Update: 24.30 Wib Jum'at,  25  Pebruari 2000


Tgk Adullah Syafiie Diisukan di Jakarta


*Kadispen: Polisi akan Cari

Serambi-Jakarta
Panglima GAM, Teungku Abdullah Syafiie dikabarkan berada di Jakarta untuk berobat sebagai akibat tembakan yang mengenainya dalam kontak senjata dengan TNI beberapa waktu lalu.
"Polisi akan mencari dan menangkapnya kalau benar seperti dikabarkan bahwa Panglima GAM berada di Jakarta," kata Kadispen Polri, Kol Dadang Garnida, Kamis (24/2).
Pernyataan Kadispen ini menanggapi berita sebuah surat kabar terbitan Jakarta, Media Indonesia, yang memberitakan bahwa Abdullah Syafiie berada di Ibu Kota. "Sejak 4 Februari lalu, Teungku sudah berada blah deeh laot (di seberang lautan-- sandi GAM untuk menyebut di luar Aceh, red.)," tulis koran itu mengutip jaringan informasi GAM yang dipercaya Media.
Secara terpisah, Kapolda Metro Jaya Mayjen Pol Nurfaizi mengatakan siap mencari dan menangkap Abdullah Syafiie. Namun, kata Kapolda, hingga sekarang pihaknya belum mendapat perintah atau permintaan untuk memburu keberadaan Abdullah Syafiie yang diduga berada di Jakarta.
"Kami sendiri belum tahu, apakah Abdullah Syafiie sudah berada di Jakarta, sebab sampai sekarang belum ada info mengenai Teungku Abdullah Syafiie ada di Jakarta untuk berobat, justru kami ingin tanya darimana informasi tersebut," tegasnya.
Lebih lanjut Kadispen mengatakan, status Syafiie adalah pemberontak melawan negara berdasar undang-undang yang berlaku. Karenanya, kata dia, kalau benar berada di Jakarta dan dapat ditangkap maka akan diajukan ke pengadilan.
Menjawab pertanyaan, Kadispen mengaku belum berani memberikan keterangan apakah Syafiie betul-betul tertembak seperti diberitakan di beberapa media karena belum ada bukti terbaru, meski dia telah menghubungi Kapolda Aceh.
Tapi, ia mempertanyakan kenapa Syafiie tak mengadakan jumpa wartawan seperti yang sering dilakukan sebelumnya. Sebab setelah kontak senjata dengan TNI itu hingga kini belum pernah melakukan jumpa pers lagi.
Sementara para saksi dari kepolisian maupun beberapa anggota GAM yang tertangkap membenarkan kalau Syafiie tertembak, meskipun Panglima GAM itu pernah mengeluarkan pernyataan tertulisnya yang mengatakan dirinya segar bugar. "Polri juga telah menyita mobil yang biasa digunakan Syafiie.(aw/sug)



