Korban Sniper Berjatuhan

CONTENTS

X-URL: http://www.gamma.co.id/artikel/nasional/GM9910-159.shtml
Nomor: 35-1 - 24-10-99

Korban Sniper Berjatuhan


Penembak jitu kini ikut bermain dalam kerusuhan Ambon. Mereka diduga penembak mahir, yang hanya mungkin dilakukan aparatur keamanan.

MASTER nasional Rein Tamtelahitu gagal mengikuti pertandingan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) mendatang. Pecatur andalan dari Provinsi Maluku itu tewas ketika sedang sibuk mengangkut barang. Dua butir peluru bersarang di kepala pemuda berusia 30 tahun itu. Nasib yang sama -diberondong senjata orang tak dikenal- juga dialami ratusan orang lainnya.

Sejak dua pekan terakhir, kota Ambon memang diramaikan oleh mayat-mayat berserakan, korban tembakan senjata api. Lebih mengenaskan, korban umumnya mereka yang tak berdosa. Minggu awal Oktober lalu, misalnya, James Lungan, 26 tahun, tewas diberondong peluru. Saat itu korban bersama rekannya se-vocal group hendak menuju ke Gereja Bethabara, Batu Merah Dalam. Tatkala menuruni Bukit Karangpanjang, tiba-tiba rekannya Novita Persulessy, 15 tahun, jatuh tertembak kakinya. James mencoba membantu, namun sebuah tembakan telak mengenai dadanya, hingga pegawai Kantor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Ambon itu tewas seketika.

Akibat kematian itu, keesokan harinya bentrokan massa di perbatasan Batu Merah Dalam dengan Karangpanjang tak terhindarkan. Bahkan, melebar ke kawasan Airsalobar dengan Benteng Atas. Korban tewas 12 orang. Di kubu Merah -warga beragama Kristen- tujuh orang tewas. Di antaranya, Yovi Uneputty, murid kelas satu sekolah dasar, tertembak di kepala. Sedangkan, Boman Hattu diberondong ketika sedang berada di jendela rumahnya. Hampir setengah hari mayatnya bergelantungan di jendela. Di kubu putih - warga beragama Islam- Sari Jayanti Pegaton, satu dari lima korban yang tewas, tertembak ketika sedang mengumandangkan takbir dan salawat di dalam masjid. Dara berusia 15 tahun itu kena tembak di leher.

Menurut data MUI Maluku, sejak 25 Juli hingga 13 Oktober, dari 159 korban warga muslim, 90% tewas akibat tembakan. Sedangkan, di pihak warga Kristen -seperti disampaikan dua tokoh masyarakat Batu Gantung pada Pangdam XVI Pattimura- dari 93 korban tewas, 90% akibat tembakan.

Ironisnya, kendati aksi penembakan gelap sudah berlangsung beberapa bulan, aparat baru turun tangan begitu dua orang tentara kena tembak. Mereka adalah Letnan Dua Ricky Kulalabahi, Komandan Peleton Zeni Tempur 3 Siliwangi, dan Sersan Dua Mohammad Ali Lestaluhu, anggota Batalyon Lintas Udara 733/BS. Keduanya terkena tembakan di kepala ketika sedang mengamankan pertikaian di Batu Merah pada 4 Oktober lalu. Menurut saksi mata, para korban yang tewas pada kejadian itu dibidik dari arah perbukitan di kawasan Kelurahan Amantelu, Karangpanjang.

Pangdam XVI Brigjen Max Tamaela membentuk satuan khusus bernama "Tim Penembak Runduk". Tim ini bertugas membekuk para penembak gelap alias sniper. "Keberadaan para sniper tersebut telah mencoreng citra aparat, serta menimbulkan rasa saling mencurigai di antara sesama aparatur keamanan. Masa kalau ada warga tertembak dibilang ditembak oleh aparat," katanya.

Mayjen Suaidi Marasabessy, Ketua Tim Tiga yang dibentuk guna penyelesaian konflik di Ambon, setelah meneliti dua korban aparat yang terkena tembakan, berkesimpulan mereka bukan terkena tembakan biasa. "Ini hanya mungkin dilakukan oleh penembak mahir, dan itu hanya mungkin dilakukan oleh aparat keamanan," kata Pangdam Wirabuana itu. Menurut dia, ada indikasi para penembak gelap itu berupaya memprovokasi dan mengadu domba masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan aparat, dan aparat dengan aparat.

Dia pun sudah mengendus jejak para sniper tersebut. "Mereka sering terlihat oleh petugas intelijen, berjalan dua tiga orang sambil menggenggam senjata laras panjang yang dilengkapi teropong pandang (teleskop) di kawasan Benteng Atas," kata Marasabessy. Kelompok tersebut sebenarnya telah diupayakan untuk diringkus, namun hingga kini belum berhasil.

Staf Sekretaris Badan Koordinasi Umat Islam Maluku, Samsudin, dalam insiden di Talake pada Agustus lalu melihat sendiri massa Islam di pagar betis oleh aparat Kostrad. Tapi, tatkala aparat tersebut sedang melepaskan tembakan peringatan ke udara, tiba-tiba ada warga yang jatuh tertembak. Itu makanya dia berkesimpulan ada pihak ketiga yang melakukan penembakan.

Selain aparat keamanan, para anggota Perbakin pun sempat dituding sebagai sniper. Seorang anggota Perbakin Maluku, Franky Mewar, memang tak bisa memastikan apakah ada anggota kelompoknya yang terlibat. Menurut dia, dari 50 anggota Perbakin, 80% beragama Kristen. Kecurigaan memang bisa saja ditujukan pada anggota Perbakin, karena para sniper bisa menghilang di tengah massa golongan tertentu.


-Irwan E. Siregar, Novi Pinontoan, dan Harun Husein (Ambon)