Minggu, 23 April
2000
: 00.30 Wib Senin, 24 April
2000
Laga Tembak di Kluet
Serambi-Tapaktuan
kelompok sipil bersenjata memberondong satu truk yang
mengangkut Brimob BKO dalam perjalanan dari dari Posnya di Desa Terbangan ke
markasnya di Mapolsek Kluet Utara, Kutafajar, pada Jumata (21/4) malam.
Berondongan itu segera mendapat balasan hingga terjadi laga tembak yang
mengakibatkan seorang dari kelompok penyerang tewas dan satu Brimob mengalami
luka-luka.
Kapolres Aceh Selatan, Letkol Pol T Kemala melalui Wakapolres,
Mayor Pol Drs Supriadi Djalal yang dihubungi Serambi, Minggu (23/4),
menjelaskan, seperti biasanya, pada saat hendak pulang ke markasnya di Kutafajar
(Mapolsek) --setelah diaplus dengan pasukan yang lain -- Brimob selalu melakukan
patroli di jalan. Tiba-tiba sesampai di kawasan Desa Ujong Padang Asahan, truk
tersebut diberondong sipil bersenjata dari semak-semak pinggir jalan raya
--kawasan tanpa penghuni.
Aparat langsung melakukan pembalasan sehingga
terjadi kontak senjata beberapa menit. Dalam laga senjata itu menyebabkan
seorang anggota Brimob dari Resimen I, Serda Pol Adi Prasetyo mengalami luka
tembak bagian betis kiri. Pada saat itu juga korban langsung dilarikan ke RSU dr
Yulidin Away, Tapaktuan. Sedangkan, anggota Brimob lainnya terhindar dan
selamat.
Sedangkan, korban yang jatuh dari sipil bersenjata baru diketahui,
Sabtu (22/4) dinihari sekitar pukul 01.30 WIB. Setelah pihak aparat kembali ke
lokasi kejadian. Saat aparat melakukan penyisiran di sekitar lokasi ditemukan
mayat dengan luka tembak bagian kepala. Korban yang ditemukan itu diduga keras
orang yang melakukan pemberondongan terhadap truk Brimob sebelumnya.
Korban
diidentifikasi bernama M Din alias Nek Tu (27) warga Desa Teupin Gajah, Kluet
Utara. Bersamanya juga ditemukan sebuah tas loreng berisikan 50 puluh butir
peluru, 2 magazen, satu jimat, dan obat-obatan. "Selain itu di sisi korban juga
ditemukan satu senpi (senjata api) jenis FN," jelas Mayor Supriadi Djalal.
Korban dibawa ke RSU Tapaktuan. Kemarin sekitar pukul 11.00 WIB mayatnya
dijemput keluarga untuk dikebumikan. (tim)
Kantor Camat Dewantara dan Mapolsek Lhoksukon Digranat
Serambi-Lhokseumawe
Polsek Lhoksukon dan Kantor Camat Dewantara, Aceh
Utara, Minggu (23/4) siang kemarin, digranat. Namun, dalam kedua insiden
tersebut tidak ada korban jiwa. Sedangkan di Cot Girek, Syarkawi (30), karyawan
PTPN-I, Sabtu (22/4) malam, sekitar pukul 23.30 WIB tewas ditembak di depan
rumahnya kawasan Desa Krueng Keueh, Kecamatan Cot Girek.
Penggranatan di
Lhoksukon dan Krueng Geukueh terjadi dalam selang waktu 15 menit. Peristiwa
pertama berlangsung pukul 11.15 WIB ketika tiba-tiba sebuah granat yang diduga
dilempar dari sebuah truk atau balik truk mengejutkan keramaian warga yang
sedang berbelanja. Granat meledak sekitar 30 meter dari pos jaga atau sekitar 40
meter dari ruang kerja Kapolsek setempat, Lettu Pol Audi Charmy.
Penggranatan itu, merupakan yang kedua kalinya menimpa Mapolsek Lhoksukon.
Insiden pertama terjadi 15 Pebruari lalu, sekitar pukul 20.00 WIB. Kala itu,
seorang anggota Polsek Serma Alimuddin meninggal setelah mendapat perawatan di
Medan, sedangkan dua lainnya Serma Pol Ibrahim Is dan seorang temannya luka
serius.