Dua Markas GAM Digerebek

* Satu Remaja Ditangkap

Serambi-Lhokseumawe
Dua unit rumah di kawasan Kecamatan Banda Sakti dan kawasan Sampoiniet, Kecamatan Baktiya, Aceh Utara, yang diduga sebagai markas GAM digerebek aparat keamanan secara marathon, Kamis (24/2) kemarin. Selain menyita sejumlah seragam militer dan tiga sepeda motor, aparat juga menciduk seorang remaja yang dicurigai milisi GAM.
Menurut keterangan yang dikumpulkan Serambi, penggerebekan pertama terjadi di sebuah desa dalam kemukiman Sampoiniet, Baktiya, sekitar pukul 10.00 WIB. Namun, pada saat rumah itu 'ditandangi' aparat sudah dalam keadaan kosong. Tetapi, dalam penyisiran lanjutan seorang remaja yang di dalam dompetnya ditemukan syair-syair lagu dan dokumen rahasia GAM diciduk.
Pria yang ditangkap itu, menurut Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal, tadi malam, berinisial FA (17), penduduk Desa Cot Tunong Timur, Sampoiniet. "Yang bersangkutan kini kita amankan di Mapolres untuk proses penyidikan," ungkapnya seraya menambahkan dalam penyisiran itu juga disita satu unit sepeda motor Yamaha Force One warna hitan nomor plat polisi BL 3578 KY.
Penggerebekan kedua berlangsung sekitar pukul 16.00 -18.00 WIB. Sasarannya sebuah rumah di sebuah desa bagian barat Kota Lhokseumawe. Sama halnya dengan penggerebekan pertama, dalam penggerebekan kedua rumah yang dikepung juga sudah dalam keadaan kosong.
Namun, menurut kapolres yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal, dari rumah tersebut aparat menyita dua unit sepeda motor masing-masing Yamaha RX King BL 3392 BF dan GL Pro BL 5741 DT, tiga pasang PDL loreng, 1 rompi warna hitam, satu foto Hasan Tiro, 1 topi loreng dan tiga batang ganja dalam semaian setinggi 5 cm. (tim)



Empat Diciduk, Satu Dilepas

Serambi-Lhokseumawe
Empat pria yang sedang duduk di sebuah warung kopi di kawasan pintu masuk ke PT Asean Aceh Fertilizer, Krueng Geukueh, Kecamatan Dewantara Aceh Utara, Rabu (23/2) malam sekitar pukul 23.00 WIB, dijemput dengan satu unit mobil Kijang. Seorang di antaranya dibebaskan di kawasan Buket Rata, Lhokseumawe.
Menurut keterangan yang diperoleh Kamis kemarin dari lokasi kejadian, mereka yang diciduk malam itu masing-masing, Jamaluddin, Fadli keduanya penduduk Desa Paloh Lada, Ayi warga Desa Keude Krueng Geukueh, serta Darma penduduk Desa Uteun Geulinggang, dalam kecamatan yang sama.
Salah satu di antaranya yaitu Fadli dibebaskan mereka dalam perjalanan menuju arah timur Kota Lhokseumawe, tepatnya di kawasan kampus Politeknik, Buket Rata, tambah keterangan itu. "Tiga orang lainnya, dari empat pria yang diciduk tadi malam belum jelas kemana dibawa, termasuk dugaan apa yang ditimpakan kepada mereka."
Dijelaskan sumber Serambi, saat itu sejumlah warga sedang minum kopi sebagaimana biasanya setiap malam. Kedatangan sejumlah orang yang belum bisa dipastikan identitasnya, membuat keluarga mereka gundah.
Tiga warga yang ditangkap malam itu, termasuk di dalamnya pengurus asosiasi Vendor (suplayer barang ke provit), di Kecamatan Dewantara.
Terbebasnya Fadli dalam genggaman penciduk, karena dalam kendaraan yang ditumpangi mereka, ada salah seorang di antara mereka membisikkan kepada penjemput, bahwa Fadli bukan pria yang dimaksud. "Fadli pulang ke Krueng Geukueh menumpang bus Anugerah," tambah sumber itu.
Kapolres Aceh Utara Letkol Pol Drs Syafei Aksal, yang didampingi Perwira Penghubung Penerangan, Kapten Pol Drs AM Kamal menjelaskan, informasi tersebut sedang ditelusuri kebenarannya dan belum ada kejelasan siapa yang menjemput mereka. "Sedang ditelusuri informasi itu, dan belum dapat dipastikan yang menjemput adalah aparat keamanan. Dalam situasi begini, bisa saja pihak lain mengatasnamakan aparat keamanan," ujar Kapolres. (tim)



