka dan BTN Poka. Saat itu terjadi
pembakaran dan penghancuran rumah-rumah warga muslim. Mereka menyerang
3 mesjid yaitu mesjid An Nashr, mesjid Al Ikhlas BTN dan mesjid Al
Muhajirin di Perumnas. Pada insiden ini 5 orang meninggal, 1 orang
tertembak Brimob dan satu orang ditombak di depan Puskesmas Rumah Tiga.
Jadi 5 orang itu terdiri dari 4 orang yang tertembak aparat Brimob dan
satu orang ditombak di depan Puskesmas. Menurut teman-teman di lapangan
aparat Brimob bertindak kurang adil. Mereka hanya menembak ke arah kaum
muslimin, sementara kepada nasrani tidak. Kalau dilihat dari namanya,
aparat yang menembak beragama nasrani. Di hari yang sama 4 orang
telah syahid, namun nama-namanya belum diketahui.
SABILI:
Pada kerusuhan idul fitri kemarin, setiap serangan berlangsung hari
Selasa, apa cara seperti itu diulang lagi?
SR:
Ya. Itu yang terjadi di Poka demikian itu. Terjadi
pelemparan-pelemparan kemudian mobilisasi massa, dan pada saat serangan
itu terjadi ada pemadaman listrik.
SABILI:
Sejauh mana keseriusan aparat menangani kerusuhan?
SR:
Orientasi aparat adalah untuk keamanan saja. Pelakunya ditahan kemudian
panglima Kodam 16 Patimura berupaya mengajak para pemuda muslim dan
nasrani untuk berdialog. Aparat keamanan itu masih dalam batas untuk
mengamankan titik-titik konflik, titik rawan, meski demikian masih
kecolongan juga.
SABILI:
Sampai saat ini sikap pihak gereja bagaimana?
SR:
Secara lembaga, sudah ada pertemuan yang difasilitasi oleh Pemda
tingkat I Maluku beserta Kodam da Polda mempertemukan tokoh-tokoh
agama dari Islam, Kristen dan Katolik. Perdamaian yang telah
ditandatangani 12 Mei lalu disosialisasikan dan dilaksanakan secara
integral dan bertanggungjawab.
SABILI:
Proses hukum terhadap Brimob atau aparat yang menembak muslim?
SR:
Saya belum dapat konfirmasi dari Poka.
SABILI:
Suasana saat ini?
SR:
Tenang, tapi mencekam. Di mana-mana dibayangi pembunuhan. Aksi
pembunuhan itu dilaksanakan secara diam-diam. Oleh kedua belah pihak.
Jadi kalau yang Islam pergi ambil gaji di daerah Nasrani, ia akan
dibunuh. Lalu kaum Nasrani yang berbelanja di pasar kalau diketahui
dibunuh umat Islam. Jadi begitu terus.
Perjanjian damai sudah tidak dipatuhi lagi. itu karena perlakuan mereka
terhadap desa-desa Islam dan komunitas minoritas muslim di Saparua.
Dilaporkan oleh : Widowati
|