15 Menit pasca penggranatan Polsek Lhoksukon, keramaian hari peukan
Krueng Geukueh mendadak berubah menjadi kepanikan ketika satu suara granat yang
menghantam Kantor camat Dewantara menggelegar di kawasan industri pupuk
tersebut.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal yang didampingi
Kapten Pol Drs AM Kamal memastikan tidak ada korban jiwa dalam penggranatan
dimaksud. Namun, beberapa bagian ruangan kantor camat berantakan setelah granat
yang diperkirakan dilempar dari arah belakang kantor jatuh di atas atap ruang
piket. Pihak kepolisian mengklaim, penggranatan itu dilakukan oleh kelompok GAM.
Keterangan diperoleh Serambi di Lhoksukon menyebutkan, granat itu meledak
persis dalam saluran pembuang depan Mapolsektif. Akibat hantaman granat, lumpur
di dalam saluran berhamburan sampai ke dinding kantor Polsek. Namun tidak
seorang pun anggota polisi yang terkena sepihan.
Peristiwa mengejutkan itu
tidak sempat terlihat warga sekitarnya, namun sumber di kepolisian mengatakan
granat itu diperkirakan dilempar dari dalam truk. Sehingga sejumlah truk dan
mobil pribadi yang melintasi jalan Banda Aceh- Medan diperiksa.
Sebagian
anggota Brimob yang bertugas di kecamatan itu mencoba mengejar pelaku aksi
peledakan itu sampai beberapa kilometer ke arah Lhokseumawe dan Matangkuli.
Namun, tidak ditemukan petunjuk berarti.
Wakil Panglima GAM Wilayah Pase,
Abu Sofian Daud, melalui telepon tadi malam membantah pihak GAM sebagai pelaku
aksi itu. Ia menegaskan, semua ledakan granat yang terjadi di Aceh Utara atau di
Wilayah Pase, akhir-akhir ini, bukan aksi GAM. "Tampaknya, ada kelompok lain
yang tengah bekerja untuk menciptakan Aceh tidak aman," katanya.
Pada saat
penggranatan terjadi, baik di Lhoksukon maupun Krueng Geukueh, pemilik toko
spontanitas menutup usahanya. Sementara warga yang tengah berbelanja berlarian
tak menentu arah. Sehingga dalam sekejap kedua ibukota kecamatan itu sepi. (tim)
Gapura Aceh Utara dan Pidie Dirobohkan
Serambi-Lhokseumawe
Arus lalulintas dari dan ke Medan-Banda Aceh, Sabtu
(22/4) malam hingga Minggu (23/4) pagi kemarin, mengalami gangguan serius selama
10 jam lebih akibat sekelompok orang bersenjata api merobohkan gapura tapal
batas Kabupaten Aceh Utara-Pidie di Desa Meurah, Kecamatan Samalanga, Kabupaten
Bireuen, hingga merintangi badan jalan.
Pengrusakan gapura yang terbuat dari
besi itu, menurut Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal, dilakukan
kelompok yang beranggotakan lebih dari 15 orang sekitar pukul 22.00 WIB. Ia yang
didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal menambahkan,
perusakan itu dilakukan dengan menggunakan gergaji besi yang digerakkan mesin.
Akibat penggergajian itu, besi gapura roboh dan menutup badan jalan. Robohan
itu, kata kapolres, baru berhasil disingkirkan aparat keamanan sekitar pukul
08.00 WIB Minggu.
Sebelum teratasi, arus lalulintas dari Medan maupun Banda
Aceh dialihkan melalui jalan alternatif lewat ruas Matang, Samalanga ke Bandar
Baru. Sejauh ini kapolres belum dapat menyimpulkan motif penghalangan arus
lalulintas dimaksud. "Yang pasti ini merupakan perbuatan orang-orang kurang
kerja yang sudah menderita kelainan hidup. Sehingga maunya mengganggu kelancaran
kehidupan orang lain," ungkap kapolres geram.
