Impian Pengguna Nirkabel 802.11b 


Michael S Sunggiardi

SETELAH lama ditunggu, akhirnya perangkat nirkabel yang menjadi dambaan pasar Indonesia sudah tersedia, sehingga keterbatasan infrastruktur masih merupakan suatu hal yang masih harus dipecahkan memiliki alternatif baru.

PERANGKAT nirkabel yang awalnya bernama WaveLAN sudah ada di Indonesia sejak tahun 1999 dan sudah diutak-atik oleh banyak teknisi dan praktisi sebagai salah satu solusi untuk menyambung dua atau lebih titik ke jaringan Internet. Dalam perjalanannya, semua pemakai teknologi nirkabel berharap dapat mewujudkan sambungan yang murah dan andal dalam mengakses Internet, di mana saat ini masih terasa mahal dan tidak terjangkau karena banyaknya pihak yang ingin mengeruk keuntungan semaunya.

Perangkat nirkabel diharapkan dapat memenuhi impian dan keinginan para pemakainya. Dan, impian ini terus berlangsung sampai hari ini karena sebagian besar masih belum terpenuhi.

Harga murah dan terjangkau merupakan impian pertama para pemakai teknologi nirkabel. Walaupun definisi murah itu sangat relatif, mestinya kita dapat bandingkan dengan teknologi kabel dan Ethernet yang nilainya sudah sekitar Rp 100.000 untuk setiap satu kartu yang menempel di komputer, jadi nilai sampai lima kali lipat dari teknologi Ethernet masih bisa disebut murah.

Selain harga yang murah, isu kompatibilitas merupakan yang paling banyak ditanya karena jumlah pengguna WaveLAN, yang belakangan menjadi Orinoco dan sekarang dipasarkan dengan nama lain Agere, sudah sangat banyak sekali. Di Yogyakarta, misalnya, pengguna teknologi nirkabel ini sudah lebih dari lima puluh warung Internet (warnet). Belum lagi perusahaan-perusahaan swasta yang juga ikut meramaikan penggunaan teknologi canggih ini.

Selain dua faktor di atas, kemudahan pengaturan merupakan hal yang juga menjadi perhatian calon pengguna teknologi ini. Banyak perangkat yang harganya murah, tetapi cukup sulit diatur, terutama untuk teknisi-teknisi yang pengetahuannya terbatas.

Impian lain yang belum bisa dipenuh,i yaitu berkaitan dengan peraturan pemerintah yang masih tidak jelas sekitar penggunaan teknologi nirkabel. Seperti diketahui, draf peraturan yang sudah lama di meja para petinggi itu masih berkisar pengaturan tentang penggunaan frekuensi 2,4 GHz di Indonesia harus bayar dan hanya diberikan izinnya ke penyelenggara Internet (Internet Service Provider). Sementara di negara lain, frekuensi yang juga disebut ISM Band (Industrial, Scientific and Medical) tidak perlu mendaftar dan membayar.

Solusi murah yang mana?

Saat ini, pengguna teknologi nirkabel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pengguna di dalam gedung (ruangan) dan pengguna di luar gedung. Pengguna nirkabel di dalam gedung masih amat terbatas karena investasinya masih lebih besar jika dibandingkan dengan penarikan kabel UTP dan pemasangan kartu Ethernet di komputer. Jika dijumlahkan, investasi teknologi kabel belum mencapai Rp 200.000, sementara kartu nirkabel PCMCIA harganya masih di atas Rp 1 juta.

Teknologi ini sangat cocok dimanfaatkan di luar gedung, untuk menyambung satu titik ke titik lainnya. Maraknya pemakaian Internet, teknologi ini merupakan salah satu terobosan untuk membangun warnet dengan kecepatan tinggi tanpa perlu tambahan biaya langganan ke PT Telkom.

Dengan berubahnya pola pemakaian, maka penggunaan teknologi nirkabel menjadi berubah pula. Kalau sebelumnya cukup dengan kartu PCMCIA yang dipasang di komputer, sekarang harus dengan berbagai tambahan, seperti kabel pig tail (kabel yang menghubungkan unit PCMCIA ke antena), kabel coaxial, pembuatan tower, kotak kedap air yang ditempatkan di luar dan antena berkapasitas besar (lebih dari 15dB).

Kalau mau berbicara sedikit teknis, sebetulnya teknologi nirkabel (standar dari IEEE 802.11b) yang sekarang banyak dipakai ini tidak dirancang untuk penggunaan di luar gedung. Karena, selain tidak dijamin keamanan datanya, teknologi ini hanya dirancang untuk pengguna yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Akan tetapi, karena keterbatasan dana, para pemilik warnet dan perusahaan-perusahaan tertentu memanfaatkannya sebagai sarana penyambung antargedung. Jadi, solusi nirkabel 802.11b ini sifatnya sementara karena memang tidak dirancang untuk penggunaan di luar gedung.

Memilih

Semua perusahaan teknologi informasi yang bergerak di bidang pembuatan perangkat jaringan komputer pasti membuat produk nirkabel 802.11b ini, mulai dari kartu PCMCIA sampai perangkat nirkabel yang dilengkapi dengan fungsi router untuk ADSL.

Seperti telah disebutkan di awal tulisan ini bahwa faktor harga dan kompatibilitas harus kita perhatikan sewaktu mulai merencanakan pembangunan sambungan dengan teknologi nirkabel. Saat ini, banyak sekali beredar perangkat nirkabel standar 802.11b yang dijual murah dengan tingkat kompatibilitas yang rendah karena produsen chip set teknologi ini cukup beragam dan saling tidak kompatibel.