Pembakaran dan Penembakan Iringi Penyisiran Cot Peurabeu

Serambi-Banda Aceh
Satu pintu kedai kopi, tiga unit sepeda motor, dan satu pos jaga, di Simpang Cot Peurabeu, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, sekitar pukul 13.00 kemarin menjadi sasaran pembakaran, pengrusakan, dan penembakan, saat aparat keamanan menyisir lokasi itu, sehubungan terjadinya insiden antara empat anggota intel polisi dengan masyarakat setempat.
Menurut keterangan warga, sekitar pukul 11.00, empat orang "tamu" - - yang belakangan diketahui adalah anggota intel polisi -- terlihat menuju ke arah Cot Keu-eung. Ketika melewati pos jaga Simpang Peurabeu, mereka distop masyarakat dan dimintai identitas.
Setelah keempat anggota Intel Polda itu berhasil meloloskan diri, masyarakat setempat kembali dengan kesibukan masing-masing. Namun sekitar pukul 12.30, datang beberapa truk aparat Brimob yang diperkuat panser. Tanpa tanya ini-itu, aparat dilaporkan langsung mengobrak-abrik sebuah warung di lintas Tungkop-Lam Ateuk (persimpangan Cot Peurabeu), sebuah rumah di belakang warung tersebut, serta sebuah rumah di depan pos jaga.
Usai dimasuki aparat, suasana dalam rumah milik Abdurrahman itu terlihat "hancur-hancuran". Antara lain, barang-barang berserakan. Kaca-kaca jendela pecah. Tilam, pesawat televisi tampak berlubang- lubang bekas tembakan.
Selain itu, aparat juga dilaporkan membakar pos jaga, dan satu warung di samping pos jaga tersebut, termasuk mengobrak-abrik isinya. Selain itu, dua unit kendaraan roda dua milik masyarakat setempat juga dibakar, plus sebuah vespa ditembaki pada bagian mesin.
Tak ada kontak senjata
Masyarakat setempat secara tegas mengatakan, tak ada kontak senjata antara aparat Brimob dengan pihak-pihak tertentu. Aparat hanya melepaskan tembakan ke arah rumah penduduk, termasuk melakukan pembakaran. "Tulis ini. Jangan sampai nanti ada yang menilai telah terjadi kontak senjata. Kami menyaksikan langsung peristiwa ini," kata warga setempat berulang-ulang kepada Serambi yang turun ke TKP beberapa saat setelah terjadi insiden itu.
Sementara seorang tokoh Aceh Besar yang menelepon Serambi sekitar pukul 18.00 kemarin secara tegas mengatakan, aparat telah melakukan pelanggaran HAM. "Selama ini sering digembar-gemborkan soal HAM. Ternyata kasus Cot Peurabeu membuktikan ternyata yang melakukan pelanggaran HAM tersebut adalah aparat. Mereka membakar dan menembaki bangunan milik masyarakat tak berdosa," kata tokoh tersebut.
Tokoh itu juga menyesalkan kejadian di Cot Peurabeu itu. Karena selama ini Aceh Besar dikenal tenang dan menjadi benteng terakhir Aceh dalam hal keamanan. "Kini ada yang memancing-mancing agar Aceh Besar terseret dalam konflik berkepanjangan. Kita tentu tak mengharapkan insiden seperti ini terulang," katanya.
Kapolres Aceh Besar, Letkol Pol M Ali Husin kepada Serambi mengatakan, penyisiran yang dilakukan aparatnya di Simpang Cot Peurabeu, Kecamatan Kota Baro yang menuju ke Cot Keu-eung sehubungan empat anggota intel Satgas Ops Sadar Rencong III yang sempat diinterogasi kelompok warga di sebuah rumah depan pos Simpang Cot Peurabeu tersebut kemarin pagi.
