Tiada PemberianNya yang Buruk
oleh: Mitos B. Aryanto (aryanto@indo.net.id)


Saya kadang-kadang malu pada diri sendiri. Betapa tidak. Dari mulut saya ini suka keluar ucapan yang asal nyeplos saja tanpa kepikiran lebih dahulu bermanfaat buat orang lain atau tidak. Keceplosan saya itu biasanya terjadi saat diskusi santai bersama teman atau dimintai nasehat oleh teman yang lain. Belakangan baru saya ber-istighfar karena untuk beberapa saat saya menggunakan kebodohan saya sebagai manusia, bicara dulu baru berpikir. Tapi bukan berarti saya omong kosong, pikir punya pikir teryata keceplosan saya itu kadang ada benarnya juga.

Seperti pada hari itu, ketika seorang teman berkeluh kesah kepada saya karena telah lima bulan sejak wisuda tidak juga mendapatkan pekerjaan, atau tepatnya belum diberi kesempatan merasakan menjadi 'orang kantoran'. Dia terus saja mengeluh dan bingung tentang nasibnya itu, bahkan kadang mengumpat mereka yang telah duduk di kantor-kantor mewah dengan bermodal koneksi atau amplop tebal. Lebih parah lagi, sempat terucap juga bahwa Tuhan itu tidak adil. Betapa tidak, katanya, setiap saat dia telah berdoa dan 'mencoba' segala kujujuran jika menulis lamaran atau saat berhadapan dengan bagian personalia.

Ketika itu saya berusaha keras mencari kata-kata yang tepat untuk sekedar meringankan bebannya, dan saat itu pula saya nyeplos dengan mengatakan padanya bahwa apa yang terjadi pada saat ini pasti lebih baik dari kemarin, dan apa yang besok pagi kita alami pasti lebih baik dari hari ini. Hidup kita ini kan mengalir cepat sekali, satu detik saat mata kita berkedip adalah merupakan masa lalu bagi satu detik berikutnya, dan berikutnya lagi. Tapi setiap detik yang kita alami, saya yakin, mengandung kebaikan yang lebih dari detik-detik yang lalu, karena Allah selalu menganugerahkan kita dengan pemberian-pemberianNya yang baik, yang datang dari tempat yang tidak kita sangka-sangka.

Tempat yang tidak kita sangka-sangka itu bermacam-macam, bisa dalam bentuk kesenangan, rezeki, atau bahkan musibah dan malapetaka. Misalnya hari ini kita sakit. Kita akan merasa bahwa saat itu cuma penderitaan yang kita dapat, padahal di situ tersimpan kebaikan yang dikirimkan oleh Allah, yaitu kesempatan untuk mensyukuri kesehatan dan menggunakan waktu dengan baik saat sehat. Barangkali waktu belum sakit, kita senang begadang malam atau merokok 24 batang sehari.

Atau dengan diberikannya keadaan menganggur. Kita akan merasa bahwa hidup teman saya dahulu sebagai mahasiswa jauh lebih baik dari saat ini. Tidak, itu tidak benar ! Allah pasti memberikan suatu kebaikan dalam mentakdirkan dia sebagai penganggur.

Teman saya itu termenung sambil mengernyitkan dahi. Astaghfirullah, omong apa saya ini? Jangan-jangan malah membuatnya nangis bombay karena tambah bingung. Akhirnya ya sudah, saya lanjutkan saja.

Begini, karena saya tahu saat ini teman saya itu sedang rajin-rajinnya belajar tentang Islam, ya saya bilang saja, "Apa sewaktu kuliah kamu punya kesempatan semacam itu, mendekatkan diri sedekat-dekatnya pada Gusti Allah?" Dia menjawab, "Tidak."

"Lha, itu kan berarti ada kebaikan dengan 'takdir pengangguran'-mu itu."

Dia pun lalu beranjak dari tempat kami duduk untuk berwudlu dan kemudian melakukan sujud syukur. Saya pun mengikuti apa yang dia lakukan, bersyukur sambil berguman kepada Allah, "Terima kasih, ya Gusti. Engkau telah memberikan padaku suatu nikmat dengan keceplosanku tadi."


Kembali ke halaman utama

mitos, 20 Maret 1997