NAM Centre dan Grass Root itu ?.
Pada
saat pertemuan pendahuluan rekonsialiasi sebelum di NAM Centre Jakarta tanggal
21 Maret 2001, pengawal tokoh Madura di depan Mendagri menembak tokoh Dayak
Prof. K.M.A. Usop, M.A (mantan rektor Univ. Palangka Raya), namun tembakannya
tidak meletus hanya berbunyi “klik” sebanyak dua kali, dan penembak tidak
di tangkap, walaupun saat itu hadir selain Mendagri, seorang Mayjen TNI pada
pertemuan tersebut.
Delegasi
tokoh Dayak dan rombongan mengundurkan diri dari pertemuan tanggal 22 Maret
2001 yang di TV hanya dihadiri oleh unsur MUSPIDA Kalteng.
Kesepakatan
damai hanya muncul dari pihak pemerintah, tidak muncul dari grass root.
Mengapa
ini semua terjadi ?.
Bahwa
sejak 1984 sudah 16 (enam belas) kali kerusuhan besar dan cukup besar yang
dilakukan oleh warga Madura mengorbankan banyak warga suku Dayak. Pelakunya
tidak pernah tersentuh hukum. Beberapa kali dibawah bimbingan pemerintah
dilakukan perjanjian damai, salah satu dokumen tersebut menyatakan apabila
suku Madura berbuat keonaran lagi, mereka bersedia meninggalkan Kalteng.
Orang
Dayak amat ramah, menerima semua suku di Kalteng, misalnya anggota DPRD
Kalteng terdiri dari Manado, Batak, Jawa, Madura (2 orang), Sunda, Cina, Dayak
dan Toraja. Tidak terhitung pejabat, pengusaha dan lain-lainnya dari berbagai
etnis yang sukses berusaha di Kalteng.
Pada
masa lalu, Program transmigrasi yang dipayungi pemerintah memberikan
perlindungan penuh kepada warga Madura, hal ini juga dilakukan oleh Ikatan
Keluarga Madura (IKAMA) yang tidak pernah menindak warga Madura yang melanggar
hukum.
Suku
Madura mendapat perlindungan hukum dan mendapat kemudahan untuk membangun
permukiman di tanah-tanah Dayak bahkan beberapa tanah sakral suku Dayak
dikuasai dengan mudah tanpa perlawanan dengan alasan membuka peluang
transmigrasi swakarsa bagi pendatang. Setiap kasus pertanahan yang menyangkut
hak suku Dayak, selalu berakhir dengan pengeroyokan pemilik tanah (Dayak) ..
di bunuh, dan mereka menghilang. Tokoh Madura di Jawa Timur amat bangga dengan
keberhasilan Madura di Kalteng, para Kiyai mendorong migran Madura secara
massal ke Kalteng tanpa seleksi tabiat perilaku yang disharmonis.
Tanah
bersertifikat dengan mudah di klaim, apabila ditanyakan, selalu di jawab “saya
punya tanahnya, sampean silahkan pegang sertifikatnya”. Diajukan secara
hukum, di
ancam
dan di kejar di bunuh.
Perdagangan
kayu ilegal amat disukai orang Madura, karena mereka menguasai lautan dan
perahu mereka besar-besar bergerak membawa kayu-kayu hutan Kalteng tanpa
adanya penindakan hukum.
Orang
Dayak pada umumnya taat mengikuti Program Keluarga Berencana, suku Madura
tidak pernah perduli Program KB. Populasi mereka meningkat pesat membentuk
kelompok eksklusif seperti organisasi mafia. Penguasaan fasilitas umum oleh
jagoan Madura membentuk sistem sosial baru yang tidak tersentuh hukum.
Pembagian
tanah untuk seluruh pegawai Pemda Kalteng dilakukan oleh tokoh Madura yang
bernama H. Tuyan. Saya juga mendapat 2 (dua) kapling yang
di bayar angsuran.
Saya
heran, data populasi suku Madura belum pernah tercatat, karena mereka tidak
pernah pakai KTP dan lainnya, pelaut yang bebas membawa saudaranya sebanyak
mungkin ke tanah Dayak.....