Pagi itu, kata Ali Husin, empat anggota intel sedang melaksanakan tugas ke daerah tersebut.
Namun, sewaktu tiba di Simpang menuju Cot Keu-eung itu di sebuah pos ia melihat ada sekitar 20 lelaki yang mengenakan pakaian seperti Brimob. Karena menduga anggota Brimob, keempat anggota intel itu mendekat ke kelompok tersebut. Tapi, begitu dekat, mereka langsung dikerumuni dan dimintai identitas.
Selanjutnya, keempat anggota intel itu dibawa ke sebuah rumah yang letaknya berseberangan dengan pos jaga tersebut. Di dalam rumah itu, keempat anggota intel diinterogasi. Karena dicurigai salah seorang lelaki di dalam rumah itu menghubungi seseorang melalui HT. Dalam tempo sepuluh menit kemudian datang dua mobil -- satu Daihatsu Taft GT warna hitam dan satu lagi Daihatsu HILINE dan parkir di halaman rumah tempat anggota intel itu diinterogasi..
Kapolres menceritakan, beberapa penumpang dari kedua mobil masuk ke halaman rumah dan membentak-bentak seraya menyuruh anggota intel tersebut ke luar dari rumah.
Ketika keempat anggota intel keluar bersama kelompok lelaki yang menginterogasinya, kata Letkol Ali Husin, tiba-tiba lelaki yang datang memakai mobil itu melepaskan beberapa tembakan ke atas dan ke bawah. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan itu, keempat anggota intel mundur dan berhasil meloloskan diri dari arah belakang rumah dan langsung menuju Polsek Kutabro yang jaraknya sekitar 2 KM. Tiga anggota intel selamat tiba di Polsek dan satu temannya tidak diketahui nasibnya, dan belakangan diketahui telah kembali ke markasnya di Brimob.
Kapolres dan anggotanya serta anggota intel tadi kemudian dibawa kembali ke rumah tempat anggota tadi diinterogasi. Setiba di tempat kejadian, rumah itu dikepung, petugas melepaskan serentetan tembakan ke arah rumah yang ternyata sudah kosong itu. "Pintu rumah itu kemudian kita dobrak secara paksa. Dua kedai kopi dan beberapa rumah lainnya juga kita periksa. Dalam pemeriksaan itu, di beberapa rumah ditemui ada penghuninya wanita dan anak-anak. Namun, mereka tidak dikasari," kata Ali Husin.
Menyangkut terjadinya pembakaran kedai kopi dan pos jaga yang lokasinya berdekatan, Kapolres menyatakan, ia tidak memerintah anak buahnya membakar.
Sedangkan pihak GAM Aceh Besar menyatakan tindakan aparat itu sangat memenderitakan masyarakat yang tidak bersalah. "Karena itu, kami sangat mengecam tindakan tersebut. Nggak ketemu orang kok rumah dan kedai-kadai rakyat yang dihancurkan? Apa memang begitu cara aparat mengambil hati rakyat?" tanya tokoh GAM yang mengaku sebagai Komandan Operasi AGAM Wilayah Aceh Besar.
Ia mengatakan, kalau aparat keamanan terus bersikap seperti itu, maka sampai kapanpun rakyat tak akan bersimpati. "Kami minta aparat jangan lagi bertindak yang dapat menimbulkan kesusahan rakyat. Kami sangat mengutuk tindakan aparat di Simpang Cot Peurabeu," katanya.(tim)



