Filosofi Mancing Sang Raja
oleh: Mitos B. Aryanto (aryanto@indo.net.id)


Jauh di negeri seberang, ada seorang pemimpin negara yang berbentuk kerajaan yang sangat gemar memancing. Hobinya yang satu ini sangat dominan, di samping kesenangannya yang lain seperti bermain golf atau mengoleksi mobil berinitial RR.

Namanya juga raja, apa-apa yang menjadi keinginannya Insya Allah akan segera terpenuhi dengan mudah. Begitu juga dengan acara mancing-nya. Dari hal yang paling mendasar, yaitu pancing misalnya, Sang Raja tentu saja sudah tinggal memilih merek, jenis dan bentuknya. Jika perlu special order dilakukan untuk memenuhi keinginan beliau, misalnya pancing dengan pegangan gading atau tulang harimau Sumatera.

Bukan hanya itu, soal umpan, tempat, dan hasilnya pun Baginda sudah tidak perlu khawatir lagi, segalanya sudah tersedia. Beberapa hari sebelum acara mancing berlangsung, para ajudan dan pembantu Beliau sudah menebarkan bibit ikan gemuk di areal pemancingan lepas pantai, yang sudah pula tersedia layaknya kolam pemancingan saja.

Ini merupakan berkah kemudahan bagi urusan mancing Sang Raja. Tapi kenapa hal ini begitu penting saya sampaikan?

Begini, kita kan sering mendengar perkataan orang-orang tua kita; "Jika mau membantu orang jangan beri ikannya, tapi beri kailnya." Menurut saya hal itu perlu lagi diperluas. Jadi jangan hanya beri kailnya, tapi juga ikannya, umpannya, tempatnya, dan juga bibit ikannya.

Intinya kalau kita hendak membantu mengentaskan orang miskin, jangan hanya diberi modal usaha, tapi juga peluang usaha, bentuk usahanya, barang dagangannya, pasarnya, ilmu manajemennya, dan tentu saja ilmu agamanya. Kita tidaklah mungkin mencoba mengangkat kehidupan wong cilik hanya dengan zakat sekali setahun atau makan daging bulan Dzulhijjah saja, tapi kita memberikan sumber penghasilan yang Insya Allah tidak akan pernah putus.

Dengan filosofi yang sama, saya kira kita dapat memberikan perasaan dan jalan kehidupan yang mudah buat mereka yang miskin, yang bukan cuma hak orang-orang seperti Sang Raja di atas.


Kembali ke halaman utama

mitos, 17 Maret 1997