Hubungan Militer dengan Gerakan Teror: Mengapa
Maulani Begitu Emosional?
Hilversum, Selasa 20 November 2001 07:15 WIB
Masyarakat Indonesia dikejutkan oleh suatu berita yang
mensinyalir kuat keterlibatan TNI dalam sejumlah aksi
pengeboman. Karenanya, kemarin, Graito Husodo,
Kapuspen ABRI, merasa perlu untuk meluruskan hal
tersebut. Dalam siaran persnya yang ditayangkan oleh
sejumlah media massa, ia mengatakan bahwa pihak TNI
akan membongkar dan menyeret oknum TNI yang terlibat
dalam pelbagai teror tersebut.
Pihak Polri besok akan memanggil Al Chaidar, sumber
utama yang mengungkapkan keterlibatan faksi TNI dan
faksi-faksi Darul Islam dalam aksi terror bom yang marak di
Indonesia belakangan ini. Di samping membongkar
keterlibatan TNI, Al Chaidar juru bicara Darul Islam dalam
siaran persnya menyatakan aksi terror bom yang marak
terjadi belakangan ini 90% kasus pemboman di tanah air
ditenggarai dilakukan oleh kelompok Darul Islam dari faksi
garis keras. Di mana mereka sangat terlatih secara militer
dan berani mati untuk tujuannya.
Dijelaskannya dalam DI sendiri ada 14 faksi. Fak! si satu
sampai enam merupakan faksi garis keras, faksi sisanya
anti kekerasan. Dari faksi satu sampai enam, faksi satu
sampai tiga punya hubungan dengan Mujahidin
Internasional. Faksi ini yang ditenggarai kerap melakukan
pemboman di tanah air, termasuk yang melakukan
rangkaian bom Natal tahun lalu. Bom di GPIB Petra dan
bom di sekolah internasional Australia awal Nopember lalu.
Sementara 3 faksi garis keras sisanya, sejak lama memiliki
jaringan dengan intelejen militer. Mereka sering melakukan
tindakan teror, dan tindakan kriminal dengan membawa
bahan peledak. Bentuk kerjasamanya sangat personal. Jadi
dalam istilah sehari-hari dikenal dengan order, atau
semacam pesanan. Itulah yang mau diputuskan oleh Al
Chaidar dan kawan-kawannya. Maksudnya supaya jangan
terjadi lagi hal-hal seperti itu. Lebih jauh Al Chaidar
mengungkapkan bahwa bukan tidak mungkin Natal tahun
2001 akan diwarnai dengan pengeboman atau bentuk terror
lainnya.
Keterangan Al Chaidar mengenai salah satu fa! ksi Darul
Islam yang punya hubungan dengan intelijen militer,
memang yang paling menarik bagi masyakat politik di
Jakarta. Sejak lama memang sudah beredar isyu bahwa
pihak tentara menggunakan orang Islam garis keras untuk
menumbuhkan pertentangan antar golongan agama.
Sementara jenderal ketika Habibie berkuasa
berkepentingan agar timbul konflik di Indonesia, khususnya
di daerah-daerah. Saat itu suasana keamanan yang rusuh
akan menguntungkan posisi Habibie maupun Wiranto,
apalagi waktu itu Wiranto tengah membidik kursi wakil
presiden.
Ketika Gus Dur menggantikan Habibie sebagai presiden
posisi nya senantiasa berseberangan dengan perwira
intelejen dan kelompok militer pro Orde Baru. Apalagi
ketika Gus Dur memberhentikan Wiranto dan menyetujui
digelarnya pengadilan HAM bagi beberapa perwira. Suasana
perpolitikan dan keamanan di Indonesia langsung
digoncang oleh aksi terror bom. Yang menjadi pertanyaan
sekarang mengapa perlu ada pengeboman lagi sementara
militer sepenuhnya! mendukung pemerintahan Megawati.
Sehingga tidak diperlukan 'pemanasan' untuk merusak citra
pemerintahan Megawati seolah-olah tidak mampu menjaga
stabilitas keamanan. Mungkinkah faksi DI tersebut
dimanfaatkan oleh sekelompok faksi militer dari sayap lain?
Yang juga menjadi pertanyaan siapa yang memberi
instruksi kepada Al Chaidar untuk membongkar
keterilibatan TNI dan faksi-faksi garis keras DI? Bila benar
motivasi Al Chaidar memblejeti semua itu murni
keinginannya sendiri tanpa didukung pihak militer atau
polisi, mengapa ia mau membuka tabir yang sangat
beresiko itu? Dan mengapa pula mantan Ka Bakin Z.A.
Maulani yang dekat dengan Habibie, merespon pernyataan
Al Chaidar dengan sangat emosional? Bahkan ada yang
mengatakan Maulani seolah-olah kebakaran jenggot.
Mantan Ka Bakin ini berusaha keras untuk mengecilkan
peran DI yang dikatakannya sudah hancur.
Seorang tokoh DI tua membenarkan keterangan Al Chaidar.
Tokoh tua itu mengatakan bahwa ia dan teman-temannya
su! dah merasa tidak mampu lagi berjuang di hutan dan
masuk penjara selama belasan tahun. Kini saatnya untuk
berjuang secara konstitusional dan parlementer. Dia dan
teman-temannya sudah merasa lelah bila selalu harus
masuk dalam daftar pencarian orang. Al Chaidar sendiri
mengakui apa yang diungkapkannya itu beresiko tinggi,
tetapi akan beresiko lebih tinggi lagi apabila tidak
diungkapkan.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|