Seorang sopir minibus yang
berangkat dari Banda Aceh menuju Medan menyebutkan, gapura perbatasan kabupaten
yang dirintangi di atas badan jalan mengakibatkan terkonsentrasinya kendaraan di
Kecamatan Salamanga Kabupaten Bireuen dan wilayah Pidie. "Kami terlambat tiba di
Lhokseumawe sampai tiga jam," ungkap Edo (29) kepada Serambi di Lhokseumawe,
siang kemarin.
Menurutnya, kendaraan baru bisa melanjutkan perjalanan
setelah aparat kepolisian turun tangan memindahkan robohan gapura ke pinggir
jalan. Begitupun, masyarakat yang terjaring kemacetan sangat menyesalkan
tindakan yang mengganggu para pengguna jalan. "Bagaimana seandainya di antara
para penumpang ada orang sakit yang segera membutuhkan perawatan. Siapa yang
akan bertangung jawab," gugat seorang penumpang minibus. (tim)
Harus Ada Rambu-rambu dan Konsensus Bersama
Serambi-Banda Aceh
Gubernur Syamsuddin Mahmud menegaskan, pemerintahan
sekarang ini ingin segera menyelesaikan permasalahan yang ditinggalkan rezim
orde baru, sesuai dengan keinginan rakyat. Namun, sebelum permasalahan itu
selesai, muncul pula permasalah baru dengan isu yang sangat strategis, di
antaranya masalah HAM, keadilan, penegakan hukum, KKN, dan primordialisme.
Penegasan itu disampaikan gubernur pada pembukaan rapat koordinasi pimpinan
daerah, di Banda Aceh, Sabtu malam. Rapat diikuti Wakil Gubernur, Sekwilda, para
Bupati/Walikotamadya, para Kakanwil, dan para kepala dinas di Daerah Istimewa
Aceh.
Kepada semua pihak, gubernur meminta agar dengan cepat melakukan
analisis, membangun konsensus untuk menciptakan rambu-rambu sebagai acuan
bersama, sehingga dapat menentukan skala prioritas dalam menangani masalah yang
sangat kompleks.
"Sebab, tanpa adanya rambu-rambu itu kita akan terjebak
dalam suatu lingkaran yang tiada ujung pangkal. Dan, itu dapat berakibat, kita
semua sebagai kekuatan saling curiga, yang pada gilirannya akan menggagalkan
upaya reformasi yang telah bergulir sekarang ini," kata Gubernur Syamsuddin
Mahmud.
Supremasi hukum, katanya, menjadi rambu penting. Penegakan hukum
harus dikedepankan dan mendapat prioritas utama, sehingga lembaga peradilan
harus bebas dari pengaruh institusi di luar badan pengadilan.
Pengargaan
terhadap hak-hak azasi manusia, salah satu atribut yang memberikan koridor
kemanusiaan. Peningkatan harkat, derajat, dan martabat manusia menjadi sasaran
utama dan hak azasi senantiasa dihargai.
Penghargaan atas hak azasi, antara
lain terefleksi dalam artikulasi pengembangan peranserta rakyat dalam berbagai
strata dan struktural sosial. Dalam persoalan ini juga harus ada pemahaman
kemanusiaan secara mendasar dengan visi kemanusiaan yang benar dan baik. Sebab,
apabila tidak akan terjebak pada konflik politik yang berkepanjangan.
Menurut Gubernur Syamsuddin, agama sebagai landasan moral, spiritual dan
etika dalam penyelenggaraan negara harus dihayati dan dijalankan serta diamalkan
baik oleh aparat pemerintah maupun warga masyarakat, sehingga tatanan kehidupan
manusia berlangsung aman, tertib dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketiga hal tersebut, tegas gubernur, harus benar-benar dipahami sehingga
derap penyelenggaraan pemerintah secara simultan dapat berlangsung secara
harmonis dan sekaligus akan tercapai dan tumbuhnya kepercayaan rakyat.
Dengan era dan fenomena baru sekarang ini, keterlibatan masyarakat menjadi
dominan. Hal ini didorong iklim demokratis dan keterbukaan. Pemerintah saat ini
terposisi untuk lebih bersifat mendorong dan menfasilitasi sedangkan masyarakat
tampil menjadi sosok pionir utama. Gambaran ini merupakan asset budaya yang
menjadi modal untuk berprosesnya perubahan-perubahan di masyarakat.
