Adil (DetikCom), Kamis, 22/11/2001
Laporan Utama
Tarung Dua Laskar di Jakarta
Reporter: rieff
Adil - Jakarta, Bulan puasa sudah tiba, Sabtu pekan lalu. Disusul, Lebaran.
Selanjutnya, Natal. Mestinya menyejukkan. Tapi, kekerasan membayangi ritual
keagamaan itu. Laporan intelijen mengabarkan bom-bom tengah mengancam selama
bulan Ramadan dan Natal. Laporan intelijen merebakkan kekhawatiran terulangnya
kasus peledakan bom di akhir puasa atau tepatnya malam Natal tahun lalu.
Para "telik sandi" telah mendeteksi gejala-gejalanya. Misalnya, penemuan delapan
bom di Hotel Mega, Jl. Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (10/11). Delapan bom itu
milik Kisman Lakumakulita, Adventius Yupiter, dan Rendi. ''Mereka mengaku
bom-bom tersebut untuk mengacaukan Kota Jakarta,'' kata Kepala Dinas Penerangan
Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Anton Bahrul Alam.
Polisi juga masih menyelidiki kasus peledakan bom di Gereja Petra, Jalan Jampea
No. 44, Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (9/11) lalu. Dua ditangkap; Ujang
Haris dan Wahyu Handoko. Tiga orang lain; Aryanto Aris, Bilal, dan seorang lagi,
buron. Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. M. Sofjan Jacoeb, mengaku tahu
kelompok-kelompok yang terkait bom di Gereja Petra.
Polisi segera memanggil kelompok-kelompok itu untuk tidak mengacaukan Kota
Jakarta. Salah satunya kelompok Mujahidin Kompak. Soalnya, kata Kapolda, Ujang
dan Wahyu Handoko mengaku berasal dari kelompok Mujahidin Kompak. Ja'far Umar
Thalib, Panglima Laskar Jihad Ahlussunnah Waljamaah, menilai tudingan Kapolda
pada kelompok Mujahidin Kompak cuma asbun (asal bunyi).
Tudingan itu, menurut Ketua Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Abu Bakar Basyir,
hanya rekayasa saja. Mujahidin Kompak itu ternyata fiktif. Dalam pemeriksaan, Ujang
maupun Wahyu mengaku anggota Laskar Mujahidin. ''Saya anggota Laskar
Mujahidin,'' tandas Ujang. Mereka mulai masuk laskar yang dipimpin oleh Abu Dzar
Al-Gifari di Ambon, Maluku, itu sejak tahun 1999.
KEKOMPAKAN 3 FAKSI MUJAHIDIN
Sebenarnya, Laskar Mujahidin adalah laskar gabungan tiga faksi Mujahidin di
Indonesia. Tiga faksi itu; Kongres Mujahidin Indonesia, MMI (keduanya di
Yogayakarta-Jawa Tengah) dan Perhimpunan Mujahidin Indonesia (PMI) di Bandung,
Jawa Barat. Abu Bakar Basyir mengaku MMI terkait dengan Kongres Mujahidin
Indonesia. Namun, kata Bakar, MMI tak ada hubungan dengan PMI.
Markas Laskar Mujahidin (LM) ada di Jawa Tengah. Kapan LM didirikan, tak jelas.
Yang jelas, LM mulai masuk ke kancah konflik berbau SARA di Ambon pada Maret
1999. Abu Dzar Al-Gifari disebut-sebut selaku panglima perang LM. Menurut Ujang,
Abu Dzar Al-Gifari sudah tewas. Ia ditembak mati oleh kelompok merah (sebutan
kelompok Kristen). Kini, LM dihela Aryanto Aris.
Abu Bakar Basyir mendengar bahwa Abu Dzar Al-Gifari sudah mati di Ambon. Tapi,
kata Bakar, Abu Dzar Al-Gifari bukan panglima perang LM. Abu Dzar, tambahnya,
datang ke Maluku hanya sebagai individu. Pengakuan Ujang soal kematian Abu Dzar
Al-Gifari diragukan polisi. Menurut sejumlah sumber di kelompok merah, Abu Dzar
masih tampak meger-meger (sehat walafiat) di Maluku. ''Belum mati, namun mereka
menyebutkan sudah mati,'' katanya.