Mereka
berfalsafah dimana bumi dipijak .. di situ langit Madura, dimana langit
dijunjung .... di situ bumi madura. Para tokoh Madura ...termasuk Kiyai Alawi
Muhammad tokoh pesantren Sampang Attaroqi dengan cepat mengatasi masalah
kemiskinan, kriminalitas dan tekanan penduduk pulau Madura ... menggunakan
dalih negara Kesatuan RI untuk mendorong migran Madura datang ke Kalteng
secara besar-besaran, tanpa mempertimbangkan budaya lokal.
Perlu
diketahui, mayoritas penduduk Kalteng adalah orang Jawa ... dan mereka
ramah-tamah asimilasi dengan warga Dayak ... juga orang Batak dan warga non
Madura lainnya mendukung dan ikut aktif menyerang orang Madura.
Data
terakhir menunjukkan bahwa kasus Sampit direkayasa oleh tokoh Madura yang
merasa telah amat kuat basisnya di Kalteng, telah mempersiapkan persenjataan
dan logistik untuk menguasai kota tersebut.
Hal
ini dibuktikan dengan pada tanggal 18 dan 19 Februari 2001 kota Sampit sepenuhnya dikuasai oleh
Suku Madura yang menggunakan senjata tajam dan bom molotov. Selama menguasai
kota Sampit itu, mereka menari-nari memutar clurit, menggelar spanduk “Selamat
Datang di Sampit kota Sampang ke II” dan mereka dengan pasukan sekitar 5000
orang amat yakin telah memenangkan perang, seraya menantang orang Dayak yang
dikatakan “pengecut” dan lain-lainya serta menantang Pangkalima Burung
(pahlawan pembebasan Sambas Kalbar) . Spanduk itu telah dapat direbut pada
saat pembebasan kota Sampit oleh pejuang Dayak malam tanggal 21 februari 2001
dan telah diterima oleh Gubernur Kalteng dengan berita acara khusus sebagai
dokumen.
Pada saat warga Dayak menguasai rumah tokoh Madura H.
Marlinggi dan Satiman, ditemui beberapa senjata api dan granat dan berbagai
jenis bom rakitan di dalam kamar khusus di rumahnya yang amat mewah. (Catatan;
sebelum peristiwa Sampit, pernah terjadi ledakan bom di rumah suku Madura yang
menewaskan mereka sendiri, orang Dayak heran dengan peristiwa itu ... yang
tidak pernah ada penjelasannya).
Di kota Palangka Raya saja, berdasarkan data
Kapolres, yang diekspos di TVRI siaran lokal pada perumahan warga Madura yang
di sweeping warga Dayak bersama Polisi ditemukan 64 (enam puluh empat) buah
bom rakitan berdaya bunuh tinggi. Adanya persiapan logistik dan dokumen yang
menunjukkan upaya penguasaan Kalteng bagi menyiapkan wilayah baru bagi suku
Madura. Hari ini tanggal 27 Maret 2001 ditemukan lagi 18 buah bom hasil
sweeping warga kita di rumah warga Madura (bom rakitan berdaya bunuh tinggi)
di Jl. Pilau rumah H. Sundar dan H. Udin Jl. Rangas pukul 15.01 WIB. Memang
sebelum mengungsi H. Udin pernah kelepasan bicara, menurut orang Jawa
tetangganya, dia berkata “hati-hati kalau merusak rumah saya ada bom-nya”.
Askombes Polisi / Kapolres Palangka Raya bersama warga telah mencoba bom
tersebut ternyata berdaya bunuh tinggi, suara ledakan satu bom yang di coba
terdengar dari jarak 3 km.
Pada saat peristiwa pembebasan Sampit, bom-bom
tersebut menjadi senjata makan tuannya, karena jadi mainan warga Dayak
pedalaman yang dengan mudah menjinakkan bom-bom tersebut dan melempar balik ke
pihak agressor Madura.
