KOMPAS, Jumat, 23 November 2001, 18:30 WIB
Pembunuhan Theys Bagian dari Sebuah Operasi Tertutup
Jakarta, KCM
Laporan: Heru Margianto
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menduga
kematian Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay merupakan bagian
dari suatu operasi tertutup guna mengeliminir isu merdeka di tanah Papua.
Dugaan tersebut, didasarkan pada temuan Kontras atas sebuah dokumen berisi
rencana operasi pengkodisian dan pengembangan jaringan komunikasi dalam
menyikapi arah politik Irian Jaya untuk merdeka dan melepaskan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Kesatuan Bangsa dan
Perlindungan Masyarakat (Kesbang Linmas) Departemen Dalam Negeri (Depdagri)
tertanggal 9 Juni 2000, yang didapatkan Kontras beberapa bulan sebelum kematian
Theys.
Demikian diungkapkan Ketua Presidium Kontras Ori Rahman kepada wartawan di
kantor LBH Jakarta, Jum'at (23/11). Dokumen tersebut, merupakan pokok-pokok
kesimpulan rapat koordinasi khusus yang di adakan Dirjen Kesbang Linmas pada
tanggal 8 Juni 2000 pasca Konggres Rakyat Papua.
Rapat tersebut, diikuti isntansi dari unsur Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara),
Bais (Badan Intelejen Strategis) TNI, SPAM Mabes AD, Ster Kaster TNI, Sintel
Mabes Polri, Kostrad dan Kopassus. Dalam dokumen itu, kata Ori disebutkan
puluhan nama yang dianggap berbahaya yaitu kelompok pro kemerdekaan dari
berbagai kalangan di Papua.
Nama Theys termasuk dalam daftar tersebut, ia diketegorikan, dalam dua faksi yaitu
faksi pejuang dan faksi adat. Selain Theys nama lain yang disebut dalam dokumen itu
adalah Willem Onde (faksi intelektual), aktivis LSM Papau Bonay, dan Yorrys
Raweyai. Salah satu hasil kesimpulan rapat itu ditulis dalam dokumen adalah
menyepakati dibentuknya tim atau semacam satuan tugas untuk menyikapi arah
politik sebagian masyarakat Papua yang ingin merdeka.
Rangkaian kegiatannya dapat bersifat terbuka maupun tertutup menyesuaikan
karakteristik rakyat Papua. Rincian kegiatan operasi pengkondisian wilayah
disebutkan dalam dokumen itu antara lain, mempercepat pelaksanaan otonomi
daerah, pemberian posisi dan kedudukan tokoh masyarakat pendukung NKRI dalam
jabatan pemerintahan di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota, dan provinsi.
Sementara rincian operasi pengembangan jaringan komunikasi antara lain disebutkan
perekrutan, pelatihan dan pembinaan warga masyarakat di desa-desa adat sebagai
anggota pertahanan sipil dan perlawanan rakyat. Berkaitan dengan temuan Kontras
ini, Ori Rahman meminta kepada pemerintah untuk menjelaskan secara resmi dan
mempertanggungjawabakan isi dokumen ini dan implikasi pelaksanaannya yang
kemungkinan berkaitan dengan jatuhnya korban dari kalangan sipil Papua.
"Bukan tidak mungkin kematian Theys memiliki kaitan dengan dokumen ini sebab
namanya disebut-sebut dan dianggap berbahaya dalam dokumen ini," kata Ori
Rahman.
Selanjutnya, ia mengatakan dokumen ini menunjukkan adanya kecenderungan
represif dalam agenda kerja negara di Papua, pasca konggres. Tidak ada perubahan
watak secara substansial dari pendekatan negara dalam menyelesaikan persoalan di
daerah.
"Negara masih mengedepankan operasi keamanan ketimbang pendekatan dialogis
dan menganggap aspirasi dan segala upaya masyarakat untuk memperjuangkan
haknya sebagai ancaman dan subversif," demikian Ori Rahman.(zrp)
© C o p y r i g h t 1 9 9 8 Harian Kompas
|