LM beda dengan laskar Islam lain. Lihat saja Ujang dan Wahyu. Anggota LM tidak
berjenggot, berambut cepak, serta bentuk tubuhnya seperti tentara. Saat ini, setelah
gelombang ke-10, jumlah personel LM di Maluku mencapai 5.000 orang. Padahal,
saat mulai masuk ke Ambon, LM hanya ratusan orang. Para personel LM, masih
menurut sumber tadi, sudah meneken kontrak untuk mati. Sampai kini, sekitar 270
anggota LM tewas dalam konflik di Maluku.
Laskar ini punya pasukan inti sebanyak 200 anggota. Menariknya, sebagian besar
pasukan itu, kabarnya mantan komandan Resimen Mahasiswa (Menwa) di Jawa.
Konon, mereka pernah mendapat pelatihan militer tingkat komando di
kampung-kampung pergolakan, seperti Aceh, Irian Jaya, dan Timor Lorosae.
Instruktur pelatihan didatangkan dari grup Abu Sayyaf, Filipina selatan.
Kemampuan penetrasinya juga oke. Misalnya Ujang Haris. Ia mendapat tugas penting
dari Aryanto Aris. ''Saya diberi petunjuk dengan sasaran pendeta dan jemaatnya,''
kata Ujang. Maksudnya, ia harus berada di antara jemaat dan pendeta. Seusai
diturunkan Aryanto Aris dari Suzuki Carry warna abu-abu, Ujang menyeberang jalan
menuju ke gereja. Setelah mengamati situasi dengan berjalan beberapa kali, Ujang
pun dengan gampang masuk ke gereja.
Di gereja, ia berbaur dan duduk di antara jemaat yang sedang sembahyang. Ternyata,
Ujang mengenakan kalung salib di lehernya hingga tak dicurigai oleh jemaat. ''Saya
melihat pendeta dan jemaat suku Ambon,'' ujar Ujang. Upaya membunuh pendeta
dengan bom, gagal. Ujang keburu ditangkap polisi.
Seorang Obet, panggilan untuk orang Kristen, yang pernah terlibat tempur dengan LM
mengungkapkan, pasukan inti LM dibekali senjata MI-16. Anggota LM juga
mempunyai peluncur roket. Tapi, Abu Bakar Basyir menyangkal soal persenjataan
LM. ''Kita sama sekali tak membekali senjata atau peralatan untuk berperang (bagi
anggota MMI yang dikirim ke Maluku),'' kata Bakar.
Di Maluku, menurut Bakar, Laskar Mujahidin sangat berpengaruh di Maluku. Mereka
juga disukai Muslim Maluku dibanding laskar Islam lainnya. Bahkan laskar Islam
yang lainnya di Maluku merasa segan bahkan takut kepada LM. Maklumlah. Santer
disebut, LM pernah merebut markas Brimob di Tantui dan terlibat dalam baku tembak
dengan Batalyon Gabungan (Yon Gab) TNI selama tiga kali. Selama itu, LM telah
membunuh sekitar 50 anggota Yon Gab TNI.
Selain pendeta, yang dijadikan sasaran LM adalah politisi, militer, para tokoh
masyarakat, polisi, dan pengusaha yang beragama Nasrani di Maluku. Pendeta
Ambon jadi sasaran utama LM, memang. Seorang think tank LM menceritakan 40
dari 57 target LM merupakan kalangan pendeta dan gereja. Para tersangka bom di
Gereja Petra, menurut Kapolda, tahu bahwa kelompok merah menyusun kekuatan
dengan beberapa pendeta. Kelompok putih, sebutan orang-orang Muslim, lantas
mengikuti para pendeta yang pergi ke Jakarta.
GERAKAN MALUKU BERDOA
Misal Diane Akyuwen. Tersangka Wahyu mengaku tahu nama Gereja Petra dari Bilal.
Menurut Kapolda, para tersangka tahu Petra karena saat itu gereja menggelar
kebaktian bertajuk "Maluku Berdoa". Acara yang diselenggarakan sebagai wujud
kepedulian jemaah gereja terhadap keselamatan warga Maluku itu dikoordinir oleh
Harry Soisa, anggota kelompok vokal Masnaid Group.