Memang pemerintahan di Kab. Kotawaringin Timur
(Sampit) dipimpin Bupati turunan Madura dan naik dengan dukungan warga Madura.
Data silsilah Bupati ini telah ditemukan oleh Sekretaris Daerah Propinsi
Kalteng.
Beberapa dokumen yang ditemukan di rumah 2 (dua)
orang tokoh Madura H. Marlinggi dan H. Satiman pada saat pembebasan kota
Sampit malam 21 Feb. 2001 menunjukkan adanya cita-cita ke dua orang tersebut
yang merupakan orang kaya di Sampit untuk menyelesaikan masalah permukiman
pengungsi Sambas dan migran dari Pulau Madura untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan kepadatan penduduk di pulau Madura dengan menekan warga Dayak
minoritas yang ketakutan, dengan kekerasan dalam tujuan menguasai teritorial
Kalteng. Dengan terbukanya transportasi massal kapal laut ke Kalteng, mereka
mendatangkan warga Madura tanpa ada laporan jumlah dan indentitasnya kepada
Pemda Kalteng.
Pembebasan kota Sampit penuh dengan peristiwa heroik,
bagaimana sekitar 30 (tiga puluh) orang Dayak pada malam 21 Feb. 2001 menembus
barikade Brimob 3 SSK Kelapa Dua eks. Aceh yang menutup jalan masuk dari
pedalaman ke kota Sampit.
Mereka berenang menyeberangi sungai Mentaya yang
lebarnya sekitar 400 – 500 meter berarus deras, mamasuki markas tokoh Madura
di pusat kota Sampit.
Bagaimana mereka berjuang membebaskan warga Dayak
terkepung oleh suku Madura di kantor Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim)...
hanyalah mujizat !!. Beberapa orang saudara saya saksi dan pelakunya telah
datang dengan linangan air mata menyaksikan beberapa keluarga Dayak yang di
bakar dirumahnya hidup-hidup oleh suku Madura (satu keluarga Dayak Maanyan
ditelanjangi, disuruh masuk rumahnya dan di bakar sebanyak 7 orang).
Bagaimana hanya 4 (empat) orang berhasil mengalahkan
satu peleton suku Madura yang terdiri beberapa jagoannya yang kebal senjata di
kota Sampit.
Salah seorang warga Dayak (usia sekitar 52 tahun)yang
turun gunung sempat menginap di rumah saya satu malam, bercelana pendek dan
bersendal jepit, menceritakan bagaimana ia baru pertama kali masuk kota Samuda
sampai Kuala Pembuang selama hidupnya. Ia mengikuti gerakan gerilyawan Dayak
.... dan ia mengatakan ia tidak membunuh warga Madura ... karena itu serasa
hanya mimpi selama 3 malam perjalan panjang dan makan cuma satu kali. Ritual
Dayak membawa orang dalam perjalanan mimpi berperang dan setelah usai .. balik
ke kampung ... cerita mimpi. Apa yang dikatakan Saudara saya itu, bahwa ia
melihat metode kekerasan Madura yang merasuk sampai pedalaman menakuti orang
Dayak dengan budaya carok... katanya ini harus dihentikan untuk anak cucu kita
nanti. Dia keheranan melihat keran leideng di rumah saya ... dia bilang ...
air di rumah saya “automatic”. Pagi hari dia pergi dan menghilang, katanya
akan ke Kapuas (ini tanggal 22 Maret 2001).
Gerilyawan Dayak berhasil mengecoh perlindungan
Brimob dan membakar kota Baamang, permukiman suku Madura, mengalihkan
perhatian aparat, kemudian membuka peluang masuknya para pejuang Dayak dari
pedalaman, sejak tanggal 21 Feb. 2001 Pagi dini hari kota Sampit kembali
kepangkuan Dayak. Terjadi evakuasi besar-besaran warga Madura dengan
kapal-kapal besar ALRI dan PELNI menuju Surabaya, sementara suku Dayak di
Kantor Kab. Mengungsi ke Palangka Raya. Lainya dengan jukung berlinang air
mata melawan arus sungai mengungsi kepedalaman.
