Yang Mumpung Itu yang Berbahaya
oleh: Mitos B. Aryanto (aryanto@indo.net.id)


Kalau saya sedang berada di jalan raya, ada suatu hal yang saya takutkan. Bukan! Bukan takut sama Pak Polisi karena tidak punya SIM. Bukan juga takut sama preman kacangan yang suka menyamar menjadi tukang ngamen atau sok ngelap-ngelap mobil. Saya itu takut sama yang namanya aji mumpung.

Di jalan raya itu kan masih ada hukum rimbanya, yang kuat atau kaya akan menang. Yang kecil dan 'kecil' juga bisa menang, asal cerdik dan suka main akal-akalan. Lha, saya itu takut kalo para pemakai jalan raya itu sudah mulai ngetoke aji mumpung, mengeluarkan ajian itu buat menang di situ.

Anda semua bisa bayangkan, betapa saudara-saudara kita para sopir bis kota itu suka ngepot sana-sini tanpa peduli di sebelah kanan atau kirinya, depan atau belakangnya. Mereka itu kan sedang mumpung. Mumpung bawa kendaraan besar dan kuat, jadi ya merasa berkuasa.

Lain lagi dengan kendaraan-kendaraan mewah. Mereka yang mengendarainya merasa mempunyai kekuasaan dengan kemewahan 'bawaannya' tersebut sehingga tidak jarang mereka berbuat kurang enak terhadap mobil-mobil lain yang tergolong kendaraan kelas menengah dan bawah. Dan yang lebih parah lagi, jika ternyata yang menjadi pemanfaat kesempatan itu hanyalah seorang sopir yang mumpung dimahkotai sebuah kemewahan sehingga dapat merasakan kemenangan sejenak. (Sebagai catatan, saya pernah menjadi saksi bagaimana seorang sopir yang duduk di sebuah jip Jerman mewah membuang sisa soft drink ke jalanan sehingga mengguyur seorang pengemudi sepeda motor).

Tapi, bukan saja mereka yang besar dan punya 'mahkota' saja yang bisa mumpung di jalan. Para sosok kecil di jalanan seperti pengendara sepeda motor atau sopir bajaj kadang suka seenaknya jika mau memotong jalan atau memutar jalan yang bukan pada tempatnya. Mereka ini dengan enaknya menyodorkan diri begitu saja, hingga pemakai jalan yang lain mau tidak mau mesti berhenti. Ini kan bentuk pendayagunaan aji mumpung yang berbahaya buat siapa saja (sama seperti yang lain) meskipun boleh juga kita acungkan jari untuk kecerdikannya.

Benang merah yang coba saya tarik di sini adalah, bahwa kekuasaan dengan modal mumpung itu dapat menyengsarakan orang lain, walaupun itu boleh dibilang usaha yang cerdik dari orang kecil. Dan walaupun itu cuma berlaku di jalan raya, bukan kehidupan bermasyarakat kita.


Kembali ke halaman utama

mitos, 28 Maret 1997