Dalam
Rakor Sabtu malam, Gubernur juga menyinggung tentang pengisian keanggotaan DPRD
di daerah otonom baru, seperti Kabupaten Bireuen dan Simeulue mengacu kepada
hasil Pemilu 1999 lalu tanpa dilaksanakan pemilu lokal. "Untuk ini kita menunggu
lebih lanjut petunjuk dari Menteri Dalam Negeri," ujar Pak Syam. (ism)
Amputasi Memet Berhasil
Serambi-Banda Aceh
Tim dokter RSU Zainoel Abidin Banda Aceh di bawah
pimpinan dr Azharuddin SPBO Fics (ahli bedah tulang), dr Rusmunandar SpJP (Wadir
Pelayanan Medis yang juga spesialis jantung), dan dr Fachrul Jamal SpAn (ahli
anastesi), Sabtu (22/4) sukses mengamputasi kaki kanan Fitriyadi alias Memet
(19) yang mengalami pembengkakan di pangkal paha akibat kanker tulang.
Kadis
Kesehatan Banda Aceh, dr Marzuki SH yang memantau langsung jalannya operasi
kepada Serambi melaporkan, operasi itu sendiri berlangsung sukses dari pukul
11.00 sampai 13.00 atau lebih cepat satu jam dari target.
Sekitar pukul
10.00 Memet diiringi kedua orangtuanya -- Rusli Hutasuhut-Nursaliana -- beserta
sanak saudaranya dibawa dari ruang isolasi (tempat dia dirawat sejak 11 April
lalu) ke kamar bedah. Satu jam kemudian, pelaksanaan operasi dimulai. Sejumlah
wartawan dari media cetak dan elektronik, termasuk Serambi menyaksikan langsung
jalannya operasi yang mendebarkan itu.
Menjelang pelaksanaan operasi,
Walikota Banda Aceh Drs Zulkarnain dan Ketua DPRD Amin Said SH didampingi Kadis
Kesehatan Banda Aceh, dr Marzuki SH sempat berbincang-bincang dengan Memet dan
memberikan semangat kepada remaja tersebut. Sementara kedua orangtuanya,
terlihat cukup pasrah menerima keputusan yang ditetapkan tim medis. "Keputusan
amputasi yang ditetapkan tim dokter merupakan yang terbaik untuk anak saya,"
kata Rusli kepada Serambi di sela-sela menunggu anaknya keluar dari kamar bedah.
Sementara itu menurut dr Fachrul Jamal yang diwawancarai di sela- sela
memantau jalannya operasi mengatakan, tak ada kendala apapun yang dihadapi tim
dokter. Karena persiapan untuk suksesnya operasi pasien khusus itu sudah
disiapkan sejak tiga hari sebelum pelaksanaan. Begitu pun persiapan darah, baik
untuk masa perbaikan kondisi pasien, kebutuhan saat operasi, maupun untuk pasca
operasi terpenuhi. "Sumbangan darah dari masyarakat terus mengalir," kata Kadis
Kesehatan Banda Aceh yang tampak cukup lega dengan keberhasilan tim dokter RSU
Zainoel Abidin menangani kasus Memet.
Amputasi paliatif
Tim dokter RSU
Zainoel Abidin, sebagaimana telah diputuskan sebelumnya melakukan amputasi
paliatif (untuk meringankan beban pasien). Kaki kanan Memet, mulai dari pangkal
paha (selangkangan) diangkat. Berat kaki plus penyakit yang bersarang di pangkal
pahanya mencapai 21 kilogram.
Dr Azharuddin SPBO Fics yang dihubungi kemarin
mengatakan, kondisi Memet pasca operasi baik-baik saja. "Tak ada masalah," kata
Azharuddin.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejak 11 April 2000, Fitriyadi
alias Memet, remaja dari keluarga miskin, penduduk Lorong Tanggul, Lingkungan V
(belakang Asrama TNI-AD) Kuta Alam, Banda Aceh resmi menjadi pasien khusus tim
dokter RSU Zainoel Abidin. Memet digerogoti penyakit kanker tulang yang
menyebabkan terjadinya pembengkakan sangat besar di pangkal pahanya.