Saat evakuasi warga Madura, terjadi kontak senjata
antara TNI yang mengatur pengungsian dengan Brimob Kelapa Dua, .... tewas 7
(tujuh) aparat termasuk satu perwira Letnan Satu Apriliyanto .. dan senjata
TNI 5 pucuk senjata panjang, satu pistol, 84 pasang seragam TNI hilang ...
ternyata kemudian diketahui dirampas oleh Brimob, yang kemudian dengan
malu-malu diserahkan oleh Kapolda Kalteng kepada Danrem Panju Panjung).
(Beberapa hari yang lalu, tim dari BAIS (Badan
Intelijen Strategis) datang meneliti kasus Sampit, dan mereka heran, ingin
mengetahui cara warga Dayak dalam setengah malam membebaskan kota Sampit yang
dikuasai sekitar 5000 warga Madura bersenjata lengkap clurit, bom dan
molotov...).
Sebagaimana dokumen yang lalu, kerusuhan akhirnya
meluas ke seluruh wilayah Kalteng...... bahkan tgl. 22 Feb 2001 saya hampir
tertembak oleh aparat Brimob Kelapa Dua di pusat kota Palangka Raya (saya
berlindung di balik bak bunga besar di bundaran besar, bersama seorang
wartawati CNN yang reportase dengan Hand Phone, dengan jelas terdengar ia
teriak-teriak “gun fires”. Ketika bangkit saya telah dikelilingi oleh
anggota Brimob, ketika ingin menginjak saya, salah seorang darinya teriak “Jangan
!. Wartawan ... lalu ... kata-kata “pergi, bangsat !.”, Saya lari ke arah
Univ. Palangka Raya, sementara tembakan terus terjadi), ketika tersebut demo
menuntut pembebasan 84 warga Dayak yang di tahan Kapolda Kalteng ... mereka
memberondong kami yang bertangan kosong dengan ribuan peluru tajam sekitar ½
jam, tanpa ada gas air mata. Korban pejuang Kalteng oleh aparat sebanyak 6
(enam) orang tewas, termasuk Saudara saya seorang mahasiswa teknik sipil yang
sedang menyusun skripsi akhir, dengan IP > 3 tewas ditembak perutnya dan
disiksa dengan injakan dan pukulan popor senapan pada rahangnya dan
disembunyikan selama 15 jam di belakang Mapolda Kalteng. Beberapa bekas
tembakan mereka menembus tiang listrik yang terbuat dari besi dan telah
disidik oleh Denpom sebagai peluru tajam.
Demo skala kecil hari itu (sekitar 50 orang bertangan
kosong) dihadapi aparat dengan hampir 3 SSK Brimob dan TNI.
Besoknya, tanggal
23 Feb. 2001 terjadi kembali demo di bundaran besar, hampir seluruh
masyarakat Kalteng turun mengepung markas Mapolda Kalteng. Rentetan tembakan
dilakukan oleh Brimob dengan bertahan di gedung Batang Garing, Kepolisian
Kalteng mengungsikan seluruh keluarganya dan memasang barikade kawat berduri
pada semua jalan masuk ke arah Mapolda Kalteng. Malam harinya mereka (Brimob
eks tugas Aceh itu) mengamuk sejak jam 21.00 WIB sampai pagi hari terus
melepaskan tembakan secara brutal tanpa target yang jelas. Namun korban dapat
diminimalkan pada masyarakat, karena masyarakat telah memblokir seluruh jalan
kota Palangka Raya dan luar kota sehingga mereka tidak dapat bergerak bebas.
Sekarang Brimob Kelapa Dua telah dipulangkan ke
Jakarta, dan Kapolda Kalteng kehilangan beberapa anggotanya secara
misterius.... mereka memblokir Mapolda Kalteng dan mengungsikan keluarganya
... takut pembalasan. Namun kita telah berikrar tidak akan melawan aparat
negara ... karena para pejuang Dayak menghindari penembakan membabi buta
terhadap warga yang kebanyakan tidak kebal peluru... (Hari ini 27 Maret 2001,
Kapolda Kalteng tersebut Brigjen Bambang Hartono, M.Sc di ganti dengan Brigjen
Lodewyik Penyang).