Standar chip set Orinoco (Proxim) dan Agere (Lucent) merupakan pilihan pertama yang harus kita lakukan karena keduanya merupakan standar de facto untuk teknologi nirkabel 802.11b. Mengapa kita harus memilih kedua merek chip set ini? Karena pada saatnya nanti, pengembangan sistem dan kompatibilitas antarmerek yang dipakai akan sangat tergantung dari chip set-nya. Merek perangkat boleh apa saja, tetapi chip set yang digunakan sebaiknya mengacu pada dua merek ini.

Untuk melihat chip set yang dipakai, kita dapat memanfaatkan situs: http://www. coffer.com/mac_find/ dengan mengetik tiga angka pertama dari MAC address perangkat nirkabel (biasanya terlihat di bagian bawah perangkat).

Harga menurun

Harga kartu PCMCIA yang murah merupakan daya tarik penggunaan teknologi nirkabel untuk menyambung dua titik di dua gedung yang terpisah dalam jarak sampai 10 kilometer. Jika menggunakan sarana leased line yang disediakan oleh PT Telkom, biaya bulanannya bisa mencapai Rp 1,5 juta untuk besaran bandwith yang hanya 64Kbps.

Kartu PCMCIA dapat dibeli dengan harga 150 dollar AS (sekitar Rp 1,4 juta). Kemudian dengan sedikit kepandaian di Linux atau Windows kita dapat menjalankan sistemnya di sebuah komputer bekas, yang harganya sekitar Rp 1 juta, dan akan menjadi sebuah perangkat router. Peralatan lain yang harus dibeli seperti pig tail untuk menyambung PCMCIA ke antena (sekitar 50 dollar AS), kabel coaxial dan antena 15dB (sekitar 125 dollar AS), antipetir (75 dollar AS), dan biaya pembangunan menara sekitar Rp 3 juta.

Jumlah dalam rupiah secara keseluruhan sekitar Rp 8 juta. Cukup murah jika dibandingkan dengan membayar ke PT Telkom selama enam bulan langganan leased line. Bagi yang tidak mau pusing dengan sistemnya, bisa membeli perangkat nirkabel yang isinya sudah merupakan gabungan PCMCIA dan komputer yang dikemas dalam satu kotak plastik dengan keluaran RJ-45 Ethernet dan satu konektor ke antena luar.

Harga kotak nirkabel 802.11b yang sekitar 250 dollar AS setara dengan kartu PCMCIA ditambah komputer dan program yang ada di dalamnya. Jika kita ahli dalam sistem operasi Linux, maka komputer yang digunakan tidak memerlukan hard disk, cukup dengan disket dan disk drive saja, sehingga biayanya bisa lebih murah lagi. Tetapi, cara ini masih tergantung dengan sistem komputer yang setiap saat bisa hang karena kepanasan atau kena kejutan listrik.

Kotak nirkabel 802.11b harganya semakin lama juga semakin murah, seperti yang dipakai oleh penulis dalam mencoba akses dengan jarak 5 kilometer menggunakan Compex WP11A, yang menggabungkan kartu PCMCIA ke dalam kotak plastik yang ringan dan praktis. Kebanyakan kotak nirkabel 802.11b tidak dilengkapi dengan fungsi router sehingga jalannya berdasarkan sistem bridge yang sangat rentan terhadap gangguan.

Karena, kalau misalnya satu sistem hang, semua sistem bisa punya risiko hang juga. Dengan fungsi NAT (Network Address Translation) kita dapat membuat satu jaringan dengan nomor IP (Internet Protocol) yang sifatnya private dan tidak bisa diakses dari jaringan luar. Selain menyediakan fungsi router, WP11A Compex juga menyediakan fungsi Port dan IP Forwarding yang dipakai jika kita ingin membuat server di jaringan lokal bisa diakses dari jaringan Internet, baik mail server atau web server.

Hanya dianjurkan, kita tidak membuat server yang bisa diakses dari jaringan luar, jika kapasitas bandwidth yang dipakai terbatas karena nantinya antara pengakses dari dalam jaringan dan luar jaringan akan saling rebut.

Wireless Pseudo Virtual LAN adalah satu fasilitas tambahan untuk melindungi jaringan kita dari orang yang ingin membobol sistem tersebut. Seperti diketahui, standar 802.11b memiliki enkripsi 64 sampai 128 bit, tetapi karena menggunakan standar WEP (Wired Equivalent Privacy), tetap saja berisiko di obrak-abrik oleh orang iseng. Dengan tambahan Wireless Pseudo Virtual LAN, jaringan kita akan dilindungi dengan fungsi tambahan Virtual LAN yang tidak memungkinkan orang lain masuk ke jaringan komputer kita.

Dari semua impian dan kenyataan, kita harus berpikir berulang kali dalam melakukan investasi perangkat nirkabel, karena perkembangannya terlalu cepat. Selain banyak kelemahan yang ada di dalam sistemnya, seperti keharusan pemasangan yang LOS (Line Of Sight, bebas penghalang), sistemnya juga terlalu banyak, mulai dari 802.11b, 802.11a sampai 802.11g, dan lainnya, di mana semua produk nirkabel ini harganya terus menurun.

Michael S Sunggiardi Managing Director PT BoNet Utama Bogor

    Source: geocities.com/hackermuda/exploits

               ( geocities.com/hackermuda)