Derita
Memet mengundang simpati berbagai pihak. Walikota Banda Aceh menyatakan
kesanggupan membiayai pengobatan Memet yang sumber dananya dialokasikan melalui
dana tanggap darurat (DTD) kesehatan. Urusannya diserahkan kepada Kadis
Kesehatan Banda Aceh.
Tindakan amputasi paliatif terhadap Memet disepakati
tim dokter RSU Zainoel Abidin pada hari Jumat, 14 April 2000. Tim dokter yang
menyepakati tindakan itu adalah dr Rusmunandar SpJP (Wakil Direktur Pelayanan
Medis), dr Azharuddin SPBO Fics (ahli bedah tulang), dr Fachrul Jamal (ahli
anastesi), dan dr Marzuki SH (Kadis Kesehatan Banda Aceh). "Alhamdulillah,
rencana itu sudah terlaksana dengan baik. Selanjutnya, semua diserahkan kembali
pada kekuasaan Allah SWT," kata dr Marzuki.(asi/n)
Enam Sekolah Ditutup, 1.542 Siswa tak Belajar
Serambi-Lhokseumawe
Enam unit sekolah, SD dan SLTP, di Simpang Keuramat
Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara ditutup, sehingga 1.542 para siswa tak berani
belajar sejak dua pekan lalu.
Enam sekolah yang diperintah tutup kelompok
sipil bersenjata itu masing-masing SD I, SD II, MIN ketiganya berada di
Simpang-IV Simpang Keuramat. Selain itu SD Desa Blang Abeuk, SD Km-VIII Desa M-6
dan satu unit SLTP-II Kuta Makmur. Akibatnya 892 murid SD, 350 murid MIN, dan
300 siswa SLTP tidak bisa belajar.
Keterangan diperoleh Serambi dari wali
murid di Simpang Keuramat, dua pekan lalu lima kelompok bersenjata laras panjang
datang ke sekolah-sekolah menghadap guru. Mereka meminta guru menghentikan
kegiatan belajar mengajar. Sejak itu, para guru tidak berani lagi membuka
sekolah, apalagi perintah itu diiringi dengan sebuah ancaman.
Menurut warga,
sebelumnya masyarakat telah bersedia mengumpulkan anak mereka ke salah satu
tempat agar belajar secara rutin dan para guru bersedia datang ke lokasi itu.
Namun, ketika hari pertama kegiatan itu dibuka, kelompok orang tak dikenal itu
datang lagi melarang dan mengancam agar tidak membuka kegiatan tersebut.
Sejumlah wali murid yang sudah dua pekan anaknya tidak sekolah meminta
perhatian semua pihak, supaya aktifitas sekolah hendaknya tidak terganggu. Wali
murid meminta kerendahan hati pihak bertikai untuk memberikan kesempatan kepada
anak-anak untuk memperoleh pendidikan demi masa depannya.
Kepala Kanin
Depdikbud Aceh Utara Drs Ibrahim Bewa, ketika ditanyai Serambi Sabtu (22/4)
mengakui adanya sebuah ancaman agar sekolah tidak dibuka di Kecamatan Kuta
Makmur itu.
Namun, menurut Ibrahim, tidak semua murid menganggur, karena
khususnya siswa SLTP sebagian telah ditampung di berbagai SLTP lain. Sebagian
yang keluarganya mengungsi di Politeknik Bukit Rata, sudah ditampung di SMP
terdekat. "Untuk SD semuanya belum tertangani dan sekarang sedang diusahakan,"
ujar Ibrahim Bewa.
Menurut Ibrahim Bewa, seharusnya aktifitas sekolah tidak
perlu dilarang. Sebab, di negara manapun kecerdasan anak bangsa sangat
diutamakan. Karena itu pihaknya meminta perhatian semua pihak supaya kegiatan
sekolah tidak diganggu, apalagi sebagian besar penduduk (wali murid-Red)
menghendaki anaknya tetap belajar.