Tidak ada warga Madura yang di tahan di Mapolda
Kalteng.
Saya telah bertemu dengan para pahlawan Dayak yang
melintas kota Palangka Raya dan meminta pendapat Gubernur Kalteng... mereka
adalah mayoritas anak-anak muda yang tampan dan lemah-lembut. Saat ini mereka
wajib lapor kepada Gubernur, karena pusaka Dayak dari Bapak Tjilik Riwut yaitu
Mandau Sanaman Lampang dan Sanaman Mantikei telah diserahkan oleh turunan
beliau kepada Pemda Kalteng. Mereka respek kepada pusaka tersebut.
Mereka menjadi sakti, pada saat ritual Dayak yang
telah dipendam dalam sebuah perjanjian Dayak se Kalimantan (Borneo termasuk
Sabah, Serawak, Kuching, Brunei) untuk tidak saling membunuh tahun 1894 di
Tumbang Anoi Kalteng.... bangkit kembali ...
Misionaris dalam sejarah penginjilan Kalteng telah
mencatat kegagalan penginjilan di tanah Dayak karena budaya ritual Kayau
(potong) kepala, sehingga penginjilan pindah ke tanah Batak.... (carilah
literature ini).
Mereka tidak pernah salah menyerang suku Madura,
karena ... dapat mencium bau suku Madura dalam radius 100 meter.
Saya ... tidak dapat menjelaskan lebih banyak ..
sementara ini Kampung Bapak Saya di Kuala Kapuas sedang bergolak ..... mereka
masih di sana dalam perang terbuka ....
Berita tanggal 24 Maret 2001, pasukan khusus Dayak
berhasil menembus blokir aparat TNI dan Polri hampir satu batalyon ... terus
menyisir ke arah Selatan memasuki Banjarmasin Kalsel.... (Kalsel kini Siaga
Satu) korban kami 2 (dua) orang dan Madura 31 orang termasuk Mat Rois pimpinan
Madura yang kebal senjata tajam. Tanggal 27 Maret 2001 Kapuas telah tenang
kembali.
Saya kurang percaya dengan trans (kerasukan), namun
inilah kenyataannya, roh-roh penunggu alam gaib di alam Kalimantan Tengah yang
sakral dan dirusak oleh warga Madura telah merasuki Saudara-Saudara Saya ....
Mereka bergerak bagai siluman ... kembali ke rumah
dengan heran pada dirinya sendiri ... telah melakukan perjalanan .. panjang
.... dari satu tempat ke tempat lain di Kalteng yang luasnya 1,5 kali pulau Jawa ini.
Kami selama ini tidak pernah tidur nyenyak sejak 18
Februari 2001 terus berjaga-jaga siang dan malam membangun portal di
jalan-jalan lintas Kalimantan dan dipermukiman ketakutan diserang aparat dan
kalau ada ancaman serangan balik yang telah didengungkan oleh tokoh-tokoh
Madura Jawa Timur. Minggu lalu di Sampit merapat Kapal yang berisi pasukan
jihat berkedok tablik agama, namun dapat dihadang warga dan digiring ke laut
Jawa.
Kami ditemani alkohol dan gitar, mandau, tombak,
trisula harapan menunggu dan
menunggu ini semua berakhir ... saat ini sebuah pesawat herkules melintasi
atap gedung saya ....
Media massa Nasional terus menyatakan bahwa kasus ini
adalah kecemburuan sosial dan rendahnya SDM Kalteng. Memang benar SDM Kalteng
kekurangan warga perampok, penjarah, pelacur, pengemis dan pembuat onar
sebagaimana yang datang dari kalangan Madura yang tidak terdidik yang
diarahkan bermukim di Kalteng.