Tukang Ojek Tewas Didor

Serambi-Sigli
Seorang penarik ojek, Sofyansyah (44), warga Desa Jiem Kecamatan Mutiara, Pidie tewas setelah ditembus empat lubang tembakan. Korban ditemukan tergeletak dalam kondisi tidak bernyawa di tepi jalan raya Banda Aceh-Medan, di kawasan Desa Lueng Rambayan Kecamatan Peukanbaro, Pidie, Kamis (24/2) dini hari.
Berbagai sumber menyebutkan, korban ditemukan oleh orang yang kebetulan sedang melintas di ruas jalan negara tersebut. Lalu dilaporkan kepada aparat di kecamatan tersebut.
Kapolres Pidie, Letkol Pol Endang Emiqail Bagus menjawab Serambi, kemarin, mengatakan korban ditembak oleh orang tak dikenal, ketika sedang mengantar penumpang. Namun, belum ada kejelasan apakah ia dihabisi saat pergi atau hendak pulang ke tempat mangkalnya di Kota Beureunuen.
Korban bersama sepeda motornya, menurut Kapolres Bagus, pada malam itu juga dibawa ke RSU Sigli, oleh aparat yang bertugas di kecamatan tersebut. Sedangkan penembakan terhadap korban diperkirakan berlangsung sekitar pukul 23.30 Wib pada hari Rabu malam. "Kami belum tahu motif pembunuhannya," tambah Bagus.
Diperkirakan, menurut Bagus, korban menghembuskan nafas di lokasi penembakan, setelah diterjang empat peluru masing-masing mengenai bagian rahang, dada, dan punggung. Karena kondisi tubuhnya terluka parah, sehingga korban tak sanggup bertahan. Mayat korban akhirnya dijemput keluarganya, kemarin pagi, di RSU Sigli dan dikebumikan di desa tempat kediamannya.
Tak usah takut
Kendati polisi belum mengetahui motif pembunuhan tersebut, tambah Bagus, pihaknya tetap melakukan pelacakan dan penyelidikan. Karena itu, ia mengharapkan bantuan informasi dari masyarakat yang melihat atau mengetahui proses pembunuhan berdarah tersebut.
Aparat keamanan kini terus melancarkan operasi guna memburu pasukan AGAM dan sipil bersenjata. Karena itu, diharapkan kepada masyarakat yang sedang melakukan aktifitasnya sehari-hari supaya tidak kaku begitu melihat aparat. "Kami hanya mencari GAM, masyarakat tak usah takut kalau tak bersalah," kata Danton Rajawali Wilayah Ulee Gle, Letda Inf Sudarsono.
Dalam operasi Kamis (22/2), kata Sudarsono, salah seorang pemuda setempat bernama Mukhtar tertembak. Pihaknya mengaku bukan sengaja, tapi karena ia lari begitu datangnya pasukannya. "Akhirnya kan kami juga yang membawanya ke rumah sakit," tambahnya.
Selain itu, pasukan Rajawali 99 telah melakukan penyisiran di wilayah perbukitan Paya Pisang Klat Ulee Gle. Ketika itu, pasukan Rajawali berhasil menyita dua sepeda motor yang sudah disembunyikan dalam semak belukar. Begitu pula, ia berharap masyarakat maklum dan harus mengerti karena aparat setiap saat melakukan sweeping. "Semua itu untuk ketentraman dan ketenangan rakyat," ungkapnya. (tim)