Persoalan hampir sama juga terjadi di
Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen. Wali murid di daerah itu melaporkan bahwa
sudah sepekan lalu (16/4) anak-anak mereka tidak belajar, karena tiga unit
sekolah ditutup.
Sekolah yang terpaksa ditutup sejak sepekan lalu
masing-masing SMU, SLTP-II dan sebuah SD, ketiganya berlokasi di Desa Batee
Geulungku. Terhentinya kegiatan sekolah di Kabupaten Aceh Bireun itu disebabkan
aparat keamanan menduduki sebuah kedai di kawasan itu yang tidak jauh dengan
sekolah. Akibatnya para guru dan murid tidak berani datang ke sekolah karena
khawatir terjadi kontak senjata antara aparat dengan GAM.
Menurut laporan
warga, kata Ibrahim Bewa, kalau aparat belum dipindahkan dari lokasi itu, guru
dan murid tidak berani melakukan kegiatan dan mereka minta perhatian pihak
terkait. Kalangan wali murid minta bupati dan instansi terkait segera turun
tangan mengatasi masalah tersebut. (tim)
Mogok Truk Barang Berlanjut
* Harga Sembako Meningkat
Serambi-Banda Aceh
Aksi mogok awak truk barang di Aceh Selatan yang
melayani trayek Blangpidie - Tapaktuan - Medan, hingga Minggu (23/4) kemarin,
masih berlanjut. Aksi mogok akibat tidak tahan atas pungutan liar (pungli) di
sepanjang jalan lintas Aceh Selatan-Medan yang dimulai 16 April 2000 lalu kini
sudah memasuki hari ke delapan.
Akibat mogok berkepanjangan itu dan belum
jelas kapan berakhirnya, telah berdampak pada masyarakat kecil yaitu mulai
meningkatnnya harga-harga barang sembilan kebutuhan pokok (sembako). Beberapa
pedagang yang dihubungi secara terpisah mengaku mereka terpaksa 'menyesusuaikan'
harga-harga barangnya setelah stok di pasaran mulai menipis.
Menurut
pedagang yang tidak mau disebutkan jati dirinya, sebagian pasokan bahan ketuhan
pokok untuk Aceh Selatan disuplai dari Medan.
Menurut pantauan Serambi,
Minggu (23/4) di pasar Blangpidie, beberapa jenis dari sembilan kebutuhan itu
sudah mulai naik. Gula pasir merah dari harga Rp 2.250 naik menjadi Rp 2.500/kg,
gula pasir putih dari Rp 2.500 naik menjadi Rp 2.700/kg, minyak makan malinda
dari harga Rp 6.500 naik menjadi Rp 7.000/bambu. Begitu juga harga bawang merah
yang pasokannya dari Medan ikut naik dari harga Rp 6.000 per kg menjadi Rp
7.000/kg.
Menurut pedagang setempat, kenaikan harga beberapa mata barang
sembako baru terjadi dalam dua hari ini, akibat menipisinya stok di pasaran
karena tidak masuknya pasokan barang dari Medan.
Sementara itu Serambi yang
coba menghubungi berbagai pihak menyangkut jadwal beroperasi kembali truk barang
dari dan ke wilayah Aceh Selatan tidak diperoleh kepastian. Hingga kini belum
ada kepastian kapan truk-truk tersebut akan berakhir mogoknya. "Jangankan
masyarakat, kami pedagang saja kini menjadi risau dengan belum jelasnya kapan
truk yang mogok itu akan jalan lagi seperti biasa. Karena barang stok digudang
saat ini terus menipis," kata salah seorang pedagang yang enggan disebut
namanya.
Aksi mogok truk barang tersebut seperti yang diberitakan sebelumnya
bukan bermuatan politis. Tapi merupakan aksi protes damai yang dilancarkan awak
truk terhadap maraknya pungli di pos-pos aparat sepajang jalan raya Aceh Selatan
- Medan. Sehingga mereka tidak sanggup lagi melayani "salam tempel" tersebut
yang diperkirakan mencapai Rp 400.000 - Rp 500.000/sekali jalan dengan muatan
barang hasil bumi atau jenis barang lainnya yang bukan kayu. Sementara, kalau
truk yang bermuatan kayu pengeluaran terhadap pos tak resmi itu mencapai Rp 1,2
juta.