Tidak ada etknik cleansing, yang ada adalah perang
terbuka melindungi diri dari rencana jahat Madura menguasai bumi Kalteng yang
dianggap sebagai pulau Madura ke dua. Kelemahan masa transisi otonomi Daerah
dengan pemerintah pusat yang lemah di ambil kesempatan oleh Madura untuk
rencana kolonisasi Kalteng. Madura mempunyai pulau sendiri, di Jawa Timur
mereka mencapai 70 % total populasi. Tekanan penduduk dan kemiskinan karena
krisis Indonesia memaksa beberapa tokohnya berupaya menguras sumber alam
Kalteng dengan jalan pintas melalui kolonisasi suku Dayak yang dianggap lemah
dan tak berdaya minoritas mudah dikuasai itu. Tidak ada etnik cleansing ...
yang ada memulangkan orang Madura yang tidak mampu berpikir jernih dan hidup
berdampingan dengan warga Kalteng ... mereka punya tanah sendiri di Jawa Timur
... dan warga Kalteng tidak mengejar mereka ke Jawa Timur...
Populasi mayoritas yang amat dibanggakan Gus Dur ini,
terus menganggap Kalteng di bawah pengaturan mereka, karena itu mereka
mendikte segala tata cara evakuasi pengungsi dan resettlement-nya. Tokoh-tokoh
Madura selalu menganggap sepi adanya masyarakat Kalteng dan Pemerintahan
daerahnya. (hari ini 27 Maret 2001 pecah perkelahian massal suku Madura dengan
warga Betawi di Jakarta, Pasar Kebayoran Lama menewaskan 1 (satu) Madura).
Pasca kekalahan perang suku Madura, mereka berupaya
mengayuh peristiwa ini ke arah konflik agama untuk mencari dukungan luas,
namun mereka kecele karena mayoritas pejabat Kalteng sama agamanya dengan
mereka, juga para pangkalima perang Dayak beberapa orang islam (dari Sambas)
dan beberapa dari Kalteng islam, kristen, kaharingan dan cina. Dalam kasus ini
tidak ada pengrusakan sarana ibadah.
Dalam
perang ini, warga non Dayak non Madura telah sepenuhnya membantu dan beberapa
mereka tewas oleh Madura dalam perang ini.
Pada
saat Gus Dur berkunjung ke Kalteng, beliau terhenyak dengan data dan fakta “buku
merah” yang disusun untuknya. Beliau dengan santun telah begitu manis
mendengarkan dan memberikan pandangan tentang hal ini. Sementara ketika ke
Sampang, beliau sempat mengamuk, karena warga Madura mendiktekan keinginannya
kepada Presiden (terlihat waktu berita TVRI). Gatra bulan Maret menulis Kiyai
Alawi Muhammad mendikte pemerintah pusat untuk mengirim 2000 AD, 2000
Kopassus, 2000 Marinir, 500 AU, 15 kapal untuk menyerang balik ke Kalteng.
Namun di Sampang mereka gagal menyelesaikan masalah pemilihan Bupati yang
menyebabkan kerusuhan di sana.
Inilah
sebagian kecil data dan faktanya... kalau ingin verifikasi silahkan orang USA
datang ke Kalteng dan referensi ini dapat dicek dilapangan. Sosiolog Italy
Raimondo Bultrini yang berada di Kalteng cukup lama, hari ini 27 Maret 2001 di
Kalteng Pos berkomentar bahwa negara Barat tidak dapat menerima hal ini,
karena kurangnya media massa memberikan berita yang baik, orang lebih senang
sensasi sementara jarang sekali meminta pendapat dari grass root di Kalteng.
Kalteng kalah dalam membangun opini publik di Pulau Jawa, karena akses
infrastruktur yang terkebelakang dan kurangnya peran tokoh Dayak tingkat
Nasional.
Kami
siap menghadapi berbagai dampak perjuangan ini....
Dunia
telah menelantarkan bumi Kalimantan paru-paru dunia ini dengan terus
membiarkan utang negara yang ditanggung melalui eksploitasi sumber alam
Kalimantan, dan membiarkan eksploitasi manusia Dayak dengan cap perusak
lingkungan, bebal, bodoh, dungu, terkebelakang, peladang liar, biadab dan
cap-cap lainnya yang mematikan hati nurani dunia beradab. Mereka telah
membangkitkan kembali budaya kayau yang telah mati ratusan tahun lalu.
