Elsham News
Service,
06 September 2006
Pemerintah Pusat Tak Bisa Penuhi Permintaan
Otsus
[JAKARTA] Pemerintah pusat tidak bisa memenuhi
permintaan daerah untuk menjadi daerah otonomi
khusus (otsus), kalau tidak diperintahkan oleh
Ketetapan MPR seperti untuk Aceh dan Papua.
Meski demikian, pembangunan daerah pedalaman
dan perbatasan harus ditingkatkan dengan
memformulasikan kembali perimbangan keuangan
daerah.
"Kita memberi otsus ada dasarnya yaitu
rekomendasi dari MPR, khususnya untuk Papua
dan Aceh. Selain itu, tidak ada rekomendasi
MPR. Itu kebijakan politik nasional yang
ditetapkan MPR. Kita tahu di sana (Aceh dan
Papua) waktu itu ada konflik dan perlu dicari
penyelesaian secara politik. Di provinsi lain
kan tidak ada konflik dan berjalan normal,"
kata Sekretaris Jenderal Departemen Dalam
Negeri, Progo Nurdjaman di Jakarta, Senin
(4/9).
Sebelumnya, Ketua Dewan Adat Dayak Kalimantan
Michael Andjioe di depan Wakil Presiden
Muhammad Jusuf Kalla dan Menteri Dalam Negeri
Mohammad Ma'ruf di Pontianak meminta supaya
Provinsi Kalimantan Barat ditetapkan sebagai
daerah otsus. Tujuannya, meningkatkan
pelayanan ke masyarakat, terutama di
perbatasan.
Permintaan itu, kata Progo, sebenarnya bisa
diselesaikan dengan UU No 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Pemda). Dengan UU itu,
semua kewenangan sudah diserahkan ke daerah,
meski masih ditunggu peraturan pemerintah (PP)
tentang pembagian urusan antara pemerintah
pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Dalam UU
itu, desentralisasi sudah cukup luas, tinggal
bagaimana memberdayakan sumber daya dan
potensi yang ada.
Untuk membangun ketertinggalan dan
meningkatkan pelayanan di pedalaman dan daerah
perbatasan, kinerja pemerintah daerah harus
ditingkatkan.
Pemerintah daerah harus mempunyai komitmen
politik memajukan daerah pedalaman dan
berupaya jangan sampai ada kesenjangan antara
daerah yang satu dengan yang lain. Salah satu
cara untuk itu adalah mengatur kembali dana
alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus
(DAK) seperti yang diusulkan tujuh provinsi
kepulauan, katanya.
"Saya kira, salah satu caranya adalah dengan
dana perimbangan keuangan. Meski demikian,
desakan masyarakat daerah seperti itu
wajar-wajar saja, terutama dari daerah
perbatasan, tertinggal, pedalaman, dan yang
tinggal di pulau-pulau terluar. Itu cukup
disikapi dengan sistem perimbangan keuangan
dengan DAK dan DAU, yang harus disempurnakan
formulanya untuk bisa mengejar ketertinggalan.
Misalnya, kita harus sisihkan dana khusus
untuk daerah-daerah itu," lanjutnya.
Terkait dengan itu, dia berjanji setiap tahun
menjelang penyusunan RAPBN akan ada evaluasi
terhadap DAU dan DAK supaya usulan pembangunan
dari daerah itu bisa terakomodasi. [A-21]
Source |