Sebenarnya, kebaktian itu sudah berlangsung sejak dua tahun lalu. Namun, baru kali
ini kebaktian bertajuk "Maluku Berdoa" mendapat teror. Kenapa? Kelompok putih
mencurigai bahwa kebaktian itu sejatinya merupakan sebuah gerakan terselubung
bernama "Gerakan Maluku Berdoa". (Lihat skema). Gerakan ini diketuai Harry Soisa.
Empat pendeta duduk sebagai penasihat.
Gerakan ini mengarahkan lobinya ke empat titik; Istana, Cilangkap (Mabes TNI),
Cendana (keluarga bekas Presiden Soeharto), Dewan Gereja se-Dunia. Lobi Gerakan
Maluku Berdoa (GMB) pada Presiden Megawati Soekarnoputri di Istana dilakukan
atas jasa seorang profesor hukum yang juga politisi PDI Perjuangan. Lobi ke Dewan
Gereja se-Dunia lewat Pendeta Natan S. Lobi ke Cilangkap melalui dua purnawirawan
jenderal. Sedangkan, lobi ke Cendana, kita tentu saja tak bisa melupakan nama
Kolonel (Purn). Decky Wattimena.
Jumat (9/11) malam, kebaktian GMB sebetulnya merupakan acara pembaptisan
anggota laskar milik GMB. Namanya Laskar Kristus. Khotbah pendeta ketika itu
berjudul "Menjadi Pahlawan Iman Hendaklah Engkau Setia Sampai Mati". Sebagian
besar jemaah yang mengikutik kebaktian GMB, bukan jemaat Petra. Diduga Petra
disewa GMB untuk membaptis anggota baru Laskar Kristus. Ada yang bilang, biaya
sewa Rp 300 ribu. Namun, ada yang bilang Rp 500 juta. Yang jelas, pembaptisan
gagal karena dilempar bom oleh Laskar Mujahidin.
Berdasar laporan intelijen, pembaptisan dilakukan secara bergiliran dari gereja ke
gereja. Di Jawa, ada 300 gereja. Di Maluku, 200 gereja. Sedang di luar Jawa --minus
Maluku-- 50 gereja. Gereja tempat pembaptisan masuk dalam jaringan persekutuan
gereja-gereja Republik Maluku Selatan (RMS).
Laskar Kristus sendiri berdiri April 1998. Lobi yang dibangun GMB, tutur seorang
sumber di kelompok merah, juga untuk kepentingan Laskar Kristus. Akses mereka
ke kalangan tentara di Maluku, mudah. Terutama para perwira beragama Kristen.
Laskar Kristus berupaya melobi mereka agar mendudukkan perwira-perwira Kristen
sebagai komandan di Batalyon Gabungan (Yon Gab).
Di Maluku, Laskar Kristus pernah menggorok dua intel Kostrad. Salah satu panglima
perang Laskar Kristus yang disebut-disebut terlibat adalah Agus Wattimena. Laskar
Kristus gencar menjalankan proyek "Perumnas" (perubahan Nasrani). Proyek ini
mengambil konsep yang pernah dilakukan Israel yakni menduduki wilayah-wilayah
Muslim dijadikan permukiman bagi orang Kristen. ''Mereka bekerja sama dengan
gereja-gereja dan berkeinginan mendeportasi orang-orang Muslim,'' kata seorang
aktivis Laskar Jihad ASWJ, pada ADIL.