Laporan Serambi dari Madinah


Dua Jamaah Aceh Hilang

Serambi-Banda Aceh
Dua jamaah haji asal Aceh Besar yang tergabung dalam Kloter II hilang di Madinah. Namun, seorang di antaranya bernama Siti Raziah (60) tahun sudah diantar kembali ke penginapannya petang kemarin. Sedangkan Muhammad Daud bin Adam (78) hingga usai shalat magrib (menjelang tengah malam WIB tadi), belum diketahui nasibnya.
Demikian laporan wartawan Serambi Ameer Hamzah melalui saluran langsung internasional (SLI) tengah malam tadi, atau usai shalat magrib di Madinah. Dikabarkan, upaya pencarian Muhammad Daud bin Adam itu terus dilakukan, tapi memang belum berhasil.
"Sedangkan Ibu Siti Raziah yang telah diantar kembali ke penginapan oleh orang Arab, ternyata semua dokumennya seperti paspor dan lain- lain, termasuk uang 1,5 juta rial (Rp 3 juta) hilang," lapor Ameer Hamzah mengutip sumber-sumber resmi di Tanah Suci.
Menyusul musibah yang menimpa dua jamaah asal Aceh, para pimpinan kloter dan rombongan secara serius telah mengingatkan para jamaah Aceh untuk tetap melaksanakan ibadah bersama rombongan. "Kalau memisahkan diri dari rombongan dikhawatirkan banyak yang hilang, apalagi yang sudah berusia lanjut," kata Ameer.
Kecuali itu, dilaporkan juga semua jamaah haji Aceh yang sudah tiba di Madinah berada dalam keadaan sehat-sehat wal afiat. Semua jamaah yang tergabung dalam Kloter I dan Kloter II Aceh, di samping terus melaksanakan shalat Arbain, kemarin juga berziarah ke Makam Suhada Uhud, Masjid Qiblatain, dan Masjid Quba yang merupakan masjid pertama dibangun Rasulullah.
"Selama berziarah itu, kami juga sempat berdoa bersama meminta kepada Allah SWT agar Aceh cepat aman. Doa itu dipimpin Tgk Sofyan Punie. Dan, kebetulan saya dipercayakan sebagai penceramah," lapor Ameer Hamzah.
Setiap kloter akan berada di Madinah selama delapan hari untuk melaksanakan shalat Arbain selama 40 waktu. Jamaah Aceh yang sudah berada di Madinah adalah Kloter I, II, III, dan IV.
Sementara itu, Kloter lima jamaah haji Aceh yang diberangkatkan kemarin petang ke Jeddah melalui embarkasi Sultan Iskandar Muda merupakan jamaah dari Kabupaten Pidie 303 orang, Sabang 3 orang, dan Aceh Timur 14 orang, ditambah petugas 5 orang. Sebenarnya Kloter ini terdiri dari 325 orang, namun satu orang jamaah, Sulaiman Ida bin Idris, penduduk Lr Pakeh Masjid Usi, Kecamatan Mutiara, Pidie, dilaporkan meninggal dunia sebelum berangkat ke Banda Aceh.
Dokter HT Anjar Asmara, melalui stafnya, Sofyan, kepada Serambi, siang kemarin, menjelaskan, dari jumlah jamaah dalam Kloter yang diberangkatkan kemarin, sebanyak 166 jamaah yang dikategorikan berisiko tinggi. Rinciannya, 95 jamaah tergolong lanjut usia (lansia), lima orang mengidap obesitas (over gemuk), sembilan orang menderita penyakit diabetes militus. Sebanyak 38 orang mengidap penyakit hipertensi (darah tinggi), empat jamaah mengalami gangguan saluran pernapasan (ispa). Ditambah lagi, empat orang mengalami gangguan pencernaan, lima orang gangguan pencernaan. Sedangkan lima orang lainnya mengalami reumatik.
Sementara itu, masih dari laporan tersebut, 29 jamaah lainnya, sempat mendapat bantuan di klinik embarkasi, walaupun hanya menderita batuk, flu, gangguan pembuluh darah, nyeri, pegal-pegal, jantung berdebar, dan sakit kepala.
Sementara itu dari 324 jamaah, yang termuda Pocut Aya Sofia binti TM Abidin (17), asal Desa Ulee Gle, Kecamatan Bandar Dua, Pidie. Sedangkan jamaah tertua bernama, Hj Sa'adah binti Ahmad (81), Desa Tijeun Husein, Kecamatan Ulim, Pidie.
Keberangkatan kloter lima itu kemarin dilepas Ketua DPRD Aceh. Tepat pukul 15.40 WIB, pesawat sudah take off. (kan/n)


