Al-Latif
oleh: Mitos B. Aryanto (aryanto@indo.net.id)


Allah itu mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yang bukan hanya menggambarkan sifat-sifat keMaha-annya, tapi juga memberikan suatu pentunjuk bagi kita bagaimana Ia bekerja untuk alam ini. Salah satu sifat itu adalah Al-Latif, yang artinya halus dan tidak kentara.

* * *

Dalam keseharian kita, kalau kita jeli dan tidak sembarangan dalam berperilaku, kita ini dapat melihat 'tanda-tanda' yang dikirimkan Allah kepada kita melalui sifatnya yang Maha Halus itu. Suatu saat misalnya kita sedang berada di dalam sebuah sedan mewah berhenti di perempatan saat lampu merah menyala. Di situ kita melihat banyak sekali orang sedang berjuang untuk hidup dengan menjadi pedagang asongan, pengemis, atau pengamen jalanan. Kalau kita menganggap peristiwa itu cuma sekedar adegan kehidupan yang masih penuh dengan ketimpangan sosial belaka, kita tidak akan dapat merasakan kehadiran Allah di situ. Tapi kalau kita jeli dan dapat merenungkan kejadian di lampu merah itu, kita akan merasakan Allah hadir dengan pesan-pesanNya yang amat halus untuk mengingatkan siapa diri kita ini dan dari mana semua kenyamanan, yang disimbolkan dengan sedan mewah itu berasal.

Suatu hari sepulang saya dari pengajian di Bekasi, saya melihat suatu kejadian yang sangat mengerikan, di mana terjadi puluhan pelajar SMU sedang menghentikan sebuah kopaja dan menggeledah penumpangnya dengan cara yang amat brutal. Di sini saya katakan begitu mengerikan karena mereka yang seharusnya menjadi sosok manusia lugu namun terpelajar itu, karena usia mereka yang amat muda, ternyata merupakan kumpulan dari sifat beringas, dendam, dan ganas yang mungkin tidak segan untuk membunuh. Anda bisa bayangkan, bagaimana perasaan saya pada waktu itu. Baru saja saya merasakan keteduhan dalam suasana pengajian, mendadak harus berada di tengah arena perang.

Tapi setelah peristiwa itu berlalu, saya mengucap syukur kepada Gusti Allah karena Beliau telah hadir dan mengingatkan kami semua di situ, bahwa hidup ini amatlah singkat dan kita tidak akan diam dalam satu babak yang sama. Satu babak kita berada dalam kecemasan, babak berikutnya mungkin kita akan berada dalam suasana yang amat damai. Satu babak kita dilahirkan dan semua orang tersenyum melihat kita, babak selanjunya mungkin kita menjadi orang yang taqwa atau ingkar, dan babak selanjutnya lagi akan nampak gelap bagi kita dan semua orang menangisi kepergian kita.

Saya bersyukur bahwa Gusti Allah hadir dengan kehalusanNya. Dan saya menjadi sangat ngeri apabila suatu saat Allah akan datang memberi peringatan kepada kita semua dengan bencana dan malapetaka, seperti gempa bumi, banjir, atau gunung meletus hanya karena kitanya ini yang tidak pernah jeli melihat dan merasakan kalau sedang diberi peringatan melalui cara yang halus dan tidak kentara.


Kembali ke halaman utama

mitos, 1 April 1997