Laporan intelijen juga menunjukkan ada 1.000 anggota Laskar Kristus asal Ambon di
Jakarta. Mereka merupakan veteran perang Ambon yang dibawa dari Ambon ke
Maluku. Mereka dipulangkan kembali ke Ambon ketika Natal nanti. Di Jakarta,
mereka tersebar di Jabotabek. Penemuan bom di Masjid Al-Atiq di Jl. Masjid I,
Kampung Melayu Besar, Jakarta Timur, Jumat (9/11) lalu, santer diisukan "kerjaan"
Laskar Kristus. Ada 200 masjid dibidik mereka.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Tamrin Amal Tamagola, mengakui pernah
mendengar nama Laskar Kristus. Bahkan, ia dapat brosur-brosurnya. Menurutnya,
perjuangan Laskar Kristus lebih fokus kepada kegiatan sosial keagamaan. ''Bukan
gerakan radikal,'' kata Tamrin yang asal Maluku ini. Nah dua laskar inilah --Laskar
Kristus dan Laskar Mujahidin-- yang tengah mentransfer bara konflik berbau SARA di
Maluku menuju ke Jakarta. (kar)
Menguji Kopassus di Maluku
Malang menimpa Isnawati. Siswi SMU itu harus dilarikan ke Rumah Sakit Al-Fatah,
Ambon. Senin (12/11) pagi itu ia sedang berada di sekitar Jalan Sudirman, Batu
Merah, Ambon. Tiba-tiba saja sebuah sepeda motor lewat dan pengendaranya
melemparkan bom ke arah truk Nopol DE-8082-AA milik Pemda Maluku. Namun
rupanya sopir truk Marthen Kailuhu cukup sigap. Bom sempat ditendang keluar dan...
blaaar meledak di dekat Isnawati. Selain Isnawati, tiga orang aparat keamanan juga
menjadi korban.
Warga yang mengira ledakan itu dilemparkan dari atas truk, kemudian berkerumun,
"Obet lempar bom dari atas truk," teriaknya. Obet (Robert) adalah personifikasi dari
kelompok merah (Kristen), istilah yang masih hidup di daerah konflik itu. Dalam
sekejap, kawasan itu pun dipadati massa kelompok putih (Muslim). Mereka kemudian
terkonsentrasi di perbatasan kawasan Muslim, Batu Merah dengan Mardika, kawasan
Kristen. Maksudnya untuk mencegat kendaraan dari kelompok merah yang hendak
memasuki Batu Merah.
Perhatian massa tertuju ke sebuah mobil Kijang yang berada di belakang truk
pelempar bom tadi. Tak pelak, mereka pun mengejarnya. Karena pengemudinya
panik, mobil oleng dan akhirnya terbalik di lokasi perbatasan Batu Merah-Mardika.
Selanjutnya, mobil milik Pemda Kodya Ambon Nopol DE-174-AA itu pun di balik dan
dibakar. Untung saja, aparat keamanan dari Batalyon Infantri 408 yang berada di pos
perbatasan bertindak cepat. Tujuh orang penumpang kendaraan nahas yang
mengalami luka serius itu dapat diselamatkan dari amukan massa.
Di tempat terpisah, masih pada hari yang sama, sekitar pukul 10. 30 WIT sebuah
bom meledak di sebuah toko "Teknik Electronic", yang terletak di Jalan Said
Parintah, Ambon. Kawasan ini merupakan jantung komunitas Kristen di Kota Ambon.
Pemilik toko, Ny. Linggawati (50) ditemukan tewas secara mengenaskan. Tubuhnya
hancur terkena serpihan bom yang diduga petugas menggunakan timer. Sementara
anaknya, Robert (25) pun mengalami nasib sama. Ia meninggal sebelum mendapat
pertolongan tim medis RS Bhakti Rahayu, karena shock mendengar ibunya
meninggal. Selain menewaskan pemilik toko, ledakan itu juga mengakibatkan 9 orang
pekerja, pembeli dan warga yang berada di sekitar lokasi terluka. Mereka pun
langsung dilarikan ke Rumah Sakit GPM Ambon.
Begitulah, baku ledak kembali terjadi di Ambon. Terjadinya ledakan di dua tempat
berbeda itu mengakibatkan aktivitas perkantoran di kawasan netral dan perbatasan
sepi. Misalnya saja kantor Gubernur, Walikota, Kejaksaan Tinggi dan Pengadilan
Negeri Ambon. Gubernur Maluku yang juga Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD),
Shaleh Latuconsina pun meradang. Melalui Kepala Biro Humas Setda Maluku, Cak
Saimima, ia memerintahkan kepada Staf Ahli Bidang Hukum untuk memeriksa sopir
truk milik Pemda tersebut.
Sebetulnya aparat keamanan sudah berupaya menghentikan konflik antaragama yang
sudah berlangsung selama tiga tahun itu. Buktinya, Pasukan Yon Gab (Batalyon
Gabungan) sudah ditarik secara bertahap dari Ambon sejak akhir Oktober lalu.