Keluarga Bantaqiah Ingin Temui Gus Dur

Serambi-Jakarta
Keluarga almarhum Teungku Bantaqiah menyatakan keinginan mereka untuk bertemu Presiden Abdurrahman Wahid guna meminta jaminan keamanan bagi keluarga dan para santri almarhum agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk tetap berlangsungnya proses pendidikan agama di Pesantren Teungku Bantaqiah.
"Kami akan berusaha bertemu Gus Dur untuk meminta keadilan dan perlindungan dari pemerintah," kata istri kedua Teungku Bantaqiah, Mamfarisyah (33), kepada wartawan di Jakarta, Kamis kemarin.
Saat menyampaikan keinginannya, Mamfarisyah didampingi anaknya Syahid Sufi (7), dua adik Teungku Bantaqiah yakni Teuku Blang Meurandeh dan Teuku Disemot, santri Teungku Bantaqiah yakni Teungku Zainudin, dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir SH.
Menurut dia, saat ini pesantren Teungku Bantaqiah yang berada di Beutong Ateuh, Aceh Barat, berada dalam isolasi aparat keamanan. "Saat ini semua jalan utama menuju pesantren ada pos keamanan, sehingga para santri yang ingin kembali ke pesantren merasa khawatir, demikian juga yang sudah berada di dalam takut keluar," katanya.
Keluarga Bantaqiah, kata Teuku Disemot, akan menuntut keadilan pada pemerintah, agar bertanggungjawab atas kejadian pada 23 Juli 1999 yang menewaskan Teungku Bantaqiah beserta puluhan santrinya.
"Kami bukanlah golongan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kami adalah warga biasa yang ingin tetap melanjutkan pendidikan agama di wilayah kami," katanya.
Selain akan menghadap Gus Dur, keluarga Bantaqiah akan menghadap Panglima TNI Laksamana Widodo AS untuk memastikan adanya jaminan keamanan, serta kepada Menteri Agama KH Tolchah Hasan agar memperhatikan kelangsungan pendidikan agama di pesantren tersebut.
Sementara itu, menurut Koordinator Kontras, Munir SH, pihaknya akan mendampingi keluarga Bantaqiah untuk menghadap Jaksa Agung dan Komnas HAM. "Ini untuk meminta klarifikasi hasil penyidikan oleh aparat keamanan terhadap kasus pembunuhan Teungku Bantaqiah," katanya.
Sedangkan murid Teungku Bantaqiah, Zainuddin mengatakan, pihaknya tidak akan berkomentar tentang peradilan koneksitas sampai hal tersebut dilaksanakan.
"Peradilan apa pun, itu hak pemerintah. Kami hanya akan melihat apakah proses peradilan yang dilaksanakan nanti adil atau tidak," katanya.
Muka dicoreng
Sementara itu, istri Teungku Bantaqiah Mumfarisyah mengisahkan saat kejadian, aparat keamanan dengan muka yang dicoreng-coreng serta sebagian bertopeng datang dari arah pintu gerbang timur pesantren. "Komandannya datang dan bertanya kepada Yusuf (seorang santri). Apa kamu Bantaqiah? Dijawab bukan," tuturnya.
Setelah bertemu suaminya, kisah Mamfarisyah, aparat keamanan memaksa Teungku Bantaqiah ke halaman pesantren dan tidak berselang lama terjadilah pembunuhan tragis yang menewaskan suaminya. "Suami saya saat itu itu sama sekali tidak membawa senjata," katanya.
Ditanya jumlah aparat keamanan yang melakukan pengepungan dan pembunuhan, Mamfarisyah dengan lugu menjawab tidak tahu. "Banyak sekali, saya tidak menghitung," katanya.
Menyinggung kondisi pasca pembantaian Teungku Bantaqiah, Mamfarisyah menuturkan, pernah dua kali aparat keamanan yang dipimpin oleh komandan Pomdam dari Medan datang ke pesantrennya.
"Mereka tiba di halaman pesantren dengan enam buah helikopter dan meminta izin untuk membongkar kuburan suami saya dengan alasan untuk meneliti kembali bukti-bukti. Tapi saya tolak. Sudah dibunuh kok kuburannya mau dibongkar," katanya. (fik/ant)