Kami
menganggap apa yang terjadi adalah mujizat Tuhan yang telah memberikan
perlindungan pemusnahan etnis minoritas Dayak pasti dari tanahnya sendiri.
Budaya leluhur ritual Dayak yang berbasis roh alam tanah air udara hutan rimba
yang telah melindungi hancurnya ekosistim Kalimantan selama berabad-abad telah
terusik. Mereka memasuki batas alam bawah sadar Dayak dan membawa mereka
menerbangkan Mandau menyelamatkan suku Dayak minoritas di Indonesia dari
kekejaman etnik cleansing sistimatis dengan metode perang psikologis
menebarkan ketakutan dengan pamer kehebatan budaya carok Madura.
Suku
Madura telah begitu bangga bahwa mereka menjadi leader dalam parade
pembangunan Indonesia dan hampir semua suku ketakutan dengan budaya carok dan
falsafah hidup kekerasan mereka yang digunakan memerangi suku Dayak secara
psikologis dan praktis selama hampir 25 tahun terkahir ini. Kini seleksi alam
bekerja melalui roh alam merasuki warga Dayak yang ramah dan bersatu dengan
alam untuk bekerja dan bertindak membela alam dan kemanusiaan minoritas ini
...
Alam
Kalimantan yang ramah telah murka, roh alam membalaskannya kepada perusak alam
suku Madura dengan hukum rimba. Suatu peristiwa yang membuat BAIS keheranan,
karena tidak mungkin hanya beberapa orang Dayak mampu mengatasi sekitar 5000
Madura yang menguasai kota Sampit dan mengusir para penjajah itu kembali
keluar Kalteng kembali ke pulaunya sendiri. Kemudian berhasil menggalang
kekuatan masyarakat untuk melindungi wilayahnya sendiri ... sementara aparat
keamanan terus mengancam jiwa masyarakat yang berjuang ini ...
Para
Gubernur Kalimantan khususnya dari Kalbar, Kaltim dan Kalteng (dibalik ini)
amat gembira dengan kejadian ini, yang telah mampu meredam keangkuhan
kekerasan budaya carok yang telah lama menghantui bumi Kalimantan, sebagai
awal pengendalian para perusak alam lingkungan Kalimantan. Gubernur Kaltim
dengan sukarela memberikan bantuan sebesar Rp. 704 juta rupiah bagi Pemda
Kalteng.
Saat
ini Gus Dur (tgl 27 Maret 2001) telah menyetujui kongres Dayak dilaksanakan se
Kalimantan.... kami akan menyongsong era baru penyelamatan alam lingkungan
budaya dan kemanusiaan yang telah hampir saja hilang ditimpakan kepada kami
melalui tangan suku Madura itu ...
Siapakah
aku ini dan kita ini ... semua kembali ke alam ... Jepang dan Amerika modern
sampai saat ini belum mampu mengembalikan alam ini kepada keharmonisan
optimal. Dalam dunia modern ini, kehidupan bersekutu dengan alam dianggap
kurang beradab, semua artificial dan lipstik. Cinta damai menjadi jalur
eksploitasi .... Alam tropika basah bumi ibu pertiwi Kalimantan menjerit
kepada dunia .. menuntut keadilan dari orang-orang yang berjiwa modern dan
peka (care) akan lingkungan hidup yang telah disharmony ini ...
Janganlah
Dayak minortitas ini mengalami kembali nasib seperti Indian, Maori, Eskimo dan
banyak lagi, terbuang dan terlunta-lunta di tanah yang melahirkannya dan
melindunginya karena keserakahan manusia lainnya...
Inilah
suara kami suku Dayak yang terbuang di negerinya sendiri.. tertatih-tatih
membela diri, tanpa suara tanpa kata ... menyelamatkan masa depan kemanusiaan
dari keserakahan manusia lainnya...
-------- §§§§ ---------