Termasuk 30 orang perwira TNI.
Di antaranya Mantan Pangdam XVI Pattimura, Brigjen TNI I Made Yasa, dan mantan
Komandan Sektor A Wilayah Pulau Ambon dan Pulau Lease, Kolonel I.G.K. Sugiarta.
Selanjutnya, jejak pasukan pemukul yang terdiri dari 400 personel pasukan elite TNI
--Kopassus, Marinir dan Paskhas-- tersebut digantikan 200 personel pasukan
Kopassus di bawah komandan Mayor Joko. Pasukan baret merah itu mendarat di
Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Halong, Teluk Ambon Bagualah, Kota Ambon.
Rencananya akan menduduki bumi Ambon selama enam sampai sembilan bulan.
Bila kondisi medan masih gawat, tentu dapat diperpanjang.
Kehadiran Kopassus di Ambon terang saja menyembulkan tanda tanya besar; Apa
sebetulnya yang terjadi di Ambon? Menurut Shaleh Latuconsina, adanya pergantian
pasukan dari Yon Gab ke Yon Kopassus itu merupakan masalah internal TNI, "Yang
penting mereka dapat mem-back up pemulihan keamanan di Maluku, " kata Shaleh.
Tapi kehadiran batalyon itu rupanya tak sekadar mengemban tugas memulihkan
keamanan. Disebut-sebut pasukan ini juga mempunyai kepentingan lain yaitu
menumpas gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang telah berubah wujud
namanya menjadi Front Kedaulatan Maluku (FKM).
Di tengah-tengan konflik yang berkepanjangan, FKM memang berusaha melebarkan
sayapnya. Kiprahnya melakukan upaya separatis makin jelas ketika pada 25 April
lalu mengadakan upacara resmi dan berusaha mengibarkan kembali Benang Raja,
Bendera RMS. Buntut pengibaran bendera itu, kini Ketua FKM, Alex Manuputty harus
menghadapi dakwaan makar di Pengadilan Negeri Ambon.
TNI pantas geram dengan eksistensi RMS. Indikasi keterlibatan RMS dalam
pergolakan di Maluku sebenarnya sudah tercium sejak lama. Pada akhir 1999,
misalnya, kapal perang TNI-AL berhasil menangkap tiga kapal motor di perairan
Maluku. Kapal-kapal itu kepergok mengangkut senjata yang pernah dipakai kelompok
RMS tahun 1950-an dan akan diselundupkan ke Ambon. Tim 19 TNI yang menangani
kasus Ambon pun menyebut soal keterlibatan RMS, yang sebagian besar aktivisnya
bermukim di Belanda.
Namun, sosiolog UI asal Maluku, Dr. Tamrin Amal Tamagola menepis dengan tegas
dugaan RMS berada di belakang konflik, "RMS itu sudah mati. Mereka sudah tak
punya apa-apa lagi di sana," kata Tamrin kepada ADIL. Sebab itu, sangat tidak
beralasan jika RMS dituduh sebagai dalang karena keberadaannya pun tidak jelas.
Adanya peristiwa pengibaran bendera RMS beberapa waktu lalu, tak lebih dari cermin
keputusasaan mereka. Kalau pun betul pihak keamanan menemukan bukti-bukti yang
mengarah kepada keterlibatan RMS, seperti adanya pasokan senjata itu, mereka
semua bisa diproses secara hukum dan masyarakat yang menilai, "Berapa orang sih
yang masih ikut? Mereka sudah enggak punya dukungan lagi di sana," tambah
Tamrin yakin.
Karenanya, menurut Tamrin, segala bentuk penyelesaian masalah secara fisik atau
militer seperti pengiriman Yon Kopassus tidak akan menghentikan pertikaian.
Kehadiran pihak luar termasuk aparat keamanan hanya bisa sebatas sebagai
fasilitator saja, "Konflik yang terjadi kan bukan dari luar, tetapi diciptakan masyarakat
sendiri. Nah, satu-satunya yang dapat menyelesaikan konflik adalah inisiatif
masyarakat sendiri. Cobalah "baku bae" itu diupayakan lagi," ujarnya. (kar)
Copyright © 1998 - 1999 ADIL dan detikcom Digital Life.
|