Munir Ragukan Peradilan Koneksitas Kasus Aceh

Serambi-Jakarta
Koordinator Kontras Munir SH meragukan independensi dan kejujuran pengungkapan kasus pembantaian Tgk Bantaqiah melalui peradilan koneksitas yang rencananya digelar awal Maret mendatang. Seharusnya kasus Aceh ditangani lewat peradilan Ad Hoc yang dibentuk melalui proses Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP HAM) seperti yang diterapkan pada Timtim.
Keraguan terhadap kejujuran peradilan koneksitas diungkapkan Munir pada saat mendampingi keluarga almarhum Tgk Bantaqiah dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/2).
Menurut Munir, pola pengungkapan pelanggaran HAM seperti di Timtim jauh lebih independen untuk mengungkap kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh sejak tahun 1989. Sedangkan kasus Bantaqiah sendiri merupakan salah satu mata rantai dari kasus yang luas itu. "Karenanya tidak bisa diungkap sepotong-sepotong," kata Munir.
Keraguan Munir terhadap proses penyidikan yang dilakukan untuk peradilan koneksitas, mencuat dari hasil-hasil yang ditemukan tidak menunjukkan kepada fakta yang sebenarnya. Ia mencontohkan soal adanya senjata di pesantren Tgk Bantaqiah, menurut Munir itu tidak benar sama sekali. "Dari keterangan saksi-saksi maupun korban yang ditemui Kontras tidak menunjukkan adanya kebenaran soal senjata itu," kata Munir.
Ia bahkan mengatakan cacat fisik yang dialami Tgk Bantaqiah sangat mustahil apabila yang bersangkutan bisa memegang pistol Col 38.
Munir lebih lanjut mempertanyakan cara kerja aparat penyidik, yang terkesan janggal. Sebab sampai hari ini pihak penyidik belum pernah membongkar kuburan korban kasus Tgk Bantaqiah untuk menyimpulkan banyak hal di balik proses pembunuhan itu.
"Ini sangat janggal karena proses-proses ini diteruskan tanpa pertimbangan soal-soal fakta yang lebih jujur," ujar Munir.
Oleh karena itulah, Munir menegaskan, peradilan koneksitas yang sedang dirancang tersebut tidak layak untuk diteruskan, sebelum fakta-faktanya diungkap lebih utuh dan menyeluruh di Aceh.
"Kasus Bantaqiah ini rangkaian dari satu operasi militer yang berlangsung meluas di berbagai wilayah Aceh, jadi tidak bisa dipisahkan kasus per kasus," tandas Munir seraya menyebutkan bahwa pola pasukan yang masuk ke pesantren Bantaqiah dalam formasi tempur yang berhadapan dengan suatu masyarakat yang dianggap bersenjata.
"Sementara fakta menunjukkan sama sekali tidak ada perlawanan dari masyarakat. Terhadap adanya senjata yang dimiliki oleh Tgk Bantaqiah adalah laporan yang sangat diragukan," sebut Munir.
Munir justru melihat, tuduhan terhadap adanya senjata itu, adalah gejala pembenaran terhadap operasi kekerasa yang berlangsung di pesantren tersebut.
Kontras melihat, karena penyerangan itu bagian dari operasi yang meluas, maka tidak mungkin pengungkapannya dengan pola yang saat ini dilangsungkan yakni menggunakan rujukan koneksitas.
Munir menyerukan kepada segenap pihak yang bertikai, baik TNI maupun GAM agar aksi-aksinya tidak menimbulkan korban rakyat sipil. Kalaupun ada operasi militer untuk menghadapi GAM, kata Munir, operasi itu harus menjamin bahwa masyarakat sipil tidak jadi korban dari ketidakmampuan operasi. Dari beberapa kasus memperlihatkan, setelah clash bersenjata, diikuti dengan aksi pembakaran yang sangat merugikan masyarakat.
Terhadap adanya statemen Presiden Gus Dur bahwa bulan Maret ini masalah Aceh akan bisa diselesaikan, Munir justru meragukannya setelah melihat eskalasi bersenjata akhir-akhir ini. "Terhadap proses dialog pun sampai hari ini belum jelas progresnya dan dialog dengan pihak siapa juga tidak jelas," kata Munir. (fik)