Pengutipan illegal tersebut tidak saja dilakukan terhadap truk yang
berangkat dari Aceh Selatan ke Medan. Tapi terhadap truk dari Medan ke Aceh
Selatan yang membawa barang sembako juga turut dipungli. Diakui para awak truk,
kalau dari Medan ke Aceh Selatan besarnya biaya siluman yang dikeluarkan di
sepanjang jalan raya itu hanya Rp 70.000 - Rp 80.000/sekali jalan. "Kalau waktu
pulang dari Medan punglinya memang tidak seberapa hanya sekitar puluhan ribu
saja, tapi ketika pergi ke Medan ini yang sangat berat mencapai ratusan ribu
hingga satu juta lebih," ungkap salah seorang sopir truk.
Para awak truk
juga mengungkapkan, selain dipungli mereka tidak jarang mendapat perlakuan kasar
dari aparat di pos-pos. Akibatnya, mereka menjadi trauma dan takut untuk
berpergian lagi, "Selain soal pungli perlu dihentikan, masalah perlakuan kasar
ini juga kami minta hentikan. Kalau kedua persoalan itu tidak ditangani kami
tetap mogok, karena kami tidak salah kok dipukul dan ditendang," kata salah
seorang awak truk lainnya yang namanya diminta tidak ditulis.
Sementara itu,
Ketua Organda Aceh Selatan, Umar Bahar yang dikonfirmasi Serambi, Sabtu (22/4),
mengatakan aksi mogok yang dilakukan para awak truk trayek Aceh Selatan - Medan
ini tidak pernah diberitahu kepada pihaknya, "Apalagi kalau ada orang yang
menunding semua ini merupakan seruan Organda, itu samasekali tidak benar. Saya
sendiri sangat terkenjut ketika aksi ini mulai dilakukan delapan hari lalu,"
katanya.
Pihaknya, juga mengakui bahwa para pengusaha angkutan barang yang
ada di Aceh Selatan sudah dipanggil untuk dimintai keterangan mengapa terjadi
aksi mogok tersebut. Dari penjelasan para pengusaha tersebut, bahwa aksi ini
murni dilakukan para awak truk sendiri dan bukan perintah dari pengusaha
angkutan. Aksi ini dilakukan karena mereka tidak sanggup lagi melayani "salam
tempel" di pos-pos aparat sepanjang jalan raya Aceh Selatan - Medan, begitu juga
perlakuan kasar yang sering mereka terima selama ini.
Untuk ini, katanya,
pihaknya telah melaporkan semuanya kepada Setda Aceh Selatan, Drs HT Meurah
Hasan dan sejumlah anggota dewan termasuk dari F-TNI/Polri dalam sebuah
pertemuan, Kamis (20/4) lalu di Tapaktuan. Dalam pertemuan yang khusus
membicarakan masalah truk mogok itu, pihak dewan maupun Setda telah menampung
semuanya. Karena pada saat itu, unsur Muspida baik Bupati, Kapolres dan Dandim
tidak berada di tempat, "Maka mereka berjanji akan melaprokan semuanya sepulang
bapak-bapak tersebut dari luar kota," ungkap Umar Bahar.
Karena persoalannya
belum jelas, maka awak truk belum mau menjalankan kendaraannya, "Saya kira kalau
Bapak Bupati, Kapolres dan Dandim sudah pulang dalam dua tiga hari ini, semua
masalah ini telah selesai dan truk kembali jalan seperti biasa," katanya yakin.
Sementara itu, masyarakat mendesak Pemda Aceh Selatan segera menangani masalah
aksi mogok truk tersebut. Karena bila tidak secepatnya diselesaikan, akan
membuat rakyat Aceh Selatan menderita. Sebab, barang kebutuhan pokok yang selama
ini tergantung pasokan dari Medan sudah mulai menipis di pasaran sehingga
membuat harganya naik. "Persoalan begini anggota dewan jangan lalai, karena
menyangkut kebutuhan orang banyak," kata seorang tokoh masyarakat.(tim)